Nanda menggeragap ketika menyadari dirinya tertidur di kursi dapur. Ternyata saat itu matahari telah memancarkan sinar paginya yang menghangat di ruang dapur.
"Astaga...?! Sudah pagi?!"
Nanda segera bergegas ke meja di kamar tidur, ia mengambil arlojinya di sana.
"Busyet! Pukul 7 kurang 10 menit? Apa-apa-an ini? Bagaimana dengan Didi?!"
Tanpa cuci muka, tanpa menyisir rambutnya, ia langsung keluar dari kamarnya, menyeberang jalan kecil, dan segera mengetuk pintu kamar Didi, Beberapa kali pintu kamar itu diketuknya, tapi tidak ada jawaban.
"Ada apa Didi? Kenapa tidak segera membukakan pintu? Apakah ia tertidur seperti aku? Ah, seharusnya tadi kutelepon saja dari kamar. Pasti ia terbangun, karena meja telepon dekat sekali dengan ranjang."Baru saja Nanda ingin kembali ke kamarnya untuk menelepon Didi. Tiba-tiba pintu kamar itu terdengar dibuka seseorang dari dalam. Didi muncul dengan mata menyipit dan tangan melintang ke atas, ia menahan sorot matahari yang mengenai matanya. "Brengsek lu” gerutu Didi sambil bersugut-sungut. Ia masuk, membiarkan Nanda terbengong. Kemudian Nanda juga turut masuk dan mengikuti Didi.
Didi menelentangkan tubuhnya di ranjang empuk dengan satu hempasan yang lemas.
"Ya, Tuhan...! Mengapa kamu menjadi seperti mayat begini. Didi?”
Nanda memandang Didi tak berkedip, sedikit tegang.
Didi meraih guling dan mendesah. "Kamar ini menjadi bau sperma! Brengsek' Apa yang telah kau lakukan semalam. Didi? hei, ? apakah Ayu datang kemari?!""Hem...” Didi hanya menggumam, membenarkan dugaan Nanda.
"Oh, dia benar-benar datang? Dan .. dan... kau bercinta dengannya?"
"Semalam suntuk!” kata Didi seenaknya dengan mata menyipit sayu bagai masih mengantuk.
"Kenapa kau tak menghubungi aku?!" protes Nanda merasa dongkol.
”Tak sempat!”
"Ah, kau konyol! Aku nggak suka dengan kekonyolan model begitu, Di! Kita kemari bukan mencari kenikmatan sepihak! Kita kemari untuk...!"’Tidak sempat!" bentak Didi yang merasa dongkol, Nanda tidak melanjutkan omelannya, takut terjadi perselisihan tak sehat, la diam. Memandang keadilan sekeliling. Ia menggeleng-gelengkan kepala, merasa heran melihat ranjang berserakan, sprei dan selimut tebal seperti habis dipakai bertanding adu banteng. Kaos Didi masih tergeletak di lantai, dekat kursi empuk itu bersama celananya. Hanya celana dalam Didi yang kala itu dikenakan Sementara kasur yang acak-acakan itu terlihat banyak noda kelembapan yang mengeluarkan bau jorok. Nanda terpaksa menyingkir, tak tahan menghadapi suasana seperti itu. Sebelum ia kembali ke kamarnya, ia mengingatkan Didi, 'Kita check out pukul 12 siang ini lho! Jangan lebih’ Didi hanya menggumam sambil tetap memejamkan mata, dan Nanda pun segera meninggalkan kamar lembap ini.
Dalam hatinya ia menggerutu dan menyesal setengah mati, karena ia tidak berhasil bertemu dengan perempuan yang bernama Ayu. Untuk menghalau kedongkolannya itu. Nanda menetralisir diri dengan berkata dalam hati, "Ah. tapi Didi kan sudah bertemu dengan Ayu ini. Pasti Didi sudah bisa mengorek beberapa rahasia dari Ayu tentang Almarhum Mahmud. Tak apalah! Yang penting Didi bisa menyimpulkan semua keterangan dari Ayu tentang Mahmud.
" Pukul 10. menjelang pagi berakhir, Didi masih tertidur. Nanda menyempatkan diri berjalan ke pantai. Sambil melangkah menikmati pemandangan indah dan cuaca cerah. Nanda bertanya-tanya dalam hati. "Tapi, mengapa wajah Didi begitu pucat. Persis dengan wajah sesosok mayat, la kelihatan lemas dan layu sekali. Apakah benar ia telah bercinta dengan Ayu semalaman suntuk? Separah itukah ia?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl At Middle Night.
HorrorTakkan ada yang menyangka bahwa Mahmud bunuh diri dengan cara yang tidak wajar,banyak spekulasi yang bermunculan di antara teman² kampusnya,apakah bunuh diri ataukah di bunuh ?