2 - Am I Happy?

73 8 0
                                    


Hari ini adalah hari pertama Dara sekolah. Ibunya sangat sibuk menyiapkan sarapan pagi karena mengingat keluarganya yang harus membiasakan sarapan sebelum mulai aktivitas. Mela memang seorang ibu yang perhatian dan cekatan soal mengurus keperluan rumah tangga.

Bahkan keperluan sekolah Dara pun Mela yang menyiapkan. Mela tak bisa memarahi Dara kali ini. Jika ia ngomel kepada Dara karena tidak mau menyiapkan semuanya sendiri, yang ada Dara malah semakin jutek dan tidak mau nurut. Tapi hanya hari pertama saja ibunya akan menyiapkan semuanya. Kedepannya Dara harus mandiri.

Semuanya telah siap duduk di bangku makan masing-masing. Makanan telah disiapkan.

Mela melihat Dara dengan tatapan menyelidik.

"Kamu cuci muka gak tadi?"

"Cuci lah, Bun." jawab Dara sembari menyantap sepotong roti selai cokelat.

"Kok mukanya masih kusut? Awali pagi dengan senyuman, sayang." Sindir Mela sambil menunjukkan senyumnya kepada Dara.

Dara tersenyum paksa demi menuruti perintah ibunya. Sangat menjengkelkan bila sudah disuruh seperti itu. Karena orangtuanya tahu Dara paling tidak suka jika tersenyum tanpa ada hal yang memaksanya untuk tersenyum.

"Dihabiskan susunya. Mubadzir." titah Feri kepada Dara.

"Iya, ayah."

Feri melirik jam di tangannya, "Udah jam segini. Ayo berangkat Dara."

"Sama ayah?"

"Sama Bara."

Dara menepuk jidatnya. Ia lupa bahwa hari ini ia diantar oleh Juna. Argh! Sial, mengapa tetap dengannya? Tidak bisakah dengan orang lain? Ingin marah rasanya.

Dara dan ayahnya keluar rumah, sementara Juna sudah menunggu cukup lama di depan rumah Dara dengan bersandar di samping mobilnya.

Dara memperhatikan Juna dari kejauhan. Juna menoleh ke arah Dara. Kini mereka saling bertatapan satu sama lain walau dari kejauhan. Juna berjalan menghampiri Dara dan Feri. Juna sekejap menatap Dara dengan sinis, lalu tersenyum kepada Feri. Dara sangat benci melihat tatapan Juna jika sudah seperti itu.

"Selamat pagi, Oom."

"Pagi, Bara. Kalian sebaiknya segera berangkat. Titip Dara, ya. Awas digigit!"

Dara kesal, "Apaan sih. Ayah lebay deh."

"Iya, Oom. Kita duluan ya."

Dara terlebih dulu masuk mobil Juna. Disusul oleh Juna yang berlari kecil menghampiri mobilnya.

Tatapan Dara selalu lurus ke arah jalan atau menatap kaca pintu sebelah kiri. Begitupun dengan Juna. Keduanya seperti bermusuhan. Sebelum ada yang memulai berbicara, Juna tak akan buka mulutnya. Ia memang lelaki yang sangat jutek.

"Lo mau sok sok-an anterin gue? Emang tau sekolah gue dimana?" sindir Dara.

"SMA Pertiwi." Jawab Juna datar tanpa melirik Dara.

"Dari bunda, kan?"

"Bunda gue."

"Iya bunda lo tau dari bunda gue, ya kan?"

"Serah." Juna kembali fokus mengendarai mobilnya.

Juna betul-betul tak berubah. Sedari SD sikap juteknya yang sangat Dara benci. Jadi laki-laki tidak ada lembut-lembutnya terhadap perempuan.

"Lo gak takut telat apa?"

Satu alis Juna terangkat, "Telat kenapa?"

"Gara-gara nganter ke sekolah gue dulu."

Mine [NEW COVER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang