*11

1.3K 65 0
                                    

*Sementara itu...

Miller datang ke kelas Sany untuk mengembalikan ponselnya, tapi ia sama sekali tidak melihat perempuan berwajah manis itu di sana.

"Kelasnya sudah mulai tapi kok dianya nggak ada, padahalkan tadi dia buru buru, sekarang dia kemana?"

Untung saja sebelum pergi, Miller sempat bertanya pada beberapa mahasiswa yang sedang berbincang bincang di area itu, kalau mereka melihat Sany.
Dan begitu kagetnya Miller mendengar bahwa mereka melihat Sany pergi bersama Maya dan yang lainnya (teman teman Stevi).

Miller benar benar merasa cemas jika sesuatu terjadi pada Sany. Untuk apa dia pergi dengan teman teman Stevi, sedangkan mereka tidak saling mengenal.

Secepatnya ia berlari menuju ruang ganti olahraga seperti yang di bilang para mahasiswa tadi.
.
.
.
.
.
.
Miller mengelilingi ruangan itu, berusaha mencari keberadaan mereka. Kemudian ia mendengar sesuatu, dan segera menuju ke arah suara itu.
Mata sipit Miller membulat, melihat Sany yang terjatuh ke lantai dan di kelilingi stevi dan temannya.

"Stevi....!"
Teriak Miller

Stevi yang tadinya begitu berapi api saat memarahi Sany, seketika terdiam di hadapan Miller. Teman temannya pun yang tadinya ikut memarahi Sany seketika langsung bergegas pergi ketika melihat kedatangan Miller.

"Bagaiaman Miller bisa tau aku membawanya ke sini, Miller pasti benar benar marah sekarang"
( Suara hati Stevi. )

Miller pun langsung menghampiri Sany, yang masih duduk di lantai.

"Kamu nggak papa? ada yang sakit?"
Kata Miller dengan wajah penuh kepanikan.

"Nggak kok, nggak apa apa, aku cuman kaget aja tadi"
Jawab Sany

Kemudian tatapan Miller berpindah ke stevi, tentu bukan tatapan biasa melainkan tatapan tajam penuh amarah.

"Stevi....perbuatan mu ini benar benar sudah kelewatan"

"Miller aku seperti ini karena aku benar benar mencintai mu, aku nggak suka kamu deket banget sama orang ini..."
Kata Stevi.

"Jangan pernah katakan itu lagi aku muak dengernya..."
Tegas Miller

Miller pun membantu memapah dan membawa Sany pergi dari sana. Meninggalkan Stevi yang perlahan mulai menagis.
.
.
.
.
.
Miller membawa Sany ke taman kampus, memintanya duduk di salah satu bangku yang ada di sana.

"Ayo duduk dulu. Katakan, apa ada yang sakit? Kau terluka? Apa yang Stevi lakukan padamu?"

Ia sendiri berlutut di depan Sany, dengan lembut mulai memeriksa kaki dan tangannya satu persatu.
Ada kekhawariran sekaligus rasa bersalah di wajah Miller, ini terjadi karena ada sangkut paut dengannya.

"Nggak kok, pipiku aja yang agak panas kena satu tamparan tadi."
Jawab Sany

"Dia menamparmu? sebelah mana? apa sakit? astaga Stevi benar benar sudah gila"

Miller mengusap ngusap lembut pipi yang di tampar Stevi itu, rasa tak karuan semakin menyelimutinya.

"Dia... sepertinya benar benar mencintaimu, sampai dia bisa lakukan apa saja untukmu"
Ucap Sany dengan nada suara pelan.

Miller pun berhenti mengelus pipinya, entah kenapa suasana tiba tiba menjadi canggung saat mereka membicarakan tentang cinta.
Dengan menghela napas panjang Miller pun bertanya pada Sany

"Sany eh....bagaimana jika....."
Miller kembali menghela napas

"Bagaimana jika Suatu hari nanti aku jatuh cinta..., bukan pada pria tapi pada wanita.
Apa kamu masih mau bersamaku? berteman denganku."

Mendengar itu Sany hanya terdiam menatap Miller, ia bingung harus menjawab apa. Ia hanya tertunduk, belum dapat berkata apa apa.

"Apa kamu masih mau di dekatku sepeti sekarang? atau malah sebaliknya."
Sambung Miller

Sedikit senyuman pun terlihat di wajah Sany,  ia berusaha menguatkan hatinya dari perasaan tak karuan ini. Kedua tangan Miller mulai di genggamnya.

"Dengar... aku paham maksudmu,
ya memang kita semua hidup berpasang pasangan, tapi tentang siapa pasangan kita nanti, ku rasa itu tergantung kitanya sendiri. Dan jika kamu nantinya benar benar mencintai seseorang, entah siapa orang itu, kamu jalanilah...
bisa jadi itu juga sudah menjadi jalanmu kan. Kalaupun bukan jalanmu, kamu pun harus terima.

"Bagaimana jika orang orang menjauhiku karena itu, apa kamu akan tetap bersamku?"
Tanya Miller.

"Ya tentu..aku yakin padamu"
Jawab Sany dengan tersenyum.

Mendengar itu Miller langsung melepaskan genggaman Sany dan langsung memeluknya dengan erat, ia benar benar merasa lega dengan jawaban Sany. Dan iapun semakin yakin dengn cintanya.

"Terima kasih.."
Sambung Miller.

Tapi walau begitu Sany semakin penasaran siapa pacar Miller, apa mungkin orang yang dia kasih boneka itu, tapi siapa orang itu.



Tinggalin vommentnya ya😆

She's MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang