Empat

4.4K 285 8
                                    

Hari ini, Zami sudah memulai untuk kembali ke pesantrennya untuk mengajar santriwati dan santriwan. Hanya saja, kali ini berbeda. Ia tidak lagi tinggal di pesantren karna ia sudah memiliki tempat tinggal berdua dengan istrinya yang tidak terlalu jauh dari pesantrennya itu.

Rena memakaikan dasi untuk suaminya dengan rapih. Setelah selesai memasang dasinya ia menatap suaminya dengan kagum. "Nice, kamu jadi terlihat sangat ganteng mas." Rena mengedipkan matanya menggoda. "Ana uhibbuka abadan abada ( aku mencintaimu selamanya) "

Zami terkekeh mendengarnya. "Pagi-pagi udah gombal nih istriku," Zami mencubit hidung istrinya yang tidak memakai cadar seperti biasanya.

"Hatta jannah (sampai syurga)" godanya lagi.

"Udah ah lama-lama aku baper." Zami terkekeh dan berpamit untuk pergi ke pesantrennya. Sebelum berangkat, Rena mengecup tangan Zami, dan Zami mencium dahi istrinya. "Hati-hati di rumahnya, kalo ada apa-apa telpon yah."

Rena mengangguk, lalu melambaikan tangannya ketika Zami sudah memasuki mobilnya dan membunyikan klaksonnya. Rena memasuki rumahnya untuk melanksanakan kewajiban seorang istri, yaitu beres-beres rumah. Sebenarnya, dokter menganjurkan untuk tidak boleh kelelahan. Namun, Rena bersikeras untuk tetap menjalankan kewajibannya.

••••

Rena memilih untuk ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya setelah di rasa pekerjaan rumah selesai. Ia menarik selimut hingga dadanya lalu mulai memejamkan matanya. Rena mulai terlelap di alam bawah sadarnya.

••••

Zami memilih untuk mengopi dan berbincang sebentar di teras rumah sahabat lamanya, Syakir. Jam menunjukkan pukul 03 sore dan ini sudah menandakan kelas selesai dan ia harus kembali ke rumahnya. Namun, ia begitu rindu dengan sahabatnya karna semasa liburan mereka tidak pernah bertemu sama sekali.

Istri Syakir, Tisa. Menyiapkan 2 gelas kopi untuk sahabat suaminya dan suaminya. Ia ikut duduk di antara keduanya untuk menanyakan kabar sahabatnya, Renata.

"Kabar istri kamu gimana?"

"Alhamdulillah baik." Zami meminum kopi buatan Tisa dan meletakkannya kembali. "Dan dia lagi bunting."

"Alhamdulillah, berapa bulan?" Tanya Syakir bergantian.

Zami terkekeh, membuat Tisa dan Syakir menatapnya bingung. "Kenapa ketawa?" Tanya Syakir yang masih menatap bingung temannya.

Zami meredakan tawanya, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mau 1 minggu, belum bulanan."

Syakir dan Tisa paham mengapa Zami terkekeh mendengar pertanyaan itu. Mereka menganggukkan kepalanya dan merasa senang atas kehamilan istri sahabatnya itu.

Zami berpamit untuk pulang karna merasa tidak enak berlama-lama meninggalkan istrinya sendiri di rumah.

••••

Sesampainya di rumah, Zami mengetuk pintu beberapa kali namun belum ada sahutan dari dalam. Ia memutar knop pintu ternyata tidak di kunci. Ia membuka sepatunya dan masuk ke dalam. "Assalamu'alaikum." Belum ada jawaban dari istrinya. Ia pun memilih untuk ke kamarnya.

Ia membuka pintu kamarnya dan melihat istrinya sedang tertidur dengan lelap. Zami melangkah menuju tempat tidur dan duduk di samping istrinya. Ia mengusap puncak kepala istrinya yang di balut oleh jilbab berwarna Ping, begitu senada dengan pakaian yang gadis itu kenakan.

Assalamu'alaikum Suamiku [SEQUEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang