Sembilan

3.7K 228 9
                                    

Dering ponsel Zami berbunyi menandakan ada sebuah panggilan masuk. Zami langsung mengeceknya dan melihat ternyata panggilan tersebut dari Bram, mertuanya. Zami langsung mengangkat.

"Assalamu'alaikum yah."

"Waalaikumsalam, Zami kamu bisa kesini sekarang? Kerumah?"

"Iyah yah, aku kesana."

Sambungan panggilan terputus. Zami segera bersiap-siap untuk menemui mertuanya. Jujur ia degdegan karna ia takut ayahnya tau jika dirinya dan anaknya sedang terjadi perselisihan. Zami mengetuk kamar yang Rena tempati saat ini.

"Aku pergi dulu yah mau ke rumah ayahmu."

Lama tak ada sahutan. Zami mengetuk ulang akhirnya terdengar suara serak Rena dari dalam. Zami menghela nafas lega akhirnya Rena menjawab dirinya, walaupun dengan sedikit jutek tapi tak apalah. Zami keluar dan segera menuju rumah mertuanya.

••••••

Zami duduk menunduk ke bawah dengan air matanya yang tak lagi bisa di bendung. Ia menangis karna ia merasa gagal membimbing istrinya dan ia merasa gagal menjadi seorang suami.

Bram, ayah Rena. Menanyakan tentang hubungan rumah tangga mereka. Bram sudah tau tanpa di beri tahu siapapun. Bram sudah menebak bahwa hubungan mereka sedang tida baik-baik saja, contohnya seperti Rena yang ingin tinggal di rumah Bram beberapa hari namun baru satu hari sudah di jemput suaminya, dan tentang keguguran kandungan Rena, dokter bilang Rena keguguran karna terlalu banyak pikiran dan itu memicu kehamilannya. Sebelum keguguran pun masa kehamilannya sudah tidak normal karna ia terlalu banyak pikiran. Dari situ Bram tau, mengapa anaknya banyak pikiran, mungkin hubungan keluarganya sedang tidak baik-baik saja.

"Jujur, aku merasa gagal jadi suami. Buktinya Rena udah buka hijabnya lagi, semalam aja dia berpakaian yang tidak pantai untuk seorang muslim pakai."

Bram menepuk bahu Zami pelan bermaksud untuk menenangkan. "Seorang suami wajib membimbing istrinya sampai ke jalan yang benar, membimbing istrinya sampai ke jannah. Jika Rena berlaku seperti itu, mungkin saja ia butuh perhatian dari kamu karna saya lihat kamu jarang memperhatikannya."

Zami sadar, ia akhir-akhir ini jarang sekali memperhatikannya. Ia sungguh menyesal tidak memahami sikap istrinya belakangan ini, sikap sensi yang istrinya kasih untuknya. Ternyata Rena bersikap seperti itu karna ia butuh perhatian dari seorang suami.

"Kamu hari ini kerja kan? Setelah kerja kamu harus mulai memperhatikan Rena dengan kasih sayang yang kamu punya ketika dulu."

Zami mengangguk dan berpamit untuk kerja.

••••••
Zami pulang lalu duduk di sofa. Ia memijat pelipisnya karna ia merasa kepalanya begitu pusing. Zami mengedarkan pandangannya melihat keberadaan istrinya, tapi mungkin istrinya masih di dalam kamar.

Ceklek..

Rena keluar dari kamarnya dengan dandanan yang terkesan sederhana namun cantik. Ia memakai levis pendek dengan baju panjang dan rambutnya yang bergerai, seperti masih umur belasan tahun. Rena keluar rumah menuju tempat ia dan sahabatnya dulu berkumpul.

"Mau kemana?"

Rena tidak menjawab. Zami bangkit dan menghampiri istrinya.

"Kamu mau keluar? Pakai hijab kamu sayang, dosa!"

Rena menggidikan bahunya acuh lalu berjalan menuju pintu depan. Zami menahan tangannya ketika Rena hendak membuka pintu.

Assalamu'alaikum Suamiku [SEQUEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang