"Tetaplah disampingku, Sooyeon."
Save my life, save me.
Tidak mudah bagi Yuri, melihat sisi lain dari Jessica yang membuat hatinya hancur berantakan, melihatnya begitu lemah dan menangis.
Bukan hanya sekali, Jessica sudah hampir selesai menuangkan seluruh isi hatinya, dan Yuri bertanggung jawab akan hal itu, dia tahu semuanya, "Yuri" yang selalu disebut Jessica saat dia marah, saat dia meneteskan air matanya, "Yuri" sang antagonis dalam kisah Jessica.
Sayangnya bagi Yuri, kisah Jessica hanya potongan memori yang tidak dia ingat. Jadi cukup sampai disitu, Yuri tidak menemukan alasan untuk meminta maaf, bahkan dengan penyesalan yang membebaninya, Yuri tahu, bukan maaf yang Jessica butuhkan.
Dan sekarang, bukan maksudnya memperbaiki hubungan dengan Jessica, bukan maksudnya mencegah Jessica terus berbicara dan membuat rasa bersalahnya semakin besar, bukan juga maksudnya membuat Jessica kembali mencintainya.
Sekarang saatnya menuntaskan perihal Sooyeon dan Yuri 5 tahun lalu, dan menggantikannya dengan Jessica dan Yuri yang cukup dewasa untuk tidak lari dari kenyataan.
"Tetaplah disampingku, Jessica."
Isakan tangis Jessica terhenti, tapi Yuri masih mendekapnya, serius dengan apa yang baru saja dia katakan.
Bukan lagi Sooyeon, tapi Jessica, perempuan dingin, angkuh dan keras kepala yang mencuri hatinya sejak saat malam pengangkatannya sebagai CEO.
Jessica bergerak, berusaha melepaskan dekapan Yuri dari tubuhnya, tapi seeprtinya pria ini belum berniat melakukan hal yang sama, sebaliknya Yuri menarik Jessica lagi kepelukannya yang lebih erat.
"Hanya jika, jika kau cukup mencintaiku hingga kau membenciku, jangan pergi." bisiknya lirih si telinga Jessica.
"Yuri, lepas."
Yuri mendesau, melepaskan pelukannya dengan berat hati, mengharapkan punggung Jessica yang melenggang pergi, tapi tidak.
"Bicara apa kau." ucap Jessica getir
"Tetaplah bersamaku, balaskan dendammu, buat aku merasakan apa yang kau rasakan, just—" nafasnya tercekat. "stay with me, cause i'm dying."
Kepala Yuri tergantung rendah, siap dengan segala resiko setelah isi hatinya terutarakan. Dia tidak peduli jika Jessica memandangnya sebagai laki-laki cengeng, setidaknya jika permainan saling memanfaatkan antara dirinya dan Jessica berhenti, harga dirinya akan kembali terbayarkan.
"Beritahu aku alasan kenapa aku harus berada disampingmu."
"Aku, membutuhkanmu."
'Tunggulah sebentar lagi, biar kusingkirkan rasa sakitmu, tapi sekali ini saja, biarkan aku tetap berada disampingmu, Jessica'
Manis dan lembut, tulus dan menyenangkan, Yuri tidak bisa menggambarkan bagaimana rasanya menyentuh bibir Jessica setelah pengakuannya, tubuhnya menuntun Jessica untuk duduk di meja kerjanya, memperdalam ciumannya.
Tepat ketika Yuri akan melepas ciumannya, Jessica melingkarkan tangannya di leher Yuri, menariknya kembali kedalam ciuman, sore itu di kantor Yuri, dengan orang yang sama, mereka berdua menyerah.
Yuri tersenyum di antara ciuman mereka, jika bukan karena manusia membutuhkan oksigen, Yuri enggan melepaskan pangutan Jessica.
'Say it Yuri, say it first'
"I love you"
Jessica terdiam, dia sempat berharap, tapi tidak pernah menduga Yuri mengatakannya sekarang. Dengan wajahnya yang memerah Jessica memeluk Yuri, menyembunyikan wajahya diantara ceruk leher Yuri.
"Sica, aku mencintaimu."
Jessica melepas pelukannya, mengantinya dengan tatapan bertanya.
"Sica?" ucapnya.
Yuri mengangguk. "Hmmm, Sica."
Jessica tersenyum memukul pundak Yuri, membuat jalan unduk turun dari meja, hendak berjalan keluar dari kantor Yuri.
"Sica, ayo kita pulang." ajak Yuri.
Jessica berbalik. "Kita?"
Yuri lagi-lagi mengangguk lalu memberi gestur menunjuk dirinya dan Jessica "Kau dan aku."
"Oke?"
Tanpa aba-aba Yuri menarik tangan Jessica untuk keluar, tapi kini giliran Jessica yang berhenti,membuat Yuri berbalik.
Jessica mengigit bibirnya. "Paparazzi."
"Kenapa mereka?" tanya Yuri.
"Kau tahu, berita tunaganku itu, semua orang sudah tahu, jadi jika sekarang kau dan aku keluar bersama mere—" ucapan Jessica terpotong.
"Ah, kau benar, kalau begitu temui aku nanti"
***
Flashback
"Sejak kapan kau ingat semuanya, Yuri?"
Yuri menyandarkan tubuhnya di sofa, tangannya mengusap cangkir latte yang dia pegang.
"Aku tidak mengingat apapun, aku hanya tahu Jessica bukan Sooyeon, dia berubah." ucapnya.
"Jadi, itukah alasanmu melindunginya? kau tahu Yuri, jalan yang kau pilih tidak akan mudah." ujar Taeyeon.
"Kau masih bisa melangkah mundur." tambahnya.
"Aku tidak berniat melakukannya."
"kau mencintainya? bagaimana dengan phobiamu?" tanya Taeyeon.
"Sunny bilang, satu-satunya cara menghilangkan phobia adalah menghadapinya, aku pikir tidak ada salahnya aku mencoba." Yuri tersenyum.
"Jadi, apa rencanamu?"
"Hancurkan dia."
***
Tbc?
Seneng-seneng dulu aja heheJanlup vote sama komennya
Kenapa wp author gak bisa italic, sama bold yak :"
#updatenyamaksabanget
Typo dimana-mana