Suara ketukan pintu yang keras yang tak lain dan yang bukan berasal dari ayah Raya membuatnya terbangun. Terkejut melihat jendela telah tertutupi salju, Raya melap lap jendelanya yang sedikit berembun menggunakan lengan bajunya. lalu ia sedikit memukul-mukul jendela agar beberapa salju yang menumpuk berjatuhan. Ia membuka jendela kamar. Ia melihat halaman belakang rumahnya yang tertutupi salju dengan embun-embun salju yang berjatuhan.
" Salju..." gumam Raya.
Ia lalu berjalan menuju meja makan lalu bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
Tahun 528 Saka, Bulan Margasiramasa
Sampai di kelas pada waktu yang terbilang masih pagi, Raya terkejut bahwa ia seorang diri yang hanya berada di kelas. Raya mengambil beberapa kayu bakar untuk menyalakan perapian kecil yang berada di ujung belakang kelas. Setelah itu ia mengarahkan tangan ke pemanas tersebut untuk menghangatkan diri. Pintu terbuka, seorang murid kedua datang ke kelas.
" Raya, selamat pagi." Kata Srengga.
Dibelakang Srengga terlihat seorang lagi yang masuk ke kelas.
" Selamat pagi." Kata Drata.
Raya yang saat itu sedang berjongkok di dekat perapian, membalas salam mereka dengan nada sedikit murung.
Saat wali kelas tengah menjelaskan pelajaran, tiba-tiba Jayanti muncul berdiri dari depan pintu dengan muka datar dan dingin.
" Jayanti..." kata Raya dalam hati.
Suasana menjadi diam dan hening. Tatapan semua orang mengarah kepada Jayanti yang sedang berdiri diam menunggu.
" Tak apa. Duduklah." Kata bu guru.
Tanpa berkata apa-apa, Jayanti memasuki kelas berjalan menuju mejanya.
Guru kembali menjelaskan materinya.
Raya melihat Jayanti sedang menyiapkan buku-bukunya. Tak lama Jayanti melepas syalnya yang baru ia kenakan. Lagi-lagi Raya melihat sesuatu yang tak seharusnya kembali ia lihat. Sebuah luka memar baru yang berada di leher Jayanti.
Usai pelajaran selesai, Raya di ajak oleh wali kelasnya untuk pergi ke ruang guru.
" Jadi alasan Jayanti sering terlambat, ya. Apa kau tahu alasannya, Raya?" tanya wali kelas yang tengah duduk di kursi kayu sambil membaca buku yang nampaknya buku status tentang murid.
" Ya, itu karena wanita yang saya pikir ibunya sering menyiksanya." Kata Raya berdiri menghadap di depan wali kelas
" Begitu, ya. Jadi kamu sudah menyadarinya."
Raya terkejut.
" Bu guru sudah tahu, ya?"
" hmm, bagaimana, ya....." kata wali kelas sambil sedikit membungkukkan tubuhnya mendekat ke depan wajah Raya.
" Apa? Beri tahu saya, bu guru."
Wali kelas meregang punggungnya ke belakang sambil mengangkat tangannya yang saling memegang. Iapun kembali duduk dengan posisi normal sambil menjelaskan.
" Ibu ragu ingin membicarakannya kepada para murid. Jayanti sering dikucilkan di kelas'kan?"
" Ibu takut kalau teman-teman sekelasnya tahu dia di siksa secara fisik, mereka akan berprasangka buruk padanya."
Seketika Raya mengelak ucapan wali kelas.
" Itu tidak benar!" Kata Raya.
Mendengar suara Raya yang sedikit keras, mengundang perhatian guru lain untuk menengok sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yuwaraja
أدب تاريخيTanah Mayapada terbakar dalam bubuk peperangan. Rawa darah merah berbau menyengat ditanah luhur Mayapada. Dendam berlayar dengan sangat cepat. Putra bangsa mengangkat senjata mereka, memecah tanah dan membantai semua lawan dihadapan mereka. Pepe...