Malam hari pada saat makan malam. Raya melamun kembali, memikirkan tentang luka memar yang terdapat di paha kanan Jayanti sebelumnya ia lihat.
" Ada apa dengan Jayanti? mengapa ia memiliki luka memar? siapa juga yang menyakitinya?.... Drata pasti mengira kalau aku bukan cinta pada Jayanti, melainkan khawatir kepadanya." Kata Raya dalam hati, sambil mulai menyantap makanan.
Raya terus berkali-kali memainkan makanannya, sesekali ia memegang saladnya lalu membayangkan itu sebagai selimut untuk rotinya yang berada di piring kayunya. Raya mulai merobek beberapa remah roti berniat melahapnya.
" Oi, ada apa denganmu dari tadi melamun terus?" kata sang ayah sambil memukul meja.
Karena kaget, Raya tersedak makanan yang barusan tadi santap.
"(tersedak).... KENAPA AYAH MEMUKUL MEJA?!!!" Raya marah.
Ayah memberikan sebuah lap mulut untuk Raya sambil berkata.
" Ayah bingung denganmu melamun terus. Lagian, kalau kamu melamun terus rotinya jadi dingin tau!"
Raya mengambil lap tangan itu dengan cepat, ia membersihkan mulutnya yang sedikit celemotan dengan wajah kesal dan geram.
Setelah itu, ia menaruh kembali lap mulut di meja yang sebelumnya berwarna putih menjadi sedikit kekuningan, yang kemungkinan kaldu dari makanannya.
" Ayah, bolehkah aku menanyakan sesuatu?"
" Ada apa?" balas ayah.
Rayapun sedikit memajukan kursinya mendekat dengan meja makan.
" Dulu ayah adalah seorang ksatriakan?" kata Raya.
Ayah matanya terbelalak, tetapi ia tak tampak begitu terkejut. Ayah meminum 1, 2 teguk segelas air.
Sambil memegang gelas air ayah lalu bertanya.
" Iya, memang kenapa?"
" Bolehkah ayah mengajariku ilmu pedang?" kata Raya.
Ayah meletakkan gelas air itu kembali.
" Ohh.... apa kau yakin dengan keputusanmu? Aku tidak memberikan belas kasihan meskipun kamu adalah anakku?" kata ayah menakuti Raya.
Raya seketika berdiri dari kursinya sambil mengangkat tangannya keatas lalu berkata.
" YA! AKU YAKIN!" kata Raya bersungguh sungguh.
Ayah terdiam melihat wajah Raya. Ia menghela nafas dengan hembusan yang cukup panjang.
" Satu pertanyaan lagi, untuk apa kau ingin mempelajari ilmu pedang ini?" kata ayah.
Raya menurunkan tangannya lalu menatap ayahnya dengan sangat serius.
" Aku ingin mempelajari ilmu ini karena aku ingin melindungi orang lain dengan kekuatanku!" kata Raya sambil mengepal tangannya lalu meletakkannya di dadanya.
Sang ayah terdiam. Tanpa segenap kata terucap cukup lama. Raya yang masih terlihat serius untuk beberapa waktu yang lama, membuat ayah menghela nafas lebih panjang dari sebelumnya.
" Baiklah, ayah akan mengajari ilmu pedang. Tapi untuk saat ini ayah hanya megajarimu cara memegang pedang, ayunan pedang dan tusukan pedang." Kata sang ayah.
Raya melompat kecil sambil mengangkat tangannya senang.
" Baiklah!" kata Raya semangat.
Raya melihat kedua telapak tangannya.
" Baiklah, yang harus kulakukan sekarang adalah menjadi kuat dan...."
"mengenal Jayanti lebih baik lagi." Kata Raya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yuwaraja
Historical FictionTanah Mayapada terbakar dalam bubuk peperangan. Rawa darah merah berbau menyengat ditanah luhur Mayapada. Dendam berlayar dengan sangat cepat. Putra bangsa mengangkat senjata mereka, memecah tanah dan membantai semua lawan dihadapan mereka. Pepe...