Woojin tidak pernah sekalipun menyapa Daniel semenjak kejadian itu. Daniel pun belum berani menyapanya. Ia masih belum bisa menerima dengan kepala dingin. Keputusan adiknya.
Daniel yang saat itu sedang kalut. Tanpa sadar berjalan tak menentu arah. Ketika ia sudah sadar. Ia berada di tempat yang tak biasa. Sebuah taman yang sudah jarang di temui.
"Di mana ini?"
Matanya menelisik ke tempat itu. Sebuah gedung menarik perhatiannya. Sebuah perpustakaan yang sudah tak terpakai. Barulah ia tau keberadaannya. Gedung ke dua di sekolah nya. Tempatnya berada dekat dengan gedung olahraga.
Daniel memasuki perpustakaan. Mengambil sebuah buku yang sudah berdebu. Sebuah buku novel dengan kertas yang sudah menguning dan beberapa lembar yang sudah terpisah.
Ia membuka lembaran-lembaran novel itu dengan cepat. Tidak ada niat sekalipun untuk membaca. Selembar kertas keluar di antaranya. Ia mengambil selembaran itu kemudian membacanya.
Senyum manis terukir di wajahnya.
Seperti hujan madu di musim kemarau.
Bagiku semua itu sudah cukup.
Sampai sebuah penyihir mengambil nya.
Menghilangkan senyum itu.
Kemarau panjang melanda dunianya.
Tidak setitis air pun jatuh di bumi.
Walaupun awan sudah berkumpul.
Menunggu perintah datangnya hujan.
Kemana tetesan madu itu jatuh.
Aku hanya bisa menerka.
Aku ingin jadi penyihir itu.
Mengembalikan senyum manis di wajahnya.
Kekuatan itu pun datang padaku.
Dengan tongkat permen itu.
Penyihir itu kembali.
Mengembalikan dunianya.
Mengembalikan senyumnya.
Tapi, kenapa bumiku masih gersang.
Ah... Aku tau
Tetesan madu itu memang telah kembali.
Bukan untuk bumiku.
Tetesan madu itu di ambil oleh penyihir.
Tanpa satupun jatuh ke dalam bumiku.
Sebuah pertanyaan selalu muncul dalam benakku.
Bumi selalu membutuhkan air untuk hidupnya.
Kenapa bumiku menunggu tetesan madu?
Daniel yang tidak terlalu mengerti sastra. Hanya menyiratkan kedua alisnya heran.
"Bodoh sekali. Jika kau butuh air. Kau harus menerima air. Suka atau tidak. Kenapa repot-repot menunggu madu"
Keluhnya. Tulisan itu di tulis dengan kertas berwarna merah maroon. Dengan tinta hitam menyamarkan tulisan tersebut.
"Seharusnya kau menggunakan kertas putih. Dengan begitu perasaan mu terlihat. Kenapa dengan kertas merah. Apa kau mau menyembunyikan perasaanmu?"
Seperti orang bodoh. Ia seolah bertanya pada kertas itu. Kertas yang di tulis dengan tulisan yang rapi. Ia melipat kertas itu kembali. Menaruhnya di kantung sakunya. Ia berjalan keluar dari ruangan dengan kepala tertunduk. Isi kertas itu mengingatkan pada adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shining NPC
RomancePark Woojin ? tidak kenal. Begitulah pandangan pertama Guanlin terhadap Woojin, bukan apa-apa. Fokusnya hanya tertuju pada Jihoon dan Daniel, orang yang kemampuannya di atasnya. "Pasti kau lupa namaku Park Woojin". Sekelompok dengannya membuat ia me...