9

18 3 0
                                    

Sepeda motor Anin sudah terparkir di garasi rumahnya. Ia berjalan cepat untuk memasuki rumah. Anin tidak bisa membendung lagi rasa rindu terhadap Ayahnya yang saat ini sudah berada di rumah.

"Yah?" Ucap Anin pertama kali melangkah memasuki rumah. Matanya menelusuri seluruh ruangan di rumah dengan tangannya yang sibuk menaruh semua barang yang ia bawa ke meja ruang tamu. "Yah." Ujar Anin lagi dengan menaikan 2 oktaf pada suaranya.

"Kalau pulang tuh salam dulu, serampangan banget jadi orang." Protes Athallah dari ruang dapur.

"Ngaca please." Balas Anin judes. "Tumben bang udah pulang? Ayah mana?"

Anin melihat Athallah yang sedang sibuk memasak makanan untuk makan malam mereka. Athallah memang bisa di andalkan jika sudah berurusan dengan dedapuran. Bukan berarti dirinya tidak bisa memasak, Anin sangat bisa memasak, skill memasak yang ia miliki sebelas dua belas seperti Athallah. Akan tetapi ia setuju bahwa rasa masakannya tidak seenak masakan Athallah. Entah mengapa, setiap masakan yang di masak oleh abangnya itu sangat lezat jika sudah masuk ke mulut. Tangannya seperti tangan koki terkenal.

"Kerjaan gue udah beres. Ayah di belakang, lagi kasih makan ikan."

Tanpa membalas ucapan Athallah, Anin berjalan menuju belakang rumahnya, tempat ayahnya berada.

"Ayaaaah." Teriak Anin dengan senyum sumringah yang menghiasi wajahnya. Ayah yang sedang memberikan makan ikan terkejut mendengar teriakan anak perempuan semata wayangnya.

"kecilin suara kamu Dira."

Anin hanya menyeringai. "Sehat-sehat kan, Yah? Ayah apa kabar?"

"Baik dong, lihat nih badan Ayah seger gini." Tutur Ayah dengan membusungkan dada. "Sejak Ayah nggak ada di rumah, siapa yang kasih makan ikan-ikan kesayangan Ayah, Dir? Kok mereka jadi kurus-kurus begini." Ayah meratapi ikan-ikan yang sedang mangap-mangap mengambil makanan di atas permukaan.

Putus asa banget gue, sebagai anak kalah sama ikan.

"Ih Ayah, masa lebih perhatian sama ikan peliharaan dibandingkan sama Dira."

Ayah hanya tertawa. Ia meletakkan toples berisi makanan ikan di sudut kolam dan merangkul Anin menuju ke dalam rumah. "Bagaimana kabar kamu?"

"Dira baik-baik aja, sehat wal afiat. Bang Atha dan Gama selalu nggak absen kasih Dira vitamin kesehatan Yah, sampai bosen makannya."

"Bagus dong. Apa kabar teman-temanmu, Dir? Nama gengnya apa? Duh Ayah lupa."

"Ilmuminati, Ayah."

"Nah, ajak mereka main kesini. Biar rumah tambah rame Dir."

"Okidoki, nanti Dira kasih tahu mereka kalau Ayah minta mereka untuk berkunjung."

"Ayah, Dira, makan malamnya sudah siap." Teriak Athallah dari ruang dapur.

"Iya, makasih bibi." Balas Anin cekikikan dengan dibalas pukulan pelan dari sang Ayah.

"Dia abangmu. Jangan buat ribut, Dira." Ingat Ayah, namun peringatan itu hanya dibalas Anin dengan tertawa. Ayahnya tidak tahu saja, kalau ia tidak ada di rumah, abangnya selalu menyiksa Anin.

Mereka duduk bersama di meja makan. Ayam goreng, cap cay, dan bihun goreng sudah tersaji cantik dimeja makan.

"Woah, dasyat banget menu hari ini." Anin mengacungkan jempol kearah abangnya sembari membantu meletakkan nasi ke piring mereka dan menyiapkan minuman.

"As always masakan gue selalu dasyat." Puji dirinya sendiri.

"Abang buka restoran aja daripada jadi content creator. Kayaknya lebih menguntungkan." Goda Anin yang disetujui oleh Ayahnya.

DUOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang