16. Sebuah Harapan.

75 9 3
                                    

Seojoon mengangkat tubuh lemah Jiwon. Ketiga sahabat Seojoon menyarankan untuk segera dibawa ke ruang kesehatan. Namun, Seojoon bergegas keparkiran dan membawa Jiwon ke rumah sakit.

Kerumunan para mahasiswa dan siswi, memperhatikan Minyoung yang hanya diam dengan tangan menyentuh pipinya.

"Kau baik-baik saja Minyoung?" tanya salah satu sahabatnya.

"Bagaimana aku terlihat baik? Sementara dia menamparku dengan keras?" pekik Minyoung, kesal.

Beberapa menit sebelumnya. Seojoon terengah-engah saat sudah sampai diatas atap. Bolamatanya membulat, ketika melihat Jiwon tergeletak tak berdaya.

Plaakk..

Sebenarnya Seojoon ingin berbuat lebih sadis lagi pada Minyoung, namun hanya tamparan saja lah yang didaratkan Seojoon ke pipinya.

"Jiwon?"

Seojoon meraih tubuh Jiwon dan membawanya pergi dari hadapan Minyoung.

"Kau puas sekarang? Akhirnya Seojoon gak akan pernah mau denganmu, bahkan untuk menatapmu pun gak akan sudi" tutur sang sahabat.

"Aku terbawa emosi, Jiwon mengatakan hal yang membuat amarahku memuncak. Dia sengaja melakukan itu kan? Dia bilang ingin membuka hatinya untuk Seojoon, apa dia lupa kalau dia selalu menyampingkan cinta Seojoon?"

"Mungkin saja dia benar-benar memang telah membuka hatinya untuk Seojoon, jadi kau mengalah saja. Sebelum kau bertindak lebih jauh lagi pada Jiwon."

"Yak.. Kalian mendukungku atau dia?"

"Aku mendukungmu, tapi sebagai sahabatmu aku harus mengingatkanmu sebelum kau menyesali perbuatanmu dikemudian hari"

"Tapi bagaimana pun Jiwon masih mencintai Hanbin, selamanya dia akan mencintai lelaki itu, bukan Seojoon. Apa salah aku menahan segala sesuatu yang membuat Seojoon akan hanya mendapatkan kesia-siaan dari sosok Jiwon?"

"Kalau itu kau benar, tapi buktinya kini Jiwon menyukai Seojoon bukan?"

"Cih.. Dia hanya mencoba meloloskan diri dariku, karena itu dia mengatakannya." sengit Minyoung.

=Skip=

Seojoon tampak gelisah menunggu kepastian dokter. Kedua orang tua Jiwon baru saja sampai, bahkan ayah dan ibu sambung Seojoon pun datang menemuinya.

"Bagaimana?"

"Apa dia terluka parah?"

"Aku gak tau pasti, yang jelas aku yakin gak ada luka tusukan"

"Syukurlah!"

Sebuah harapan Jiwon yang masih ingin hidup bahagia dengan cinta sejatinya. Entah itu siapa pun kelak, Jiwon berjanji akan mencintainya sepenuh hati, meski pun lelaki itu bukanlah Hanbin.

"Haruskah Seojoon? Ya.. Dia yang mencintaiku dengan tulus kini. Dia yang selalu setia berada disisiku saat ini. Dia yang telah menunggu kepastian cintaku hingga kini. Dia, yah dia dan cuma dia."

Perlahan Jiwon membuka matanya. Menatap sekeliling, terlihat keluarga dan yang lainnya datang.

"Seojoon?"

Suara Jiwon lirih, memanggil nama Seojoon yang tak terlihat oleh mata Jiwon.

"Dia sedang di kamar mandi, sayang. Syukurlah kau sudah sadar."

"Maafkan Jiwon ibu, ayah!"

Seojoon segera keluar dan mendekat pada Jiwon. Ditatapannya sayu wajah pucat Jiwon. Ada senyum terukir di bibir Jiwon, walaupun tipis namun senyuman itu membuat Seojoon lega.

TENTANG DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang