"Sudah cukup Given, jangan menambah masalah".
Kata Sany dengan sedikit teriak."Memang sumber masalah"
Sambung Miller"Kamu juga, kenapa datang datang langsung memukulnya seperti itu. Kami hanya sedang bicara, kamu harus bisa kendalikan emosimu, kita kan bisa bicara baik baik, jangan seperti tadi".
Kata Sany ke Miller.Mendengar itu membuat Miller salah paham, ia merasa Sany sedang tidak dalam pihaknya.
Miller : "Kamu,... kamu kok kayak lebih belain dia dari pada aku?"
Sany : "aku bukannya belain Given, tapi kamu tadi terlalu berlebihan, Kamu sampai memukulinya seperti itu".
Miller ; "oh, aku cuman mau jagain pacarku, itu berlebihan?"
Kemudian ia melangkah sampai di depan Given"Dengarya, urusan kita belum selesai".
Sambungnya kemudia ia pergi meninggalkan Sany dan Given.Miller pergi dengan perasaan marah, ia tidak percaya Sany lebih membela Given dari pada dia pacarnya sendiri. Ia langsung menuju parkiran dan bersiap pergi dengan motornya.
Tapi Sany berhasil menyusulnya dan menarik jaketnya dari belakang.Sany : "Miller, tolong jangan salah paham. Aku nggak bermaksud berkata seperti tadi, kami serius hanya bicara".
Miller : "kamu selalu bilang kalau kamu membencinya, lalu untuk apa lagi kalian bicara. Kamu pikir aku nggak lihat kalian berpelukan? Kamu bikin aku patah hati tau nggak".
"Miller tolong jangan berkata seperti itu. Aku nggak bermaksud membuat kamu marah".
Kata Sany sambil memegang tangan Miller dengan mata yang mulai berkaca kaca."Aku nggak marah, aku hanya kecewa. Jadi biarkan aku sendiri".
Kata Miller kemudian pergi meninggalkan Sany.Sanypun menangis ia menyesal telah melukai hati Miller. Dan dari arah belakang Given berjalan melawatinya dan langsung pergi dengan motornya.
Ternyata Given mencoba menyusul Miller, dan iapun berhasil menghadang Miller di jalan.Melihatnya Miller langsung turun dari motornya dan bersiap memukulnya.
"Hei hei tunggu dulu, aku hanya ingin bicara, kau ini wanita tapi suka kekerasan ya".
Kata Given, sedangkan Miller hanya menatapnya dengan wajah penuh kemarahan."Ok. Gini aku cuman mau mastiin, apa kamu benar benar pacaran dengan Sany?"
Sambungnya."Iya. Aku harap kamu jangan lagi ganggu dia, apalagi berusaha deketin dia".
Jawab Miller.Given : "trus apa kamu yakin Sany benar benar mencintaimu?"
"Hmm".
Jawab Miller singkatGiven : "Tujuan aku kesini, untuk meyakinkan kembali Sany kalau yang terjadi dulu itu cumalah salah paham. Jadi aku nggak perduli dia sudah punya pacar atau nggak, aku tetap akan meyakinkannya".
Miller : "kamu seharusnya nggak perlu buang buang tenaga begini. Dia benar benar mencintaiku, kamu pikir setelah kamu nyakitin dia, dia akan kembali lagi bersamamu"?
"Ya aku yakin, sangat yakin. Karena akupun tau Sany masih sangat mencintaiku sama seperti cintanya dulu, buktinya dia masih mau memelukku. Asal kamu tau kami belum putus. Setelah kesalah pahaman itu terjadi, Sany langsung pergi dan nggak mengabari siapa siapa. Makanya aku mencarinya sampai kesini".
Miller : "aku percaya pada Sany. Dia nggaka akan meninggalkanku".
"Ok kita lihat nanti. Setelah dia kembali percaya, kami akan langsung bertunangan dan pergi dari sini. Lagi pula aku benar benar nggak percaya tentang hubungan kalian. Dan jikapun itu benar, berarti Sany sedang tidak waras sekarang".
Kata Given dengan sedikit tertawa, kemudian pergi.Kata kata Given sungguh membekas di hati Miller, bagaimana jika yang Given katakan itu benar, Sany tidak benar benar mencintainya. Di situ Miller menangis. Walau sekuat apapun, ia tetaplah berhati wanita yang bisa rapuh kapan saja. Iapun pergi, memacu laju motornya tanpa tau arah ia akan kemana.
Setelah beberapa menit berputar butar tanpa tujuan, Millerpun berhenti dan memakirkan motornya. Ia duduk di bangku panjang yang ada di pinggir jalan. Ia duduk sambil menundukan kepalanya, sesekali ia mengusap air mata yang dari tadi sudah membasahi pipinya.
Di tempat yang sama ada Stevi yang baru keluar dari minimarket sehabis belanja, iapun melihat Miller dan menghampirinya.Semakin ia mendekat, ia menyadari bahwa Miller sedang sedih dan sesekali mengeluarkan air mata, iapun segera berlari dan duduk di samping Miller.
"Miller kamu kenapa? kenapa murung begitu? trus apa ini kamu menangis?"
Tanya Stevi sambil mengusap ngusap pipi Miller.Stevipun memberikan kopi kaleng yang baru ia beli tadi ke Miller.
"Nih kamu minum dulu ya,"
Kata Stevi.Miller hanya menggelengkan kepalanya.
"Miller, minum dulu biar kamu sedikit enakan".
Akhirnya Miller mengambil kopi yang di berikan Stevi itu ltu, dan meminumnya sampai habis hanya dengan sekali tegukan.