[11] Rumit yang Membelenggu

1K 69 3
                                    

Bagian Sebelas

"Kenapa ya susah rasanya bagi gue untuk sekadar ngga peduli lagi dengan lo? Seberapapun lo nyebelinnya, gue sialnya juga masih peduli." - TF

"Kadang hidup memang selucu itu, gue ngga mau tetap aja dipaksa. Lucu sekali." - Arsya.

SELAMAT DATANG KEMBALI DI CERITA DETAK MEMORI 💓

Selamat bertemu dengan jajaran pelajar Bibang ngga ada matinya 🎉🎉

-Detak Memori-

ARSYA benar-benar benci terjebak dalam situasi seperti ini. Duduk berhadapan dengan Kharel pada satu meja, tanpa sedikitpun obrolan, hanya hening ditengah ramainya suasana ballroom hotel yang dijadikan sebagai tempat.

Sangat benci kalau perlu.

Pencitraan disana-sini, masa bodoh dari tadi Arsya hanya tersenyum miring sembari menyesap minumannya melihat bagaimana cara Kharel menyapa para kolega bisnisnya. Ayahnya itu memang betulan aktor yang handal, Arsya menggelengkan kepalanya kecil sembari mengulum tawa mirisnya.

"Malam, Gregory." Arsya hanya mengangkat satu alisnya begitu melihat seorang pria berbadan tegap dengan manik mata kopi menyapa Kharel dengan akrabnya.

"Malam, Lucien."

Arsya mendecih pelan begitu melihat Ayahnya menatapnya sekilas mengatakannya agar menyapa rekannya itu. Bangkit berdiri membuatnya mengulas senyum tipisnya pada pria berambut blonde itu.

"Oh, is that your son? Gregorius Arsya? Dia benar-benar mirip denganmu, Kharel."

Kharel tersenyum menanggapinya yang membuat Arsya mencibir dalam hatinya. Iyalah mirip, namanya juga gue anaknya. Heran.

"100 percent sure," balas Arsya ringan yang membuat Kharel tersenyum tipis sementara Lucien tertawa mendengarnya.

"Kamu benar-benar mirip ayahmu," kekehnya dengan suara beratnya. "Ah, iya, kenalkan ini Estella, putri saya."

Arsya hanya mengangkat alisnya menatap gadis cantik dihadapannya yang mempunyai mata berwarna biru cerah dan rambutnya yang pirang alami, kulitnya putih halus. Cantik. Tapi bagi Arsya tidak ada yang spesial dari senyum menawan gadis itu.

Melihat Arsya hanya diam saja membuat Kharel berdecak pelan yang membuat Arsya menghela napasnya pelan. "Gregorius Arsya, nice too meet you princess," balasnya kalem yang membuat Kharel melotot dan Estella yang tersenyum manis menjabat tangan Arsya.

"Estella Stephanie," balasnya dengan suara lembutnya sembari tersenyum manis.

Melihat interaksi keduanya membuat Lucien berdeham kecil hingga membuat Kharel tertawa mengajak mereka untuk duduk dimejanya dengan Arsya tadi. Duduk berhadapan.

Oh, shit. Makin benci saja Arsya terjebak dalam suasana seperti ini.

Bukan sekali ini dia duduk berhadapan dengan kolega Kharel dan putri mereka. Alasan klise yang membuat Arsya muak, perjodohan karena bisnis. Demi apa pun Arsya rasanya benci. Sangat. Sangat.

"Bagaimana menurutmu, Kharel?"

Arsya hanya memutar bola matanya malas. Diam-diam mengeluarkan ponselnya dari saku jasnya. Mengetikan pesan singkat pada grup chatnya dengan Harris dan Damar.

Detak memoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang