A Quarter Past Midnight

1K 155 14
                                    

"Is it me? Is it like I have some sort of beacon that only dogs and men with severe emotional problems can hear?" - Monica Geller

***

Ranti terdiam selama beberapa saat. Reza pun akhirnya menyadari keanehan Ranti. Dari jauh Alva sudah hendak berdiri dan menghampiri, tapi Mel buru-buru menahan tangan Alva, "Don't make a scene, Va. Kasihan Ranti nanti tambah malu ..."

Ranti langsung mengadah, menarik nafas dalam-dalam dan melepaskan tawa miris. Bahagianya sudah jatuh berkeping-keping, tapi entah kenapa ada rasa geli yang merambat di sekujur tubuhnya. Sementara air mata sudah menggenang di pelupuknya.

"Ran, are you okay?" tanya Reza ragu. Tawa Ranti semakin keras meskipun Reza bisa mendengar ada yang aneh dari tawa itu. Ranti tidak sedang bahagia. Pemandangan ini sangat mencabik-cabik hati Alva sampai dia tidak sadar bahwa dia sedang memperhatikan meja Ranti dan Reza dengan waspada dan mengabaikan Melisa sepenuhnya.

"Jadi lo deketin gue karena Salsa, Kak?" tanya Ranti sinis. Meskipun ada seulas senyum di wajahnya, matanya menatap Reza dengan dingin.

"Ng ... Ngga, gue cuma ..."

"Oh my Gosh, you're such a lame ..." ejek Ranti. Dalam hati ingin rasanya Ranti mengatakan lebih kasar dari itu. Sayang mulutnya tidak pernah terbiasa bicara kasar.

"Ran ... lo marah ya sama gue?" Reza bertanya secara hati-hati. Ranti tertawa sinis. Air matanya sudah mau keluar tapi mati-matian dia tahan. Jangan sampai laki-laki di hadapannya ini melihatnya menangis, kebagusan banget dia sampai Ranti harus menangis karena dia.

"Kecewa sih. Gue sempet kagum sama lo, tapi ternyata lo cupu banget. Ngedeketin cewe aja harus pake dibantu." Ranti buru-buru berdiri dan berusaha pergi sesegera mungkin.

"Ran, Kalo ngga mau bantuin ya ngga apa-apa, gue ngga maksa. Tapi ngga usah ngeremehin gitu. Ngga nyangka cewe kayak lo mulutnya bisa jahat banget gitu," Reza turut emosi mendengar ejekan Ranti.

"Jahatan mana ya sama lo, Za? Lo tuh udah ngedeketin gue dan bikin gue salah paham!"

"Ran, gue ngga berniat jahat! Gue ngga berniat bikin lo salah paham juga ... sorry kalo ternyata sikap baik gue lo anggap lain."

"Ngga usah bikin pembenaran. Lo tuh bukan bersikap baik, tapi manfaatin gue. Buat info aja, Salsa biasanya ngga suka sama cowo cupu macem elo, tapi coba lo deketin sendiri aja. Kalo berani," dengan menekankan dua kata terakhir, Ranti menutup pertemuannya dengan Reza. Tanpa menunggu balasan Reza, Ranti langsung beranjak. Dia segera menuju keluar cafe.

Alva dan Salsa saling pandang saat Ranti melangkah melewati mereka. Salsa menunggu sampai Ranti keluar baru berlari mengikutinya sedangkan Alva, dia sedang ditahan mati-matian oleh Melisa.

"Udah ada Salsa, Va. Buat apa kamu ke Ranti juga?"

"Mel, please ... she needs me right now," Alva sudah gelisah ingin segera mengikuti Ranti.

"I need you right now. Really need you, Va," Melisa menekankan perasaannya dan membuat Alva menatapnya serius. Seketika Alva tahu, Mel sedang menyuruhnya memilih saat itu juga. Alva menggeleng.

"Ngga bisa begini, Mel. Sorry, I'll call you later, okay?" Alva memilih berdiri dan berbalik.

"If you go right now, you're no longer welcome later," suara Melisa yang bergetar menandakan bahwa keputusannya adalah harga mati. Tidak bisa dinegosiasi. Alva harus memilih antara sahabat atau kekasihnya.

"I'll call you," ucap Alva sungguh-sungguh sebelum akhirnya berlari keluar. Melisa menatap punggung itu dengan hati yang perih. Dia menggeleng dan menunduk, mengeluarkan air matanya. Baginya hubungan ini sudah berakhir setelah punggung besar Alva menghilang.

Crushing CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang