Kala senja itu aku menutup mataku saat mobil yang dikendarai oleh temanku tak terkontrol karena rem blong. Aku hanya berdoa semoga saja tak terjadi hal yang tidak-ku-inginkan.
Aku tidak ingin mati muda. Aku masih belum meraskan cinta di SMA. Namun, kenyatannya adalah mobil yang mengangkut tiga orang temanku dan aku terjatuh ke dalam jurang saat di belokan.
Melayang dan terjatuh.
Saat detik-detik di udara sebelum akhirnya jatuh, Reinhard teman lelakiku menutupi tubuhku dengan tubuhnya supaya aku tidak terluka saat terjatuh sambil berkata"aku mencintaimu, jangan mati ya." dengan senyum keren dan rambut
merahnya yang berkilau yang menghilang sekejap.
Aku tak sadarkan diri beberapa saat.
Saat sadar, aku melihat dengan jelas rambut merah berikilau itu masih tetap di depanku."Kau sudah sadar,? Cepatlah keluar dan selamatkan teman-teman"katanya sambil menahan sakit.
Aku meng-iya-kannya. Sambil keluar perlahan.
Membantu keluar Reinhard
Seketika dia menutup mataku lalu memlukku erat.
"Apapun yang terjadi. Jangan panik, jangan teriak, teruslah hidup." bisiknya di telingaku dengan suara serak yang tidak seperi dia biasanya.
Hatiku berdegup kencang.
Penasaran akan apa yang terjadi. Mataku dibukanya perlahan.
Aku mengerti kenapa aku tak boleh takut. Aku tahu aku tak boleh panik. Tapi, Teman-temanku telah mati. Aku tak percaya ini. Aku teriak dan menangis menjadi-jadi sambil menutupi wajahku di Dada Reinhard.
Dia hanya mengelus kepalaku menenanganku sambil menghela nafas panjang.
"Selamat tinggal, semoga kau tenang di sana. Melati, Dani." kami berbela sungkawa.*********
Senja itu awan terlihat orange kemerahan yang sebentar lagi hitamnya malam akan memakan langit merah yang menjadi saksi tragedi yang kami alami.
"Hari mulai gelap, kau tetaplah duduk di sini. Aku akan mengumpulkan beberapa kayu untuk dibakar. oh iya punggungku terasa sakit. Bisakah kau mencabut kaca yang tertancap di punggungku. Hehe." katanya sambil tersenyum menahan sakit.
"Kau ini bodoh ya. Kenapa tidak bilang dari tadi." kataku panik
Di situasi seperti ini aku tidak boleh manja. Aku mencabutnya perlahan. Reinhard mengerang kesakitan. Untungnya aku tak melihat wajahnya yang kesakitan.
Kayu yang dikumpulkan pun di tata untuk dibakar menjadi api unggun. Dengan korek gas yang selalu dikantongi Reinhard, kayu itu dibakarnya."Kau merokok?" tanyaku.
Reinhard hanya diam tak menghirakukan
"Buang rokok itu Reinhard aku tak suka!" bentak ku
"Ssshttt. Aku tak bisa hidup tanpa merokok."
Jawabnya santai tanpa pikir panjang. Aku mengambil rokoknya kubuang jauh. "Hey apa apaan ka—" belum selesai dia berbicara aku cium dia.
Nikotin dari rokok yang dihisapnya barusan terasa di bibirku.
Menjijikan, namun tetap kulanjutkan.
"Jika kau ingin menghisap rokok. Hisap saja bibirku. Itu tidak akan membuatmu sakit." katakuCiuman pertamaku aku lakukan saat kecelekaaan di malam yang kelam ditemani oleh api, berisiknya serangga, dan dua temanku yang sudah menjadi mayat.
Kami pun mengampar tikar untuk tidur. Aku yang kedinginan dipakaikan jaket oleh Reinhard.
"Selamat tidur Zahra, Aku mencintaimu."
"Selamat tidur Reinhard. Aku berterima kasih telah mencintaiku."
Kamipun tertidur.Chapter 2 akan di post minggu depan 11 Feb 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Zahra love story 「ongoing」
Romance#7 di kategori #psikologis tanggal 30 Maret 2019 ! ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ "Teruslah hidup Zahra" Dua orang yang berbeda mengatakan hal itu. Aku tak mengerti apa hidupku ini berharga atau tidak. Tapi ya yang aku inginkan aku tidak ingi...