بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
---
"Saya berniat melamar putri Bapak."
Mataku membola. Diruang tamu rumah ku, dengan Abah yang duduk pada kursi single menatap lelaki yang duduk dihadapannya itu dengan serius. Namun aku tahu, bahwa Abah juga merasakan keterkejutan.
Bagaimana tidak terkejut? Lelaki yang duduk dihadapan Abah adalah lelaki yang beberapa Minggu lalu tak sengaja bertemu pandang denganku. Catat, tidak sengaja.
Lelaki bermata tajam dengan pandangan yang amat begitu dingin. Membuatku merinding takut saat menatapnya. Namun mata abunya mampu membuat siapa saja terjatuh kedalam pesonanya. Tapi tidak denganku. Dan tanpa terduga, saat ini duduk di hadapan Abah dan mengatakan maksud tujuannya datang kemari. Lalu, dari mana ia tahu alamat rumahku?
Bahkan sampai detik ini, ini adalah kedua kalinya aku melihat wajah datarnya itu. Setelah insiden tatap menatap beberapa Minggu lalu, aku tidak pernah lagi bertemu dengannya. Karena ku pikir, ya mungkin saja itu hanya kebetulan. Dan ternyata, kebetulan itu menjadi sebuah kenyataan yang tak ku mengerti.
Allah, apa remcanaMu selanjutnya? Untuk apa kau datangkan lelaki itu dihadapan Abah? Dan apa tujuan lelaki itu melamar ku. Allah, aku bingung. Apa yang harus aku lakukan. Satu sisi, aku tidak mengenalnya disisi lain tak dapat ku pungkiri bahwa ada sedikit rasa penasaranku pada lelaki itu.
Abah terlihat menampilkan senyum terbaiknya. Ah, Abah, beliau sangat mampu mengendalikan segala perasaan. Bahkan aku yakin, saat ini dirinya tengah merasakan keterkejutan yang amat besar, namun Abah berhasil menetralisirkan perasaan itu.
Memang sudah banyak lelaki yang melamar ku dan meminta langsung pada Abah, namun entah, Abah menolak tanpa bertanya terlebih dahulu padaku. Padahal, Abah yang selalu mencecarku untuk segera mencari calon suami. Mengingat usia Abah yang tidak muda lagi, Abah takut jika saat Abah pergi nanti, aku belum menemukan seseorang yang pas di hati. Seseorang yang mampu menjagaku selayaknya Abah dan Ummi yang dengan sabar menjaga dan merawat ku.
Ummi datang dari dapur. Membawa nampan dengan dua gelas yang berisikan sirup berwarna merah dan secangkir kopi hitam kesukaan Abah. Sama seperti Abah, Ummi juga tersenyum lantas mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan lelaki itu. Mataku dan Ummi sempat bertemu. Ummi tersenyum dan memberikan isyarat bahwa aku harus pergi dan tidak boleh mendengar pembicaraan secara sembunyi-sembunyi.
Aku mengangguk dan kembali masuk ke kamar dengan perasaan penasaran yang begitu mendalam.
Jika lelaki yang melamar ku dan kenal baik dengan Abah saja ditolak, bagaimana dengan lelaki asing itu?
Aku yakin, bahwa Abah pun menolak maksud baik lelaki bermata tajam itu.
***
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, apa kabar teman-teman semua?
Insya Allah aku bawa cerita baru. Dan insya Allah aku akan berusaha untuk menyelesaikan cerita ini hingga end.
So guys, please untuk supportnya, klik bintang di pojok kiri itu, dan komentar kekurangan cerita ini, untuk di perbaiki lagi.
Terimakasih, assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamu'alaikum Kekasih Halalku
Fiction généraleIni kisah seorang manusia yang terbelenggu masa lalu. Tentang seorang lelaki yang memendam dendam, membenci takdir yang berlaku tak adil, juga membenci Tuhan yang tak pernah berpihak padanya. Kebahagiaan yang menghilang seiring dengan masa lalu yang...