Sepanjang waktu berjalan, percakapan kakak-adik itu mengalir cukup baik. Yu Ri sedikit terkejut karena Yoong sama sekali tidak menyentuh topik masa lalu mereka.
5 tahun lalu saat Yu Ri sadar akan keterlambatannya, dia menyesali apa yang belum sempat dia katakan pada Sooyeon, bahkan kini satu nama itu menjadi penyebab semua sakit yang dia tanggung.
YuRi tidak menyesal merelakan gadis yang akhirnya dia akui dia cintai pada Yoong, tapi YuRi tidak bisa berhenti mengutuk diri sendiri karena caranya salah, dia membiarkan Sooyeon menatap punggungnya yang menjauh tanpa kejelasan
dan sepanjang tahun yang YuRi anggap penyembuhan diri itu, sedetik pun dia tidak berhenti memikirkan Sooyeon, bahkan tanpa tahu apa yang sebenarnya memenuhi kepalanya, jauh dalam hatinya dia masih bertanya-tanya perihal apa dan mengapa orang yang disebut Sooyeon itu begitu melukai hatinya.
Mimpi buruk itu datang sejak dia terbangun dari tidurnya, namun saat itu bagi YuRi seolah dunia tidak pernah ada sebelumnya, orang-orang dihadapannya menjadi asing, suara tangis mereka seperti pernah terdengar sebelumnya dan samar yang dia ingat adalah Sooyeon.
Kepalanya tidak berhenti berdenyut sejak saat itu, dari sekian banyak yang orang bicarakan adalah trauma, YuRi mengalami trauma parah dikepalanya, sebagian ingatan dari hidupnya hilang, YuRi tidak lagi mengenal wajahnya sendiri, menatap sosoknya dicermin tidak ada yang dia lihat selain pantulan kesedihannya.
"Hyung. " YuRi berbalik, dia sedang memastikan sudah memasukan semua barangnya ke koper.
Yoong datang menenteng kardus karton coklat yang dia lihat begitu familiar, Yoong lalu duduk di bibir ranjang, membuka kotak coklat itu.
YuRi menatapnya aneh, tapi bergabung duduk disamping adiknya itu.
"Aku senang ingatanmu kembali. " Yoong tersenyum.
"Kau datang kesini hanya untuk mengatakan itu? " YuRi tertawa kecil lalu beranjak dan melanjutkan aktivitasnya.
Yoong menghela nafas kemudian menghampiri YuRi menyerahkan sebuah diari putih berlabel nama Im Yoong
YuRi lagi-lagi menatap Yoong penuh tanya, setahunya diari ini adalah benda yang tidak pernah Yoong perlihatkan isinya pada orang lain, apa lagi memberikannya.
"Ambil saja, siapa tahu di Jerman kau tidak ada teman mengobrol, kau bisa menuliskannya disini." YuRi tidak melihat apapun kecuali binar aneh dimata adiknya.
YuRi mengambil diari itu dari tangan Yoong, dia membuat dirinya nyaman dengan duduk di meja kerjanya membuka halaman pertama, tidak ada yang tertulis disitu selain sebuah nama yang membuat Yuri lagi-lagi sudah lebih dulu mengucurkan air mata.
"Jung Sooyeon, siapa kau sebenarnya?"
***
Jessica mengetuk-ngetukan heels-nya ke trotoar, 15 menit waktunya habis menunggu Tyler, dia bukan orang yang suka menunggu apalagi yang dia tahu pria itu hanya mengulur-ngulur waktu untuk menyiapkan kalimat yang akan dia ucapkan nanti. Tyler dan keperfeksionisannya yang membuat Jessica terganggu.
Hubungan mereka tidak dimulai dengan baik atau sebaliknya, jika Jessica mengingat malam itu, dia tidak akan menyesal, tidak ada yang akan dia sesali.
"Tyler Lee, si playboy tampan kaya raya itu? Aku akan menikahinya? " Jessica mendengus tak percaya apa yang ayahnya katakan.
Hari minggu seharusnya menjadi waktu yang terbaik melepaskan semua beban pekerjaannya, hidup dibawah sorotan media bukan perkara mudah, satu gerakan saja salah dunia seolah menoleh padanya, dan siang ini ayahnya datang dengan amplop berisi kontrak pernikahan. Masih belum puaskah pria tua itu menumpuk kekayaan.