12 | Masih sahabatku cintaku

35 17 23
                                    

Prasenja Jawastin

.
.
.
.
.

"NUNGGU Nyonya, bos?"

Aku mengerjab. "Lo tambah kepo."

Tersenyum, Yolan menarik kursi di hadapanku lalu mendudukinya. "Ya namanya juga sayang, Pra. Kepo itu kan tanda sayang."

Aku menyilangkan tangan. "Gue nggak butuh disayangi sama laki-laki macem lo."

Yolan terbahak. "Gila sih ini sama cowok pun gue masih di tolak."

Aku berdecih malas.

"Mau sampe kapan lo berdiri? Duduk lah." Arman— teman satu perjuangan ku dan Yolan pun hanya cengengesan lalu duduk disampingku.

Arman membuka suara. "Masih sesetia itu lo jadi kacungnya Ranya, Pra?"

Sebentar, aku menatapnya. Dan mengangguk mantap. Netraku melirik Yolan dan Arman secara bergantian lalu kembali bertanya kepada Arman. "Lo masih ingat prinsip gue kan, Ar?"

Arman mengangguk. "Nggak ada yang salah dengan tetep komitmen setia sama satu cewek, dan gue setuju untuk itu. Tapi, gue nggak setuju dengan tetap setia sama satu cewek yang terus-terusan nyakitin kita, Pra."

"Lagian banyak kali yang bodynya jauh lebih aduhai dari pada Ranya dan masih layak buat di setiain." Yolan ikut menimpali.

Tubuhku sedikit menegang. Pelan, aku menggeleng. "Ini bukan masalah body."

Yolan tertawa sinis. "Apa sih yang lo harepin dari cewek macem Ranya? Ranya itu udah—"

"Intinya gue nggak suka Ranya cuma karena body, Lan." aku menyela.

"Denger dulu," Yolan memasang wajah serius. "Ranya itu nggak sebaik-baik yang lo kira, hatinya nggak secantik wajahnya. Gue aja sangsi dia masih perawan apa enggak. Lihat sendiri aja, hobinya ganti-ganti pacar. Lo jangan terlalu jadi budak perasaan lah."

Arman yang sedang menyesap rokoknya ikut bersuara kembali. "Kalau nggak ML paling enggak ya dia udah di grepe-grepe lah."

"Dangkal amat pemikiran kalian itu..." aku menggeleng-geleng miris. "Gue yang paling tau baik-buruknya Ranya. Kalian nggak perlu komentar yang enggak-enggak lah."

"Subhanallah Ya Allah... susah amat ya ngomong sama tembok..." Yolan ikut menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengelus dadanya.

"Lan," Aku memasang wajah tersinggung. "Lo bisa ngomong gitu cuma karena tau Ranya suka ganti-ganti pasangan? Menurut gue pemikiran lo dangkal, gue emang nggak pernah membenarkan hal itu. Tapi, apa sih salahnya kita cari tau kebenarannya sebelum komentar?"

"Kebenarannya adalah Kelakuan seorang Ranya Andini itu najisin," ujar Arman. "Sori, jujur."

"Bagi gue, nggak ada faedahnya membanding-bandingkan kelakuan seseorang. Dan soal najis, masih banyak cewek-cewek diluar sana yang kelakuannya lebih najisin dari pada Ranya kenapa nggak lo komentarin juga? Perempuan itu punya harga diri, gimana perasaan lo kalau orang yang lo sayang dikatain najis sama temen lo sendiri?"

Yolan dan Arman tertawa geli. Merasa lucu dengan tingkat kesensianku kalau sudah membahas tubuh Ranya Andini. "Dengekeun, tah Ar." Yolan mulai membuka suara kembali setelah tawanya reda. "Pokoknya susah lah menghapus rasa cinta mah, mau cewek yang disukainya seburuk apa juga kalau udah cinta mah bakal dibela. Nanti deh pas udah kerasa sakitnya baru ngeluh."

Mulutku sudah terbuka untuk menyahuti, namun suara mesin motor yang dihentikan persis disebelah warung tempat kami berkumpul siang hari itu membuat perhatian kami teralihkan.

Langkah kaki pun terdengar mendekati. Aku menoleh kearah Arman lalu berkata, "Matiin rokok lo, Ar."

Arman berdecih namun segera membuang rokoknya ke tanah lalu menginjaknya dengan kesal.

"Sori." Kataku.

"Y."

Ranya tersenyum, lalu berdiri disebelahku. "Biarin aja kali temen lo ngerokok."

Aku mengibaskan tangan kepadanya, "Udah sana pesen dulu mienya sama Yane di dalem, kalau udah beres makannya langsung pulang."

Ranya mengangguk. Ia dan Yane pun melangkah kedalam dan duduk di meja persis disebelahku setelah memesan makanan. Usai mengikat rambutnya, matanya sempat bertatapan dengan mataku selama beberapa detik. Senyum tulus pun dia terbitkan.

Aku ikut membalas dengan senyuman. Sekarang, jelas sudah bahwa sampai hari itu pun aku masih tak mengira bahwa Ranya Andini masih tetap menjadi satu-satunya perempuan yang paling aku sukai.

.
.
.
.
.

Ranya [VERSI DIGITAL TERBIT DI KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang