Mentari Yang Sejenak Memberi Istirahat

33 3 3
                                    

Zahra Love Story Chapter 14

----

“Zahra, selamat ya kamu menang kontes fotografinya.” Kata Reinhard.
“Reinhard, kok bisa di sini?” Jawabku.
“Aku memang selalu ada di sisimu Ra. Sekarang bukalah matamu dan...”

“Bangun Kak, kakakk kamu ga mau sekolah? Udah jam berapa ini.” Terdengar suara perempuan yang sebelumnya adalah suara Reinhard.

“Hmm, Reinhard?” Tanyaku yang belum sadar sepenuhnya.
“Dasar kakak ini, terserahlah. Cepat sarapan lalu mandi.” Jawab adikku.

Hahhh, ternyata Cuma mimpi yah. Kukira beneran ada Reinhard. Aduh masih kebayang saja. Memang sih dia tak bisa kulupakan. Kenapa harus mati secepat itu lagian. Tapi ya, jika itu memang takdir tuhan aku tak bisa melawan. Lalu, mengapa orang-orang menyebutku penghancur takdir, pembawa sial dan sebagainya. Sial.
Aku berjalan ke luar menuju meja makan, lalu sarapan dan mandi kemudian bersiap ke sekolah.
Setelah siap kemuidan kami berangkat sekolah di antar oleh Ayah seperti biasa.

“Tumben kamu Ra, kesiangan. Biasanya rajin bangun pagi terus.” Tanya ayahku.
“Iya nih yah, kayanya semalem habis mimpi indah.” Terus adikku.

Mimpi indah apaan coba, yang ada mimpi menyakitkan. Soalnya kedatangan Reinhard gabisa disebut mimpi buruk juga sih. Bagaimanapun aku tidak boleh menjawab aneh-aneh.

“Aku masih senang yah, soal kemarin.” Jawabku,
“Ohh soal foto itu? Hebat ya kamu bisa mengambil gambar sekelas profesional.” Kata Ayahku
“Ayah! Ga segtiunya juga kok. Kebetulan cuacanya mendukung. Aku kan masih pemula banget di urusan fotografi.” Jawabku yang malu dibilang Profesional.

Kemudian aku dan mereka berdua mengobrol.

“Ahahaha, tapi bagus beneran kok itu seperti udah handal.”
“Sebenarnya Ayah tahu soal fotografi ga sih? Jadi ragu nih.”
“Hmm, ya Ayah tidak terlalu mengerti sih.”
“Sudah kuduga. Jadi yah, bukan soal kualitfas foto aja sih yang jadi penilaian. Tapi pesan yang bisa disampaikan dalam foto tersebut dan juga dari foto kita bisa tahu perasaan orang tersebut. Sama seperti lukisan abstrak. Meskipun tidak semua orang menyukainya, tapi bagi yang mengerti seni lukisan tersebut sangat dihargai dan dihargai mahal. Seperti itu.”
“Wahh, kamu tahu banyak Ra.”
“Kakak jadi ahli nih sekarang?”
“Eehh, ngga kok. Kakak tahu penilaian gitu dari seseorang.”

Ngomong-ngomong seseorang tersebut adalah seorang mahasiswa yang menekuni bidang fotografer. Kejadiannya terjadi saat aku kelas 2 SMP. Kira-kira 3 tahun lalu. Saat itu aku sedang mampir ke taman kota setelah pulang sekolah. Lalu aku melihat seseorang sedang memotret di tengah jalan. Ngapain coba? Aneh kan. Orang-orang yang lewat juga memperhatikannya. Saat dia selesai memotret kemudian dia menuju ke arahku. Ternyata dia menuju ke tempat duduk di sebelahku. Aku pensaran sih hasil foto yang dia dapat. Karena harus pergi ke tengah jalan segala untuk mendapatkan foto. Kenapa tidak kutanya saja!

“Permisi kak.” Aku menghampiri.
“Ada apa ya?”  Tanyanya.
“Namaku Zahra. Aku pensaran dengan hasil foto kakak barusan.” Pintaku.
“Ohh boleh, nih.” Dia menyodorkan kameranya padaku.
Saat ku lihat ternyata biasa saja. Hanya penampakan jalan besar yang lurus yang diiringi kendaraan berlalu lalang. Rasa penasaranku tidak terpuaskan. Lagipula kenapa harus penasaran yah dengan foto di perkotaan. Membosankan tahu.

“Sudah lihatnya?” Tanya dia.
“Ah, iya kak sudah.” Jawabku.
“Sekarang, aku ingin meminta pendapatmu tentang foto tersebut.” Pinta dia.

Hah? Aku harus jawab apa nih? Aku belum terlalu mengerti soal fotografi tapi foto ini juga kelihatan biasa-biasa saja. Apa kujawab jujur saja ya. Baiklah apa adanya memang pilihan terbaik.
“Menurutku sih, biasa saja kak. Cuma jalanan perkotaan.” Jawabku.
“Begitukah? Coba lihat lagi, sepertinya kamu melewatkan sesuatu.” Suruhnya.

Zahra love story 「ongoing」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang