Chapter 12 : The kiss

625 95 20
                                    

"Kau tak akan melawanku lagi, Yuri."

Banyak hal yang dia pikirkan, terlalu banyak benang kusut dikepalanya, tentang kenapa dan mengapa. Baru 17 tahun Yuri menikmati kesempatannya hidup, dia tidak pernah bersiap dengan apa-apa yang disebut patah yang berakhir menyakitkan.

Tapi ayahnya, Yunho, benar-benar mengenal Yuri, setidaknya sepertinya begitu.

Hari-hari jadi begitu menakutkan bagi Yunho, Yuri beranjak dewasa, ada saatnya dia jatuh cinta, ada saatnya Yuri ingin berkomitmen, hal biasa, tentu saja, jika Yuri tidak menanggung dosanya dimasa lalu, jika Yuri tak perlu membayar kesalahannya, tapi Yuri, dia hidup di ladang penuh ranjau sedangkan matanya tertutup, satu kesalahan bisa membawanya mendekati kematian, Yunho tidak melakukan apa-apa selain memasang kekang, mencegah Yuri bergerak lebih jauh, mengurungnya di zona ternyaman, menjaganya tetap bernafas, tetap menjadi Yuri yang terlalu berharga jadi penanggung dosa.

"Kenapa? aku pikir aku akhirnya menemuk--" Hanya itu yang bisa dituturkan lidahnya sebelum berhenti tersedak nafasnya sendiri, Yuri terlalu larut dalam imajinasinya bisa bersama Sooyeon, dia tidak bersiap dengan kemungkinan yang mungkin menghalanginya.

Hening, Yunho juga, dia tidak tahu alasan yang pantas untuk menganti kata kekang jadi terdengar lebih baik.

"Apa karena Sooyeon piatu? Apa karena dia tidak kaya raya?, ayah bilang kita bukan orang seperti itu." kata Yuri, dia berdiri mencoba meyakinkan diri sendiri kalau terkadang tidak apa-apa bertanya setelah sekian lama dia selalu menjadi yang pertama menganggukan kepalanya setuju,

"Yuri" Yunho mengikuti Yuri, mencoba mendekati anaknya yang berdiri, terluka. "kau tahu aku tidak melakukannya tanpa alasan, kondisimu, ini bukan saat yang tepat, melupakan Sooyeon adalah yang terbaik."

Laki-laki tidak menangis, tapi Yuri, haruskah dia menyebut dirinya sendiri bukan laki-laki? Karena semakin dia menahan, mendengar kata-kata Yunho cukup untuk membuatnya rela menjatuhkan harga dirinya, menangis karena seorang gadis, yang akhirnya dia tahu, tidak akan pernah dia miliki.

"Tapi-"

"Aku yakin kau tidak bodoh, kau sakit Yuri, kau tidak bisa terus bersama Sooyeon--"

"Adikmu, Yoong menyukai Sooyeon, biarkan dia."

Seperti itu, hanya begitu semuanya jelas bagi Yuri, tidak ada lagi alasan untuknya mengejar Sooyeon.

Di malam yang sama, hatinya kembali hancur melihat gadis yang dia cintai berjalan dibawah salju, tak mempedulikan waktu.

Setengah mati Yuri mengutuk Sooyeon yang selalu datang menemuinya, kembali padanya seletah sekian bayak luka yang dia berikan untuknya, setelah sekian banyak malam-malam menyedihkan yang berakhir menjadi kenangan-kenangan yang menumpuk tak mau hilang.

Malam itu dibawah pohon maple, semuanya berakhir.

***

Tyler memutar kursinya, mencoba menghadapi Jessica yang sibuk menatap ponselnya duduk jauh di sofa tidak peduli sekian banyak kalimat yang Tyler tuturkan.

"Ayahmu tidak akan senang, Jess." kata Tyler.

Jessica mengangkat kepalanya, menembak Tyler dengan tatapan dinginya.

Terlalu pagi bagi Jessica, dia bahkan belum benar-benar sembuh dari jetlag tapi pria dihadapannya ini memanggilnya ke kantor karena artikel murahan yang memperlihatkan foto paparazzi saat dia berciuman dengan Yuri di toilet bandara.

Benar Yuri, si brengsek yang lagi-lagi datang, membuatnya ingin bunuh diri.

"Ayahku? Si tua itu akan menjualku lagi kalau dia tahu siapa yang bercumbu denganku." ucap Jessica sarkas.

"Siapa memangnya?"

"Tidak cukupkah untukmu memiliki aku, dan kau masih ingin ikut campur urusanku?"

"Aku berusaha menyelamatkanmu."

"Menyelamatkanku? Dengan bertindak seperti pahlawan didepan ayahku?" Jessica tertawa, terkadang hal-hal yang dilakukan Tyler benar-benar menantang monster dalam dirinya untuk keluar membuat perlawanan. "kau pikir aku tidak tahu darimana foto itu? Cobalah pintar sedikit." lanjutnya marah.

Tyler menatap Jessica horror, sekarang dia tahu dimana kesalahannya, membuat si putri es bangun pagi bukan ide yang bagus.

"Bagus Tyler, sekarang aku terlambat mengurus klien bisnismu." kata Jessica mengetukkan sepetunya marah, keluar dari ruangan itu membantung pintu lalu menyeringai.

'Klien mu Tyler, semua karena si coklat brengsek itu'

***

Sooyoung menghela nafasnya gelisah, dia tidak bisa berhenti kembali dan terus mengecek arloji nya, sekarang sudah pukul 10 pagi, matahari mulai bisa menghitamkan kulit daripada menguatkan tulang tapi Yuri, bos cerobohnya masih belum kembali dari izin sebentarnya untuk workout memutari sungai han paling tidak 10 putaran.

"Dia sudah hitam, apa tidak takut semakin hitam." gumamnya sambil menyusun file berantakan untuk meeting selanjutnya.

Meeting, itulah alasannya, hari ini Yuri dijadwalkan bertemu dengan model perusahaan untuk membicarakan beberapa hal, dan model itu adalah the great Jessica Jung. Jika saja bukan Jessica mungkin Sooyoung bisa lebih santai, tapi sekretaris selalu mengenal kolega lebih baik, dia tidak yakin sore ini dia masih bisa menggoda psikiater seksi Yuri, Sooyoung bahkan belum menyiapkan wasiat.

Saat sibuk memikirkan caranya tetap bertahan hidup, intercom meja Sooyoung menyala, dia semakin was-was saat seorang dari lobby mengatakan kalau Jessica sudah masuk ke ruang meeting, datang lebih awal 10 menit dari seharusnya, dan Yuri mungkin masih tebar pesona di sungai.

'Ibu aku mencintaimu, Sunny aku berjanji, dikehidupan selanjutnya aku akan menikahimu' dan begitulah Sooyoung mengambil semua resiko kecerobohan bosnya, lagi.

Sooyoung mengedipkan metanya beberapa kali, memastikan efek mabuknya kemarin malam benar-benar hilang, tapi sekarang di meja paling ujung ruang meeting, sendirian, Jessica Jung dengan dress off shoulder yang mencetak seluruh lekuk tubuhnya, membiarkan rambut coklat tuanya terurai menyentuh leher dan ranghanya, duduk menyilangkan kaki dengan secangkir latte panas dihadapannya. Sepertinya Yuri yang akan segera merilis kabar kamatian hari ini, pikirnya.

Langkahnya ragu, tapi Sooyoug akhirnya bertemu mata dengan Jessica sebentar, sebelum Jessica mengalihkan pandangannya kembali ke cangkir latte

"Maaf tapi Yuri belum bisa ke ruang meeting sekarang." ucap Sooyoung, suaranya bergetar.

"Tidak apa-apa, hari ini aku mau menunggu." jawab Jessica tanpa menatap Sooyoung.

Sooyoung menelan ludahnya sebelum berjalan mundur menyeka keringatnya meninggalkan Jessica sendirian di ruangan itu.

***

The kiss is not passionate, not a single sincerity involved, that kiss is full of lust, but, somehow the kiss is indeed a prove that they're longing for each other.

And Yuri was indeed

A fool, a complete mess

tbc,
Short update after sudden hiatus

Hai, author disini,
Apakah masih ada yang baca?
Maaf karena tiba-tiba gak update padahal sebelumnya juga udah jarang update hehe

Tapi ini cerita harus lanjut kan ya?
Gimana?

Vote + comment :))
Bear my typo's

Say it first [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang