Akhirnya hari ini acara dieksekusi.
Beberapa hari belakangan sebenarnya gue merasa kurang sehat, kepala gue berat sekali. Badan juga rasanya nggak enak, obat tidak membuat gue lebih baik dan gue menyadari mungkin itu adalah efek dari kabar yang dibawa Julian tempo hari.
Secara teknis, tugas planner sudah selesai dan tidak masalah jika gue tidak menghadiri acara karena toh divisi di atas gue yang punya tanggung jawab memegang kendali atas eksekusi setiap event yang kami gelar, tapi sejak dulu gue semacam punya kebiasaan untuk menyaksikan secara langsung bagaimana akhirnya konsep yang tim kami siapkan terealisasikan.
Menyenangkan, ada rasa bangga tersendiri karena rekan-rekan lain bisa mewujudkan hal yang kami angankan menjadi kenyataan.
"Mbak Binar, istirahat aja kali soalnya pucet banget gitu mukanya."
Sofi menepuk bahu gue, dengan sigap menggeret pergelangan tangan gue dan menyandarkan gue di sebuah meja.
"Harusnya mbak nggak usah dateng juga nggak apa-apa, kan ada Sofi yang memantau."
Anak itu tertawa lucu setelah mengatakannya.
Ya, benar juga. Apalagi kepala gue memang pusingnya luar biasa. Tapi entah kenapa gue tetap datang, begitu saja berangkat tanpa pikir panjang.
"Nggak apa-apa, lagian di rumah juga bosen gue. Nanti yang ada makin parah kalau gue pake geletakan, Sof."
"Kalau dipaksain juga nggak bikin jadi sehat atuh si mbak ada-ada aja."
"Humas humas, tolong ini pengisi acara didampingi dulu."
Baik gue atau Sofi menoleh mendengar sorakan itu. Menemukan sosoknya masuk dengan senyum kaku.
Lucu.
"Mas Arda, ya?"
"Hehe.. Iya, mas."
Sambil berjalan masuk tidak sengaja mata kami bertemu, senyumnya mengembang lebih megah. Dengan gerakan cepat tangannya terangkat, membuat entah kenapa, perut gue terasa melilit.
"Hai!"
Sofi dan mas Humas yang gue tidak tau namanya itu menoleh, memperhatikan kami.
Malu, gue menjawab sapaan Arda dengan senyum yang tidak bisa gue kendalikan.
"Saya Putra. Ini rundown acaranya ya, Mas Arda. Ruang tunggunya di sana, pintunya ada keterangannya kok. Kalau Mas Arda ada perlu sesuatu, bisa panggil saya aja. Nanti kalau sudah ready untuk check sound saya panggil."
"Oh oke, Thanks ya Mas Putra. Jadi, saya boleh lihat-lihat dulu ya sekarang?"
Arda sesekali melirik ke arah kami ketika mengatakan itu.
"Boleh banget mas, saya permisi dulu kalau begitu ya mas."
Entah kenapa gue menyimak obrolan mereka, lalu Arda mendekat setelah mas tadi meninggalkannya.
"Halo, Binar."
Satu detik.
Dua detik.
"Halo, Da."
"Mas Sewada ya?"
Sofi mengintrupsi.
"Panggil Arda aja, Mbak. Hehe."
Arda mengulurkan tangan pada Sofi, disambut cepat oleh gadis itu sambil menyebutkan namanya.
"Salam kenal, Mas Arda. Panggil Sofi aja aku baru 20."
"Wah salam kenal Sofi."
"Oh iya, namanya ganteng mas. Kayak orangnya. Hehe."
Gue kaget.