Catharsis

62 16 1
                                    

Zahra love Story chapter 6 : Catharsis

Pagi itu, di sekolah. Reinhard datang ke sekolah dengan wajah yang selalu menunduk. Di meja baris kedua ujung kanan dekat jendela. Dia duduk terdiam. Tanpa teman, tanpa kawan.
Aku menghampirinya. Ingin menghiburnya.
Aku tak tega melihat Reinhard seperti ini, aku tak suka.
Rambut merah berkilau layaknya matahari yang hampir terbenam itu, kini sudah benar-benar terbenam. Cahayanya memudar dan hilang ditelan kegelapan.
Semrawut wajah tertutup kesuraman hidup.

"Selamat pagi Reinhard." Sambutku

"Pagi Zahra." Jawabnya tanpa tambahan kata apapun.

"Ibuku membawakanku brownies, kau tahu ini enak! Cobalah." Kataku sambil menyodorkan kue yang Ibu bawakan. Kuharap Reinhard mau menerimanya.

"Hmm,... boleh. Aku coba satu ya." Kata Reinhard.

Waaaaa. Reinhard menerimanya, aku senang. Dia memakannya dan sepertinya dia menikmati brownies buatan Ibuku.

"Enak, mau lagi. Boleh?" Pinta Reinhard.

"Ohh tentu saja boleh. Ambil saja sebanyak yang kau mau." Kataku dengan nada senang.

Aku bersyukur dia masih mau untuk makan. Apalagi pemberian dari orang. Rasa cemasku akan Reinhard kini sedikit mereda seketika setelah dia memakan brownies dengan senangnya.

*******

Bel masuk berbunyi, pelajaranpun akan dimulai. Pelajaran kali ini adalah pelajaran Sastra bahasa. Guruku menjelaskan bagaimana membuat suatu kata lebih bermakna. Caranya dengan lebih menaruh perasaan pada kata-kata yang kamu tulis.
Dia juga sedikit menyinggung tentang karya.

"Tidak ada karya yang jelek atau buruk.
Karyamu hanya belum menemukan tempatnya.
mungkin karyamu sekarang tidak dihargai oleh orang-orang, tapi suatu saat? Tidak ada yang tahu.
Ketika karyamu dihargai oleh orang lain. Disitulah karyamu menemukan tempatnya." Jelas guruku yang berbicara dengan penuh perhatian seperti sedang bercerita monolog.

Murid-muridpun kagum dan termotivasi dengan kata-kata nya.

*******

Waktu terus berjalan tanpa aku sadari. Bel istirahatpun berbunyi.
Aku mengajak Reinhard pergi ke kantin, dia mengiyakannya. Kamipun pergi ke kantin berdua.
Saat Aku dan Reinhard beranjak keluar teman-teman kelas memandang kami dengan tatapan hina. Sunyi dan anggapan itu seakan. "Pergilah dari sini" kira-kira seperti itu.
Reinhard menunduk kesal. Dia menendang kursi yang ada di depannya, lalu beranjak pergi dari ruang kelas.

"Reinhard, tunggu." Panggilku, karena Reinhard pergi tanpa memperhatikanku.

"Cepatlah, sialan!" Kata Reinhard dengan nada kesal.

Aku mengejar Reinhard yang berjalan dengan penuh emosi dan amarah yang tak terkontrol. Dia tidak pergi ke kantin. Tapi ke taman belakang sekolah yang tak ramai murid ke sana.
Hanya beberapa saja.
Akupun terus mengikuti tanpa bertanya apapun kepadanya.

Terdapat sebuah kursi panjang yang kosong yang menghadap kolam ikan. Reinhard duduk di sana. Mengepal kedua tangannya dengan erat. Lalu,....

"Brakkk!" Dipukulkannya kepalan tangannya itu ke kursi yang didudukinya.

"Reinhard!... hadapilah kenyataan yang ada! Jangan menyerah dan terpuruk seperti itu" bentakku greget melihat dia yang sudah sangat berubah.

"Kau tidak tahu apa-apa. Mereka yang kupanggil tema, Mereka meninggalkanku. Mereka yang kupanggil Teman! Menelatarkanku ketika aku tak lagi normal." Kata Reinhard dengan nada kesal sambil menundukan kepala.

Zahra love story 「ongoing」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang