PROLOG

411 126 66
                                    

Hi, Ranya Andini!

Banyak cerita yang ingin aku ceritakan.
Kepada kamu yang menjelma sebagai pelengkap kebahagian. Kebahagian yang entah memiliki akhir seperti apa, tapi selalu aku semogakan menjadi kebahagian yang terbaik.

Di bawah keinginan hati, aku bermaksud memulai kisah kita yang berdasarkan dengan kata suka. Tanpa perduli dengan kamu yang selalu menyakitiatau aku yang terlalu tidak tahu diri.  Aku selalu berjalan dengan menggenggam harapan palsu yang selalu kamu  janjikan, di atas kata cinta yang pernah kamu katakan. Dan berujung pada kesakitan terbaik yang mungkin berakhir dengan manis.

Kamu duniaku, cinta pertama dan akan menjadi satu-satunya cinta yang aku miliki. Kita adalah aku yang mencintai dan kamu yang melepaskan.

Kamu, Ratu penakluk segala rasa dengan senyuman.

×

Aku tidak pernah benar-benar ingin tahu surat itu siapa pengirimnya. Yang aku tahu, setiap kali aku menemukan surat yang entah siapa pengirimnya itu, aku hanya berminat untuk membaca lalu membuang atau merobeknya. Karena bagiku, kata apapun yang tertulis di dalamnya tidak penting sama sekali.

Karena aku berani bersumpah, jika ada hal-hal yang memang harus aku ingat maka hal-hal itu harus berkaitan dengan laki-laki bernama Arah Prasenja Jawastin.

Seperti sore hari ini contohnya, ketika aku menemani Prasenja bermain futsal dan mendapati beberapa gadis sedang menyorak-nyoraki Arman Yuanda yang sebenarnya tidak jago-jago sekali bermain futsal dibandingkan Prasenja. Yang bisa aku lakukan adalah memasang wajah angkuh lalu mendengus sinis sebagai bentuk rasa kesalku. Ternyata benar memang, cukup mempunyai wajah tampan saja kaum adam sudah bisa menjadi idola tanpa harus mempunyai sampingan lain seperti pintar atau mungkin bakat lainnya.

Arman mungkin selalu bisa menarik perhatian dari siapapun, karena Arman memang seperti bulan, dimanapun dia berada semua makhluk yang hidup dan mempunyai napas pasti akan mengalihkan perhatiannya hanya untuk menatapnya. Mencari kedamaian dari senyum milik Arman Yuanda.

Berbeda sekali dengan Prasenja, yang dimanapun ia berada, orang-orang mungkin hanya bisa mengenalinya sebagai teman dari Arman. Tidak akan pernah lebih dari itu, sebab mereka tidak mau melihat kemampuan apa atau sebaik apa Prasenja. Yang mereka tahu, Prasenja adalah bentuk nyata dari kata membosankan, dia juga tidak tampan dibandingkan Arman yang, mungkin ketika memakai pakaian gembel sekalipun ia akan tetap terlihat bersinar.

Prasenja juga bukan laki-laki yang mau menunjukan keahliannya dibidang apapun, mungkin ia tidak seperti Yolan Atmawijaya yang disukai banyak guru dan murid karena ia pintar di semua mata pelajaran. Tidak, tidak. Barangkali Prasenja memang hanya bisa dikenali sebagai teman dari Yolan dan juga Arman. Dikenali sebagai laki-laki yang tidak memiliki kelebihan apapun untuk bisa dibanggakan.

Prasenja begitu biasa saja. Ia juga tidak terlahir dari keluarga yang kaya raya, tidak juga bisa menembar pesonanya sebagai ketua organisasi crew multimedia disekolahnya. Prasenja lebih suka dengan dunianya yang tenang, lebih suka dikenali sebagai laki-laki yang tidak memiliki kehebatan apapun. Tapi, terlepas dari semua definisi itu. Aku tahu bahwa Prasenja adalah laki-laki yang hidup dengan kata apa adanya.

Dan, laki-laki apa adanya ini adalah awal mula dari kisah hidupku yang berhasil dibuat jungkir balik tanpa ampun oleh takdir.

■■■■

Semoga kalian suka! jangan lupa follow, vote dan... Nganu.

with love,

@BumiMars

Ranya [VERSI DIGITAL TERBIT DI KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang