Dari kamar Adi, teriakan Mahmud itu terdengar tidak terlalu keras, tapi jelas. Adi yang belum tertidur nyenyak itu menjadi curiga. Ia menelengkan telinganya, menyimak suara dari kamar Mahmud.
Dahinya berkerut menandakan perasaan anehnya. "Sinting dia. Hampir pukul dua pagi masih teriak-teriak juga. Ada apa sih?" gerutu Adi sendirian. Suara gaduh dari kamar Mahmud itu benar-benar mengganggunya, sampai-sampai ia terpaksa bangkit dan turun dari ranjang.
Untuk melangkah keluar dari kamar. Adi ragu-ragu. Ia masih menyimak suara gaduh yang mirip seseorang sedang bergelut mengalahkan sesuatu.
Mulanya Adi menyangka Mahmud sedang membawa perempuan masuk ke kamarnya, namun setelah makin disimak, ternyata suara erangan Mahmud itu tidak mirip seseorang sedang mencumbu kekasihnya. Tapi lebih mirip seseorang yang sedang bertengkar.
Prang...!
Suara di kamar Mahmud semakin jelas. Berisik dan gaduh. Entah apa yang telah jatuh dan pecah sehingga suaranya sempat membuat Adi tergerak kaget.
"Aneh. Kenapa aku jadi merinding?" gumam Adi sambil melangkah mendekati pintu. Ia bermaksud mengingatkan Mahmud agar tidak menimbulkan suara gaduh yang mengganggu, tapi hatinya menjadi bimbang, dan ia berdesir merinding saat hendak membuka pintu.
Brak...! Prang...!
Sekali lagi kamar Mahmud bagai mengalami gempa. Agaknya sesuatu telah membuat kamar itu menjadi porak poranda. Adi pun akhirnya keluar dari kamar. , "Astaga...!" Adi terpekik tertahan. Jantungnya berdesir ketika ia melihat sosok manusia berdiri di depan pintu kamarnya. Untung saja ia tidak menjerit, karena ia buru-buru menyadari bahwa sosok manusia itu adalah Didi. Sambil membungkus badannya dengan selimut, Didi memandang pintu kamar Mahmud dan melangkah mendekati Adi. Ia bertanya pelan, "Ada apa dia? Ngamuk sama siapa sih?"
"Mana aku tahu?" Adi menjawab dengan bisikan. Yoppi keluar juga dari kamarnya yang berjarak dua kamar dari kamar Mahmud. Ia bergabung dengan Didi dan Adi, di depan kamar Adi.
"Berkelahi dengan siapa si Mahmud?" tanya Yoppi. Ia mengerjap-ngerjapkan mata karena terbangun dari tidurnya. "Tadi ia menanyakan tentang perempuan," kata Adi. "Ia mengaku mendengar suara perempuan memanggilnya."
"Perempuan?!" Alis Yoppi yang tebal hampir menyatu karena heran. Tangan Yoppi menggaruk-garuk pinggang sambil masih mengerjap-ngerjap pertanda masih mengantuk.
"Wah, gawat. Jangan-jangan dia membawa masuk perek," kata Didi. "Kalau ketahuan ibu kost, nggak enak kita!" "Atau, siapa tahu ia berkelahi dengan pencuri?" kata Yoppi.
Kemudian, Adi memberanikan diri mengetuk pintu kamar Mahmud.
"Mud...?! Mud, ada apa sih? Sudah lewat malam ini, Mud!" Jawaban yang ada hanya suara Mahmud yang menggeram geram seakan sedang mengalahkan sesuatu. Ketiga teman kost itu menjadi cemas dan makin curiga. Yang menambah mereka cemas ialah suara Mahmud dalam satu teriakan rasa sakit.
"Aaaow...! Uh, uh... uh... hiaaah...!" suara itu sangat jelas.
"Dobrak saja pintunya," kata Didi kepada Adi dan Yoppi yang berusaha menggedor pintu kamar Mahmud.
"Sialan! Aku jadi merinding sendiri. Aku mencium bau wangi," kata Didi.
"Aku juga mencium bau parfum enak," sambung Yoppi.
"Kurasa benar. Mahmud memasukkan perek ke dalam kamarnya."
Itulah yang membuat mereka ragu-ragu. Mereka tidak tahu, bahwa di dalam kamar Mahmud sedang berusaha mengalahkan gerakan tangan kanannya yang sepertinya bernyawa sendiri itu. Tangan kanan itu sudah ditekan mati-matian menggunakan tangan kiri, namun gerakannya masih belum bisa dikendalikan.
Tangan itu seolah-olah sosok makhluk tersendiri yang bergerak memukuli wajah Mahmud sendiri. Bahkan, ketika tangan kanan itu bergerak sendiri mengambil gunting, Mahmud berusaha menariknya. Tapi, tenaga Mahmud yang telah digerakkan kekuatan penuh itu tidak mampu menarik tangan kanan yang hendak memegang gunting. Tangan tersebut seakan mempunyai kekuatan yang lebih besar dari seluruh kekuatan tenaga Mahmud sebenarnya.Lalu, ketika gunting itu telah digenggam oleh tangan kanan secara kokoh, tiba-tiba gerakan tangan kanannya itu melesat ke arah dada. Mahmud menjerit kesakitan, karena ujung gunting itu menancap di bawah pangkal pundaknya. Darah mulai mengucur keluar dan Mahmud masih terengah-engah melawan kekuatan tangan kanannya. Tangan yang menggenggam gunting itu seakan ingin menusuk-nusuk tubuh Mahmud sendiri dengan tanpa mengenal ampun lagi.
Mahmud berusaha menahan dengan seluruh kekuatan dan tenaga yang dikerahkan. Ternyata hal itu tidak mampu. Gunting itu bergerak sendiri ke arah dada Mahmud. Pada waktu itu Mahmud tak ingin ditusuk oleh dirinya sendiri. Ia berusaha memegangi tangan kanannya dengan tangan kiri, sampai-sampai ia berguling-guling di lantai. Tetapi, pada satu detik tertentu, gunting itu berhasil mengenai perutnya.
Jubbb...! "Aaaow...!" teriaknya.
Rasa sakit membuat ia makin mendelik. Tapi beruntung sekali gunting itu tidak masuk terlalu dalam, hanya beberapa mili dari ujung gunting.
Brakkk...! Pintu berhasil didobrak oleh Didi dan Adi.
Ketiga orang itu terbelalak tegang melihat Mahmud berusaha menikam tubuhnya dengan gunting. Mereka menyangka Mahmud hendak melakukan bunuh diri, sehingga Didi pun berteriak, "Jangan gila kau, Mahmud!"
"Cegah dia! Dia mau bunuh diri!" seraya berkata begitu Yoppi mendorong kedua temannya, dan Adi serta Didi segera berusaha menyergap Mahmud. Saat itu Mahmud menyadari kehadiran ketiga temannya, tetapi ia tidak bisa mengendalikan gerakan tangan kanannya.
"Pergi! Jangan dekati aku, nanti kalian celaka...!" teriak Mahmud. Gunting itu sedang ditahan kuat-kuat, karena hendak menusuk ulu hatinya. Mahmud mengerahkan kekuatannya, otot lengannya tampak bertonjolan. Namun, bagi mereka yang tidak tahu, Mahmud disangka sedang ragu-ragu untuk menusukkan gunting ke dalam tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl At Middle Night.
HorrorTakkan ada yang menyangka bahwa Mahmud bunuh diri dengan cara yang tidak wajar,banyak spekulasi yang bermunculan di antara teman² kampusnya,apakah bunuh diri ataukah di bunuh ?