[08] Terjebak Luka dengan Tawa

1.2K 89 82
                                    

Bagian delapan
•Terjebak Luka dengan Tawa•

"Gue capek. Mau sampai kapan lo gini?" - Arsya.

"Gue benci. Benci kejebak luka yang sama ke elo." - Tara.

"Kalau tugas lo emang bikin gue kecewa, ngga papa. Karena itu berarti tugas gue bikin dia bahagia." - Agen K.

"Kamu tau apa yang paling sulit selain patah hati? Di tinggal saat lagi sayang-sayangnya. Itu lebih sulit." - Natchadiary

-Detak Memori-

TARA melangkah sendirian. Nael memang menyebalkan pagi ini. Dengan sengaja Kakaknya yang satu itu membangunkannya pagi sekali dan mengajaknya berangkat sekolah. Ada urusan katanya, alasan klise. Tara tau sebenarnya Nael hanya ingin menjemput Tere dan mengerjainya.

"Ih ngapain coba pagi gini udah nyasar di sekolah aja gue. Nael emang kampret."

Bisa saja sebenarnya Tara menghindari kakaknya itu, tapi Nael memang sudah dari sananya menyebalkan. Cowok itu terus saja memaksanya dengan berbagai alasan dan bujukan. Salah satunya dia enggan membantu mengerjakan PR fisika Tara.

Hell, Tara benci pelajaran yang satu itu.

Tara memang sangat benci dengan permainan angka. Macam fisika, kimia, dan matematika. Karena fisika juga Tara menjadi makin dekat dengan dia.

Dia yang mampu begitu mudahnya mengolah ragam rumus itu dengan baik dan menemukan segala pertanyaan yang ditujukan oleh tugas dari Mrs. Dian selama ini.

Jelas keduanya makin dekat, karena Tara pasti akan selalu mendatanginya jika kesulitan fisika ketimbang mendatangi kakaknya. Cara Arsya mengajarinya itu seolah di buat santai dan nyaman, Tara betah saja.

"Tar, lo apaan sih, mikirin dia lagi dia lagi." Ditepuknya pelan keningnya karena bayangan Arsya begitu saja muncul dalam benaknya.

Menguak luka kembali yang membuat nya merasa sesak dan kesulitan bernapas. Perih, dan sakit, tapi kenapa dia begitu senang mengulangi semua hal itu.

"Kalau masih suka ya tinggal bilang, gengsi amat jadi cewek."

Tara membulat mendengar kalimat itu. Dia meringis pelan ketika merasakan seseorang menabrak bahunya dari arah belakangnya dengan sengaja dan mengatakan hal itu dengan sengaja pula.

Sengaja meledek hatinya yang menjerit sakit sekarang rasanya.

"Lo jangan sok tau kenapa?!" Jeritnya dengan kesal kearah sosok Arsya yang mengulas senyum tengilnya ke arahnya. Cowok itu berjalan dengan menghadap ke arahnya.

Sebenarnya Arsya sudah sejak tadi berada di warung dekat sekolah. Melihat Nael membonceng Tara, pagi-pagi begini. Tentu saja dia mengikuti Tara kemudian.

Arsya tersenyum miring ke arahnya. "Oh, gue ngga sok tau kalau soal lo. Gue tau lo, Tar. Kapan berubah? Turunin gengsi lo?" tanyanya. Tatapan jahilnya yang semula sudah berubah sendu saja kearah Tara.

"Turunin gengsi lo kata? LO SADAR NGGA SIH SAT?!"

Mendengar seruan keras Tara barusan membuat Arsya tersentak karenanya. Dia lalu mencoba mengulas wajah tenangnya. "Ya, terus aja maki gue, bilang gue bangsat. Emang faktanya gitu," ujarnya serius. "Lo mau sampai kapan mau kayak gini? Mau lo apa sih, Tar?" tanyanya frustasi sembari menghadang langkah Tara.

Cewek berambut cokelat itu mendengus kesal karenanya. Menahan mati-matian air matanya yang sudah mengumpul di pelupuk matanya.

DIA BENCI DENGAN ARSYA.

Detak memoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang