1 - Why Must You ?

124 12 0
                                    

Hello!
Ini cerita pertamaku, selamat membaca ya, jangan lupa vote dan juga comment ;)

Cast :
1. Dara Valerie (Dara)
2. Bara Arjuna (Juna/Bara)
3. Mardita Hanggini (Dita)
4. Bima Pradito (Bima)
5. Karin Medyna (Karin)
6. Kenan Anandito (Kenan)
7. Angela Cantika (Angel/Leader of Queen's)
8. Naomi Frisia (Naomi/Member of Queen's)
9. Lisa Tifani (Lisa/Member of Queen's)
10. Galuh (Dokter Galuh)
10. Mela (Bunda Dara)
11. Feri (Ayah Dara)
12. Rio (Adik Dara)

-------------------------------------------------

Semenjak lulus dari SMP, Dara dan keluarganya pindah ke Jakarta karena pekerjaan ayahnya yang dipindahkan dari Surabaya. Dara adalah anak sulung dari keluarga yang lumayan kaya. Ayahnya seorang owner perusahaan mobil dan ibunya adalah seorang guru. Namun sejak Rio (adiknya) lahir, ibunya memilih berhenti dari pekerjaannya dan mengurus adiknya yang masih berumur 4 tahun itu.

"Ini referensi SMA yang ada di Jakarta. Kamu liat-liat dulu."

Mela, memberikan beberapa selebaran brosur SMA kepada Dara yang duduk di sebelahnya. Kebetulan ibunya memiliki hubungan yang baik dengan temannya yang juga seorang guru di Jakarta. Jadi ia dengan mudah mendapatkan informasi mengenai sekolah disana.

Mata Dara melebar, "Nemnya tinggi semua ini mah, Bun."

"Percuma gak sampe." Dara mengeluh pada Mela.

"Kan nem kamu juga tinggi, Ra. Bilang aja SMA nya pada jauh, iya kan?" sindir Mela.

Dara bukanlah anak bodoh ataupun malas. Dia cukup pintar soal mata pelajaran di sekolahnya. Ia juga selalu mendapat ranking 3 besar di kelasnya selama SMP. Yang lebih membuat kagum adalah, ia tidak pernah meminta bantuan mengerjakan tugasnya kepada ibunya. Sekalipun itu adalah pelajaran Matematika. Karena ibunya dulu guru matematika. Dara bilang, ia tak mau aji mumpung dan bersikap manja.

Masalah Dara tidak ingin mengambil sekolah yang jauh dari rumahnya adalah karena ia tidak suka berada lama-lama diluar rumah. Dara tipe orang yang ingin selalu cepat sampai rumah dan berkumpul dengan keluarganya.

"Juna sekolah dimana, Bun?" tanya Dara.

"Bunda belum tanya tuh. Coba kamu tanyain."

"Ih males ah, masa cewek duluan. Gengsi dong, Bun." Dara memalingkan wajahnya.

Mela mengambil brosur dan memberikan lagi kepada Dara.

"Nanti kalau udah ada yang pas, kamu bilang bunda. Oke, cantik?"

"Siap bundaaa."

Ibunya meninggalkan Dara karena harus menyuapi Rio yang sedang bermain di halaman belakang rumah. Dara pun akhirnya mengirim pesan kepada Juna karena ia bingung akan masuk SMA mana. Dan siapa tahu Juna sudah memilih sekolahnya.

Juna

Jun?

Hmm?

Lo udah tau mau SMA dimana?

Udh

Dimana?

Kepo

Seriusan! Bunda nanyain.

Juna?

Woy, Junaaaaa!

Dara mendecak kesal kepada Juna. Juna memang jagonya membuat Dara marah karena mati penasaran dengannya. Meskipun Dara tahu bahwa dengan ia marah-marah Juna tidak akan melihatnya. Setidaknya ia sudah meluapkan kekesalannya pada Juna.

Dara kembali melihat brosur sekolah. Lalu melemparkannya kembali ke meja.

"Tau ah, bingung."

Sedari dulu ia tak pernah memikirkan akan masuk sekolah apa dan seperti apa. Dara tipical gadis yang cuek. Berbeda dengan teman-teman SMPnya dulu yang selalu membicarakan soal SMA favorit dengan cogan-cogan di dalamnya.

Dara hanya ingin sekolah tanpa pusing memilih sekolah dimana. Yang terpenting adalah pribadi siswanya, bukan sekolahnya.

***

Saat makan malam, keluarga Dara selalu membicarakan hal-hal penting dan terkadang berdiskusi di sela-sela makan. Kali ini tentu saja membicarakan tentang sekolah baru Dara.

"Jadi yang mana?" tanya Mela sambil menaruh ayam goreng di piring Dara.

"Sayapnya aja deh, Bun." Dara menjawab pertanyaan ibunya dengan polos.

Ibunya sekilas menatap Dara dengan kesal.

"Bukan ayam. Sekolah kamu."

Dara menghela napasnya gusar, "Belum tau."

"Dari pagi masa belum ambil keputusan?" kata Feri, ayah Dara.

Ayahnya memiliki sikap tegas dan realistis. Jadi tak heran, bila ayahnya berbeda dengan ibunya yang santai menyikapi sesuatu.

"Kalau di kantor ayah, setiap pekerjaan stafnya harus dikontrol dan sesuai jadwal."

Dara menatap ayahnya sebentar lalu melanjutkan makan, "Itu kan di kantor ayah. Beda."

"Hikmahnya, kamu harus punya target." Ujar Feri.

"Iya."

Dara hanya bisa menuruti perkataan ayahnya. Walaupun perkataan kadang tak sesuai dengan kenyataan, selagi dijawab 'iya' pasti orang tersebut akan diam seolah kita mengerti apa yang ia katakan. Menurut Dara seperti itu.

Kemudian tak ada yang memulai berbicara duluan. Hanya Rio yang banyak mengoceh karena banyak ingin tahu. Dan sesekali Mela menjawab apa yang ditanyakan olehnya. Kadang Dara dan Feri ikut tertawa melihat tingkah lucu Rio.

Mela menatap layar ponselnya sebentar seperti ada pesan masuk, lalu mematikannya lagi.

"Kamu masuk SMA Pertiwi." Mela melanjutkan kembali perbincangan tadi.

Sontak Dara tersedak saat mendengar ucapan ibunya. Mengapa sekolah itu? Mengapa secepat itu? Apakah Dara meminta untuk bersekolah disana? jelas tidak. Ibunya benar-benar membuatnya bingung. Ia langsung meneguk segelas air dan bertanya soal ucapan Mela.

"Kok? Aku kan belum milih, Bun."

"Mau milih atau dipilih juga sama aja," jeda Mela, "Udah terlanjur bunda daftarin."

Wajah Dara nampak heran dan sedikit kesal, "Baru 10 menit yang lalu diomongin. Masa bunda udah daftarin gitu aja?"

"Bunda emang the best buat masalah keputusan gitu." Feri mengacungkan jempolnya kepada Mela.

"Itu yang bikin ayah jatuh cinta sama bunda."

Dara menyela flashback ayah dan bundanya.

"Ayah, bunda. Aku belum tau sekolahnya dimana, kayak gimana, dan kalau gak bagus?"

Bundanya beranjak dari kursi, "Bunda jamin, itu terfavorit di Jakarta."

"Masalah lokasinya nanti kamu dianter sama Bara." Tambah Mela lalu berlalu pergi ke dapur bersama Rio.

Juna? Mengapa laki-laki itu? Yang ada nanti Juna hanya akan menertawakan nasib Dara yang begitu menyedihkan ini. Lagipula Juna juga harus berangkat sekolah nanti. Mana mungkin ia rela mengantarnya dulu ke sekolah Dara? Dan memangnya dia tahu banyak soal Jakarta?

"Ayah gak bisa anter soalnya, ada meeting tanggal segitu." Feri mengusap mulutnya dengan tisu.

"Masa diawal kerja udah meeting, Yah?"

"Awal kerja, awal proyek, kan?" jawab Feri yang otaknya berisi sel-sel bisnis.

Lalu Dara kembali ke kamarnya dan menggerutu sendiri, "Semuanya gak asik!"

Assalamu'alaikum..

Ini cerita pertamaku.. semoga suka hehe..

Jangan lupa vote dan comment yaaa..

Terima kasih, guys..

follow my instagram @almaliahmalizkasari

Mine [NEW COVER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang