5

26 4 0
                                    

Bibir Anin kelu. Tubuhnya bahkan tidak bisa bergerak sama sekali. Mati gue.

Ini benar-benar akhir dari hidupnya.

"Bapak Rayan?" Tanya Anin memastikan. Saat matanya menatap wajah pria yang tidak berprikemanusiaan itu, sedetik kemudian ia tahu bahwa wajah itu milik atasannya. Bos dikantornya.

Tidak ada jawaban. Benar, pria itu bosnya. Walaupun saat ini pakaiannya sangat berbeda dari yang biasa Anin lihat di kantor, namun raut wajah itu memang milik bosnya. Pria yang ia hina brengsek itu adalah bos dikantornya. Hancur, dunia Anin menjadi hancur.

"Pak Rayan?" Anin mencoba mendekati mereka. "Pak, lepasin rambut perempuan ini pak." Tangan Anin meraih tangan pak Rayan yang menggenggam erat rambut perempuan malang.

"Brengsek, lepasin tangan lo dari tangan gue! Perempuan jalang ini harus gue habisi. Fuck, Lepas." Bentak pak Rayan. Sorot mata bosnya saat ini sungguh menyeramkan, sangat berbeda dari yang sebelumnya.

Ternyata, sikap wibawa yang ia tunjukkan di kantor hanya topeng belaka? Gila, tabiatnya diluar dari profesinya lebih parah dari Vaya.

"Jangan pak. Saya mohon jangan ada kekerasan disini."

"Nggak ada urusannya sama lo!" Pria itu menatap kembali perempuan malang yang tersungkur dibawahnya. "Apa lo bangsat liat gue?! Abis lo malam ini!"

Anin dibuat merinding oleh perkataan bosnya tersebut. Ini bosnya kerja sambilan jadi pembunuh bayaran apa gimana sih?!

"Saya akan menelepon pak Niko sekarang." Anin mengambil handphonenya dan segera menelepon sekretaris bosnya.

"Halo pak Niko. Saya Anindira, pak. Mohon maaf, saya nggak sengaja bertemu dengan pak Rayan dan sekarang saya sedang berada di Lucy bersama pak Rayan. Bapak harus kesini secepatnya. Pak, situasinya gawat pak, Ga..." Anin yang sedang berkata dengan kecepatan cahaya kepada pak Niko, seketika handphonenya diambil paksa oleh pak Rayan yang sudah terbakar emosi.

"Pak kembalikan handphone saya." Tanpa mendengarkan perkataan Anin, handphonenya dimasukkan ke kantung jaket yang sedang pak Rayan gunakan sekarang.

"Siapa lo? Kenapa lo kenal si sialan Niko?"

What? Ya Lord, ada apa dengan bosnya?

Ia sudah dibuat tercengang dua kali. Ketiga kali bisa dapet mobil nih.

Anin cukup sabar memaklumi sikap kasar pak Rayan, namun sekarang pak Rayan lupa akan dirinya? Padahal tadi sore mereka berpapasan saat pulang kerja. Wah gila, bosnya lagi acting amnesia?

"Saya Anindira, Karyawan di kantor bapak." Ucap Anin lantang dengan sedikit berteriak. "Jadi, mohon lepaskan perempuan itu, dan mohon selesaikan secara baik-baik tanpa menggunakan kekerasan."

Tidak lama setelah Anin menelepon pak Niko, laki-laki itu sudah berada didekatnya dengan membawa beberapa orang berbadan besar seperti pemain tinju yang mengelilingi mereka. Pak Niko mengambil alih perdebatan yang telah terjadi sebelumnya antara Anin dan pak Rayan.

Pria-pria berbadan besar itu menarik kasar perempuan yang tersungkur di kaki pak Rayan. Tindakan berteriak yang dilakukan perempuan itu, membuat salah satu pria berbadan besar menyumbat mulut perempuan itu secara paksa menggunakan sapu tangan tebal.

"Aldric, akan saya urus masalah ini. Cepat kamu keluar dari tempat ini." Ucap pak Niko dingin penuh ancaman.

Aldric? Who's Aldric? Bosnya? Anin yang melihat interaksi antara bos dan sekretarisnya, membuat kepalanya menjadi pening. Ia ingin segera keluar dari keadaan ini. Otak, mulut, dan perasaannya sudah lelah menanggapi serangan pedas dari bosnya tadi.

DUOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang