[17] Menyadari Peran, Perasaan, dan Luka

844 49 18
                                    



“Gue heran, bener-bener heran. Kenapa dari semua manusia yang ada di bumi, cuma elo yang bisa ngebuat gue jatuh begini? Sebanyak apapun usaha gue buat melupakan elo, semuanya kembali lagi. Ke awal, seakan-akan gue pulang.” — Tara Felicia




“Gue bisa bohong, bilang gue ngga papa ngelihat lo berdua dengan dia tertawa bersama. Tapi, hati gue tetap ngga bisa bohong, rasanya sakit.” Avalonia

“Teruntuk kamu disana, semoga kamu bahagia ya menemukan kepingan kamu yang lain, ya, walaupun aku pernah berharap kamu hanya singgah sementara. Hahaha, lucu, aku kejam ya berharap begitu?” Natchadiary

Tapi, aku serius berharap... semoga kamu tetap bahagia ya, M.

DETAK MEMORI UPDATE LAGI, YASHH!!

SEMOGA KALIAN SUKA YA, SELAMAT DATANG LAGI DI CERITA REMAJA BIBANG NGGA ADA MATINYA 🎉🎉

—Detak Memori—

Entah apa yang Tara pikirkan ketika dia tadi berlari begitu saja meraih cardingannya buat membalut kaus hitamnya tadi begitu balasan dari Rumi datang.

arumiayumi
Kenzie tuh sok-sokan, Kak. Katanya mau ke tempat tinju tapi udah lama banget, disuruh pulang ga mau

Tarafelicia
Hah? Kenzie bisa tinju?

arumiayumi
Kak, aku minta maaf ngerepotin Kak Tara tapi, bantuin aku ya, Kak?



Tara bahkan tidak berpikir panjang begitu dia menerima share location dari adik kelasnya yang bernama Rumi itu.

Butuh waktu dua puluh lima menit baginya buat mencapai tempat itu. Hanya sepi yang didapatinya pada tempat itu dari luar, kata Rumi bangunan itu memang milik Kakak Kenzie, kebetulan juga tadi tutup lebih awal karena kakaknya tengah ada urusan.

“Zie, zie. Ada-ada aja sih lo,” omel Tara pelan sembari menatap gedung yang dimaksud oleh Rumi tadi.

Gadis berambut cokelat itu lantas melangkah mendekat, mendorong pintu masuk yang beruntungnya tidak dikunci lantas melangkah mengikuti suara pukulan yang jadi terdengar menggema disana. Tara mendekat.

Dibukanya pintu kaca menuju ruangan luas itu, disana nampak pemuda jangkung itu yang tengah brutalnya memukul samsak didepannya.

Tara hanya terdiam ditempatnya, menatap Kenzie yang terus-terusan melayangkan tinjunya seakan pemuda itu tengah menyalurkan emosinya. Padahal wajahnya sudah bercucuran keringat, dan Tara melihat samar kedua tangan Kenzie bahkan memerah.





“Zie!”



Teriakannya yang cetar jelas saja mampu didengar Kenzie hingga pemuda itu menoleh kearahnya dengan alis yang terangkat, mungkin heran menatapnya disana.

“Wah, gue jadi makin halusinasi.” Pemuda itu justru bergumam sendirian yang membuat Tara jadi berdecak, gemas dengan tingkah adik kelasnya itu.

Melihat Kenzie bahkan kembali melanjutkan kegiatannya membuat Tara melangkah mendekat, menepuk bahu Kenzie dengan sebalnya.

“Lo tuh kenapa sih?!”


Kenzie jadi mengerjap karenanya, sadar jika sosok gadis berambut cokelat didepannya itu memang nyata— bukan sekedar imajinasinya yang melampaui batas. Gadis itu memang Tara.

Detak memoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang