[13] Bukan Setara

1K 82 37
                                    

Bagian Tiga Belas

“Bentar deh, lo ngomong pakai bahasa apaan sih? Kok yang gue tau lo cuma lagi ngomong bullshit doang ya?” — Tara Felicia.


Halo, ini Natchadiary. Maaf ya atas keterlambatan updatenya :)

But, enjoy dengan mereka kembali ♥

Selamat datang di BIBANG 💌



-DETAK MEMORI-

JALAN berdua dengan Tara mungkin adalah hal yang rasanya mustahil bagi Kenzie selama ini. Padahal Tara sebenarnya ngga jauh... tapi ya ngga deket juga, oksigen mereka masih sama, juga hampir tiap hari ketemu. Tapi Kenzie rasa... Tara memang sejauh itu.

Tapi tidak untuk kali ini, dia sangat dekat dengan Tara. Duduk berdua di atas kap mobilnya dengan santai sembari menikmati pemandangan pantai dimalam hari. Klise abis kayak sinetron memang, tapi Kenzie suka aja sih kalau sama Tara.

Keduanya hanya terdiam, atau lebih tepatnya Kenzie yang membiarkan Tara larut pada pemikirannya. Gadis itu jelas sedari tadi hanya diam dengan pikiran menerawangnya. Kenzie sebenarnya benci melihat Tara sekecewa ini hanya karena kakak kelasnya.

“Tar...”

Tara menoleh kearahnya melemparkan tatapan herannya. “Hn?”

Hanya diberikan tatapan polos begitu saja Kenzie rasanya sudah meleleh dengan rasa hangat yang mengaliri hatinya begitu melihat tatapan Tara yang mengarah ke arahnya. Dia jadi mengaruk tengkuknya salah tingkah.

“Lo... sedih?”


Detik selanjutnya Kenzie jadi merutuk pelan. Kenapa justru pertanyaan basi yang dia lontarkan. Tara tentu akan mengatakan tidak, walaupun jelas mata gadis itu terlihat menyendu dan dia Tara— gadis cerewet yang biasanya bawel dan tidak bisa diam mendadak jadi bungkam, jelas mood Tara tengah kurang baik.

“Apasih.” Tara tertawa kecil. Jelas berusaha ceria yang membuat Kenzie makin merutuk. “As you can see, Zie. I’m fine. Seriously.”

“Jangan bohong.” Kenzie menggeleng. “Lo kelihatan lagi kecewa... I mean.”

“Lo ngga setau itu tentang gue, Zie.” Tara menatap debur ombak beberapa meter didepannya dengan tatapan menerawangnya. “You don’t know me.”

Kenzie terdiam, lantas pemuda itu mengulas senyumannya. “Fine then, anggap gue ngga tau, Tar. Tapi biarin gue belajar buat mengerti lo,” balasnya kalem yang membuat Tara refleks menoleh.

“Zie.” Tara menggeleng. “Jangan terlalu ngebahayain diri lo sendiri dengan kayak gitu.”

Stop menginterupsi gue, Tara.” Kenzie masih saja mengulas senyumannya. “Gue tau kapan saatnya untuk berhenti, but not now. Gue masih ingin berjuang buat lo.”

Tara jelas terdiam karenanya. Kenzie baginya adalah hal yang baru. Sifat ceria dan pantang menyerahnya membuat Tara tak habis pikir dengan adik kelasnya itu. Lagi, Kenzie selalu blak-blakan mengenai perasaannya yang membuat Tara selalu terkejut karenanya.

Tara menunduk lantas tertawa miris. “You deserve better, Zie. Jangan gini...” ujarnya lirih. “Zie, seriously.”

Kenzie justru tertawa kecil, menepuk puncak kepala Tara dengan lembut membuat gadis itu melotot kaget. “Jangan serius-serius banget elah, sans saja kali, Tar.” Kenzie terus saja tersenyum. “I mean ngga secepat itu, cukup anggap gue temen lo dulu kalau lo ngga nyaman.”

Detak memoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang