Chapter8

561 41 4
                                    

Pertengkaran kecil yang semula terasa menyebalkan, akan ada saatnya dimana akan terasa di rindukan.
.
.
.

Setelah memanggil tukang urut, Jeje terus menempel pada gadis cantik yang tadi ia peluk. Ia terus mengekori kemanapun gadis itu pergi hingga membuat sang gadis sedikit merasa risih dengan tingkah kekanakan Jeje.

"Jeje, ih! Ngikutin mulu."

"Masih pengen peluk, kangen~"

Untuk kesekian kalinya gadis itu memutar matanya jengah. Saat ini gadis itu tengah repot membawa sebuah nampan yang terdapat segelas air putih dan sepiring nasi di atasnya. Namun dengan tak tahu dirinya, Jeje terus menempel padanya dan mengekori kemanapun gadis itu pergi.

"Mau di siram? Lepas gak?! Kamu itu berat Je, astaga!"

Jeje melepaskan pelukannya lalu mengambil nampan dari tangan gadis itu.

"Iya iya, bawel deh!"

'Cup'

Jeje memberikan satu kecupan singkat pada pipi gadis itu yang kini tengah tersenyum hangat ke arahnya.

"Yaudah yuk! Anterin makanan ini dulu ke kamar mamah."

Merekapun akhirnya berjalan beriringan menuju kamar mamah Jeni dengan obrolan-obrolan kecil yang mengisi sepanjang perjalanan.

Jika kini ada yang bertanya kemana Dila pergi? Dila telah Jeje antar ke rumah temannya sesaat setelah mengantar tukang urut langganan keluarganya pulang. Akhir-akhir ini Dila memang sangat sibuk dan jarang menghabiskan banyak waktu dengan Jeje. Awalnya Jeje sedikit kecewa, namun ia berusaha untuk mengerti.

Sesaat setelah pintu terbuka, terlihat mamah Jeni yang tengah duduk menyender sambil membaca majalah. 20 menit yang lalu tukang urut telah menyelasaikan tugasnya dan langsung bergegas pergi, tukang urut itu mengatakan jika mamah Jeni mengalami salah urat akibat kesleo yang ia alami.

Merasa jika ada seseorang yang memasuki kamarnya, repleks mamah Jeni menengok lalu tersenyum saat mengetahui siapa yang memasuki kamarnya.

"Mamah belum sempet peluk kamu, sini."

Mamah Jeni merentangkan tangannya dan di sambut hangat oleh gadis itu yang langsung berhambur kedalam pelukan mamah Jeni.

"Mah..kangen~"

Mamah Jeni tersenyum mendengar rengekan gadis itu, gadis kecilnya yang kini sudah beranjak dewasa. Ya! Gadis itu adalah Reva Jeni Anggara, Putri pertamanya yang menetap di Jakarta. Sudah setahun Reva tidak pulang karna sibuk mengurus kuliah dan skripsinya.

"Kamu udah makan kak? Tadi dari Jakarta pagi-pagi?"

Reva melepaskan pelukannya lalu menatap wajah mamahnya. Tersenyum sejenak sebelum menjawab pertanyaan yang di berikan kepadanya.

"Kaka udah makan kok mah. Sebelum pulang ke rumah, kaka mampir dulu ke restoran. Iya tadi kaka berangkat subuh mah, biar gak terlalu macet."

Sejenak mamah Jeni mengelus lembut surai hitam Reva. Tercetak jelas kerinduan dalam tatapannya. Ia sering kali meninggalkan putra-putrinya karna mengikuti pekerjaan suaminya yang berada di luar Negeri. Kini ia bahagia dapat berkumpul dengan ketiga anaknya, meski tanpa suami di sampingnya.

"Gimana skripsinya kak?"

Reva sedikit mengerucutkan bibirnya, lalu bergelayut manja di lengan mamah Jeni.

"Beberapa kali skripsi kakak kena bejibun coretan. Tau ah! Kaka pengen Refreshing dulu mah. Au ah kaka pusing ih! Gara-gara skripsi yang gak kelar-kelar."

Mamah Jeni mengusak rambut Reva gemas, ternyata putri kecilnya masih tetap menjadi putri kecilnya yang manja.

"Ekhem! Asik banget berdua, sampe yang disini berasa transparan."

Jeje yang masih berdiri di sisi ranjang kini tengah menunjukan wajah masamnya. Reva terkekeh lalu memberi isyarat agar Jeje mendekat ke arahnya. Dengan sedikit ogah-ogahan, kini Jeje tengah duduk di sebelah Reva yang tengah menatap gemas ke arahnya.

"Liat tuh Rev, bayi kamu masih tetep aja jadi bayi, gak malu sama bulu ketek yang udah rimbun," ucap mamah Jeni sambil terkekeh.

Reva ikut terkekeh dan menimpali ucapan jahil mamahnya yang berhasil membuat wajah Jeje semakin masam.
"Dia mah emang gak punya malu mah."

Akhirnya Jeje menjadi bahan bullyan mamah Jeni dan Reva. Mereka tertawa melihat muka masam Jeje yang mulai memelas.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan menunjukan siluet laki-laki jangkung dengan balutan seragam putih abu yang melekat di tubuhnya. Dengan sedikit berlari kecil, tubuh jangkung lelaki itu langsung menubruk tubuh Reva, memeluknya dengan begitu erat.

"Kakak! Kangen~"

Reva sedikit meringis saat tubuh lelaki jangkung yang tak lain adik bungsunya itu menubruk tubuhnya sedikit keras, namun setelahnya ia terkekeh dan membalas pelukan adiknya.

"Padahal kakak kan gak pulang cuma hampir setahun, tapi sikap kalian berasa kaya kakak abis merantau seabad aja ya."

Tiba-tiba Jeje menarik tubuh Riski ke belakang hingga membuat pelukannya pada Reva terlepas.

"Apa-apan lo! Jauh-jauh sana! Kak Reva punya gue!"

Jeje menarik Reva ke dalam pelukannya, menjauhkan Reva dari jangkauan Riski.

Dari kecil Jeje dan Riski memang sangat manja pada Reva, tak jarang juga mereka bertengkar untuk memperebutkan Reva. Kadang Reva sering di buat pusing karna tingkah kedua adiknya.

"Apaan! Ka Reva punya gue Je! Lepas gak lo!"

Kini Riski mulai menarik tangan Reva agar terbebas dari dekapan Jeje, tapi Jeje tetap kekeh memeluk Reva dengan sangat erat.

Reva memutar matanya jengah. Sedikit mendengus melihat tingkah kedua adiknya yang terus beradu mulut karna memperebutkanya.

"Udah, udah! Kasian itu kak Revanya! Kalian ini apa-apain sih! Kaya anak kecil!"

Karna pusing melihat pertengkaran kedua anaknya, akhirnya mamah Jeni pun beberbicara untuk menengahi pertengkaran keduanya.

"Kak Jeje nya mah ih! Dede kan kangen sama ka Reva. Dia kan udah daritadi sama kak Reva, seharusnya sekarang giliran dede."

Dengan tampang memelas Riski mengadu pada mamahnya. Jeje yang tak terima lantas melayangkan protes.

"Apaan! Orang kak Reva aja baru nyampe. Udah sono gih! Maen kemana kek lo. Biasanya juga gak pernah ada di rumah."

Mamah Jeni menghembuskan nafasnya kasar saat melihat kedua anaknya kembali beradu mulut di sisi ranjang yang tengah ia duduki.

Reva yang mulai jengah melepaskan pelukan Jeje dan menatap kedua adiknya sengit.

"Kalo kaya gini mending kaka balik lagi aja ke Jakarta! Niat awal mau refreshing dari pusingnya skripsi, eh disini malah pusing karna kalian. Udah ah awas! Kakak mau ke kamar."

Dengan langkah gontai Reva pun pergi meninggalkan kamar mamah Jeni dengan menutup pintu seolah membantingnya.

'Blaam'

Jeje sedikit meringis saat pintu Malang itu berhasil di tutup dengan brutal oleh kakak tercintanya.

"Elo sih!"

"Apaan?! Elo yang mulai Je!"

Akhirnya merekapun kembali beradu mulut. Mamah Jeni yang mulai lelah mendengar pertengkaran kedua anaknya yang tak kunjung selesai pun mulai tersulut emosi.

"KALIAN INI BERISIK BANGET! KELUAR GAK DARI KAMAR MAMAH!"

Seketika bantal dan guling pun berterbangan ke seluruh ruangan membuat Jeje dan Riski kompak berlari keluar kamar untuk menghindar.

.
.

Sorry banget gua baru bisa Upload lagi. Gaada kuota gua tuh, ini aja modal hotspot. Lagi mode missquen:(
Sorry for typo.
Sorry dikit.
And see you:*

Akhir Pejuang LDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang