4. Tentang

184 15 2
                                    

.Rumah Jiwon.

Sebenarnya Jiwon sudah terbagun sejak setengah jam yang lalu. Tapi hari ini dirinya sangat malas untuk beranjak meninggalkan kasur. Bahkan Jiwon berniat untuk tidak masuk sekolah hari ini.

Yah! untuk pertama kalinya dalam hidup Jiwon, malas sekolah. Dia terbilang anak yang pintar dan giat bersekolah. Tentu ini sangat jarang bahkan dikatagorikan langka baginya.

Sang ibu yang sudah menyiapkan sarapan untuknya, heran karena Jiwon tak kunjung datang.

"Jiwon belum bangun bu? Tumben sekali anak itu nggak tepat waktu buat sarapan?" tanya ayah Jiwon.

"Apa dia sakit?" tambahnya menduga-duga.

"Ibu akan coba melihatnya dulu Yah!"

Setahap demi setahap langkah ibu Jiwon menuju kamar anaknya yang tak terlalu jauh. Wajar saja, karena mereka hanya memiliki rumah minimalis.

Krek..

"Ibu kira kau masih tidur!"

Ia mendekat. Jiwon terlihat lesu.

"Kau sakit nak?"

Jiwon hanya diam tak menjawab. Diletakan telapak tangan ke kepalanya. Tidak ada tanda-tanda demam.

"Ada apa denganmu? Apa masih soal kemarin?" selidik ibu Jiwon.

Jiwon bertanya dengan lemas, "Bu! Bolehkan untuk hari ini Jiwon nggak masuk sekolah?"

Dengan berat hati sang ibu mengizinkan. Dan menyarankan untuk Jiwon banyak beristirahat agar besok kembali pulih dengan keadaan seperti sedia kala.

"Ibu akan membuatkan mu bubur, makanlah setelah kau bangun nanti. Ayah dan ibu akan pergi kerja, kau bisa ditinggal sendirian bukan?"

Jiwon mengangguk pelan. Sebelum memejamkan bolamatanya, ia melihat kepergian ibu terlebih dahulu sampai pintu tertutup rapat kembali.

Setelah menghela nafas dalam Jiwon memejamkan matanya. Berusaha melupakan kesedihan kemarin.

Dirinya bingung dan bertanya-tanya. Kenapa sampai sesedih itu? Kenapa sampai sesakit itu? kenapa dan kenapa.

"Benarkah aku mecintainya? Ataukah. Hanya sekedar iba padanya? Tapi, kenapa sesakit ini rasanya?"

Jiwon mendesah kesal saat terus berkutat dengan pertanyaan yang sulit dijawabnya. Tak ingin terus terbawa arus sedih Jiwon memaksakan untuk tidur walaupun matanya tak mengantuk sama sekali. Selimut telah menutupi seluruh tubuhnya, untuk membantu rasa kantuk yang sulit datang.

"Tapi!"

Seketika Jiwon bangkit dari tidurnya. Dia sangat mengkhawatirkan kondisi Hanbin saat ini.

"Apa dia baik-baik saja sekarang? Adakah yang melindunginya dari kekerasan Seojoon?" paniknya.

Jiwon mengarah ke lemari pakainnya. Dia mengambil seragam sekolah, tetapi seketika diurungkan saat kembali terngiang kata-kata Hanbin untuk tidak perduli padanya.

"Sekali lagi maaf. Ku mohom dengan sangat, jangan pernah perduli padaku. Anggap bahwa kau gak pernah mengenal diriku." pintanya.

Jiwon kembali menaruh seragamnya. Kembali berbaring diatas kasurnya.

"Lupakan Jiwon. Lupakan dia. Kau nggak pernah mengenalnya. Yah! Hapus dia dari ingatanmu secepatnya." gumam Jiwon.

=Skip=

.Sekolah.

Hanbin mencoba mengumpat disuatu tempat agar Seojoon tak menemukannya. Setidaknya Hanbin hanya ingin melihat Jiwon walaupun dari kejauhan. Tetapi sosok malaikatnya itu tak kunjung datang. Bahkan bel masuk akan segera berdering, namun batang hidung Jiwon tak nampak, begitu pun dengan sepedahnya yang belum terparkir ditempat.

TENTANG DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang