14

16 2 0
                                    

Kali pertama Anin mengikuti rapat besar untuk proyek yang akan dikerjaan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Hari ini ia berpakaian sangat rapih dari biasanya. Dirinya menggunakan rok sepan dibawah lutut dan baju blouse biru cerah, oleh karena itu hari ini ia tidak membawa motor matic kesayangannya dan akhirnya ia bersikeras memohon kepada Athallah untuk mengantarnya menuju kantor sambil sibuk menata rambutnya yang akan ia gerai.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi dan semua orang yang mengikuti rapat sudah berkumpul bersama diruang rapat. Semua pegawai yang mengikuti rapat kini tidak sabar menunggu pak Rayan selaku direktur untuk segera datang dan memimpin rapat proyek. Begitu juga dengan Anin yang tidak sabar untuk memberitahukan peristiwa kemarin saat ia menjadi korban penculikkan oleh Aldric.

Tak lama kemudian, sesosok yang sedang di tunggu-tunggu akhirnya memasuki ruangan bersama sekretaris yang selalu menemaninya. Pandangan penuh arti dari kedua mata Anin tidak pernah terlepas dari bosnya, hingga pak Rayan menatap balik ke arah Anin dengan risih.

"Sebelum memulai rapat, ada yang ingin kamu tanyakan terlebih dulu, Anindira?"

Wah luar biasanya, ternyata si bos peka banget. Apa jangan-jangan dia bisa baca batin manusia juga?

"Apakah saya boleh bertanya disini?" Anin mengedipkan mata beberapa kali, seolah memberitahu bahwa hal yang ingin ia sampaikan jauh dari pekerjaan.

Pak Rayan yang menyadari isyarat tersebut langsung berdeham dan menggaruk tekuk lehernya yang tidak gatal. "Tidak. Saya tidak punya waktu untuk mendengar pertanyaanmu. Baiklah, kita mulai rapat proyek resorts baru di Surabaya."

Rapat berjalan cukup lama, lebih dari 2 jam. Selama rapat, kami terus membahas setiap step yang akan dilakukan untuk mengerjakan proyek resorts di Surabaya. Ada banyak hal yang akan kami kerjakan, merombak desain baru resorts, membalikkan nama, memenangkan tender, mencari tim editing serta tim promosi resorts dan sebagainya.

"Untuk proyek resorts ini, kita kekurangan tim editing dan tim promosi. Content creator kita sedang sibuk menyelesaikan proyek di Malaysia. Mungkin dari kalian ada usulan untuk memperkerjakan content creator yang baru?"

Hening. Tidak ada usulan yang diberikan kepada pak Rayan. Otak Anin sibuk memikirkan sesuatu, ia baru menyadari kalau abangnya juga seorang content creator. Tanpa sadar, Anin membuka suara.

"Saya punya kenalan yang bekerja di bidang content creator pak."

"Baik kalau begitu. Jika Anindira ataupun kalian di sini yang memiliki kenalan dibidang content creator, tolong segera di bawa ke kantor untuk segera di interview. Lalu untuk tim desain, tolong segera bisa menyelesaikan desain kasar satu minggu dari sekarang."

"Baik pak." Ucap kami serempak.

"Jika tidak ada yang ingin ditanyakan, saya anggap rapat ini selesai. Kalian bisa kembali bekerja dan jangan lupa untuk mengerjakan dengan baik job desk yang sudah didiskusikan. Terima kasih."

Anin sibuk merapihkan kembali catatan dan alat tulis yang ia bawa sambil mendengar para pegawai yang mengeluh kelaparan dan rencana untuk makan siang. Seperti halnya mereka, Anin sudah tidak sabar untuk membeli soto daging langganan Nila, karena siang ini ia sudah janji untuk makan bersama tim divisinya.

"Anindira, setelah istirahat kamu bisa segera datang ke ruangan saya." Pinta pak Rayan kepada Anin.

"Baik pak. Saya permisi untuk istirahat pak." Anin melangkah menjauhi bosnya dan segera menuju ke lantai kerjanya.

Siang ini Anin sudah memiliki janji dengan teman divisinya untuk bisa makan siang bersama di cafetaria kantor—Biasanya Anin hanya makan bersama dengan Nila, Riri, dan mbak Vero karena para lelaki akan makan diluar kantor demi mencari tempat makan yang murah namun sekaligus bisa cuci mata. Tetapi siang ini kami istirahat bersama karena Riri mendadak memberikan rekomendasi makanan katsu enak di cafetaria kantor.

DUOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang