"Biar sku ambilkan mainanmu!"
Usianya baru 10 tahun, usia normal bagi anak-anak untuk bermain bahkan jika mereka tidak mempedulikan lingkungan sekitar, orang dewasa tidak bisa berbuat banyak selain menasihati
Kwon Yuri, anak itu mungkin hanya kurang beruntung saja saat mobil mainannya terarah ke ruang kerja ayahnya, tidak banyak yang dia mengerti dari apa yang baru saja dia dengar, tapi rasa penasaran membuatnya memberanikan masuk mendapati sang ibu dan ayahnya berdiri saling berhadapan.
Ibunya menatapnya lalu beralih menatap sang ayah. Kwon Yunho kini menatapnya. Yuri kecil bingung, ini seperti permainan saling menatap tapi dibalik wajah polosnya kejiwaan Yuri tumbuh lebih dewasa dari seharusnya, tatapannya menuntut sang ayah memberi penjelasan.
"Aku akan menenangkan Yoong." Ucap ibu Yuri berlalu meninggalkan ayah dan anak itu sendirian.
Yunho menghampiri Yuri, dia berlutut untuk mensejajarkan tubuhnya menghadapi anaknya yang terlanjur kritis.
"Yuri kamu tahu ayah menyayangi ibumu kamu dan—" Yunho menghela nafasnya lalu melanjutkan. "tentu saja Yoong, karena kita keluarga."
Yuri mengangguk, dia tahu semua itu.
"Yuri kamu lebih dewasa daripada Yoong, jadi kamu harus mengetahui ini, berjanji pada ayah kamu akan melindungi Yoong dan ibumu dimasa depan." Ucap Yunho, dia tidak pernah setulus ini sebelumnya.
Yuri kecil mengangguk lalu mengetukan kakunya ke lantai dengan kesal. "Appa langsung saja." gertaknya.
Yunho kesulitan memulai kalimatnya, walaupun pada akhirnya dia berhasil menyederhanakan semua kalimatnya agar bisa dimengerti Yuri, dia tidak berekspektasi akan reaksi Yuri, anak itu hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Appa wae?"
Yunho hanya terlambat mengetahui bahwa si sulung Yuri mencerna kata-katanya begitu dalam, anak itu tidak menelan bulat-bulat apa yang dikatakan olehnya, Yuri menghafal semua detailnya lalu mengubah seluruh hidupnya.
***
Yuri membalikan tubuhnya ke kanan berusaha mendapatkan posisi terbaik untuk mulai memasuki alam bawah sadarnya tapi nihil tidak bisa lebih dari 5 menit dia menutup matanya dia akan kembali membuka matanya.
Jantungnya berdegup kencang, dahinya berkeringat dan perutnya mual, itu semua yang dia rasakan sejak pesta berakhir tadi malam. Dia bertanya-tanya apakah dia memakan sesuatu yang salah atu seseorang berhasil meracuninya lewat macaron yang dia makan.
'aku terlalu banyak makan macaron'
Sudah cukup, Yuri tidak bisa lagi menahan jantungnya yang berdegup seolah akan lepas dari nadinya, dia memaksa tubuhnya bangun, dengan tergopoh Yuri berjaaln ke toilet dan berakhir di lemari wastafel mencari-cari sesuatu.
Wenxin Granules.
Tidak ada pilihan lain selain menelan beberapa butir sekaligus.
Yuri terengah-engah
"Deja vu." Gumamnya.
***
"Ish pabo-ya!" Tiffany memukul kepalanya dengan botol saus.
Yuri meringis disambut tawa puas mode silent milik Taeyeon. Mereka bertiga memutuskan untuk bertemu di cafe milik Yuri hari ini walaupun Taeyeon mengeluh karena Tiffany memaksanya untuk datang.