Meet the Cursed One

6.7K 359 19
                                    

"This is probably just a crush. You know, you get this rush of feeling but then it goes away." - Phoebe Buffay

***

Ferranti Aurora Cinderakasih, itulah nama lengkap perempuan semester dua jurusan Komunikasi UI ini. Dalam cerita ini, dia tokoh utamanya. Sebelum menyelami kisahnya dalam menghadapi "kutukan"nya, mari kita kenali dulu dirinya dan bagaimana sampai dia bisa menerima kutukan itu.

Kalau dilihat sekilas, Ranti itu biasa saja. Tapi kalau sudah mengobrol bareng dan dia sudah tersenyum, tidak mungkin lawan bicaranya tidak merasa tertarik.

Senyumnya yang manis dan gayanya yang imut, didukung dengan wajahnya yang baby face selalu ampuh menularkan mood positif ke siapa saja yang mengobrol dengannya. Postur tubuh Ranti agak pendek. Meskipun tubuhnya langsing, pipinya chubby. Bibirnya tipis dan agak kecil, tapi matanya yang sehari-hari dilapisi kacamata itu bulat dan besar. Dengan penampilan yang kasual dan menggemaskan  ditambah sifat kalemnya dan pemikirannya yang random tapi seru, sebenarnya banyak laki-laki yang betah dekat dengannya dan penasaran padanya.

Sayangnya Ranti itu merasa dirinya terkena kutukan kalau sedang naksir seseorang. Dia menyadari ini saat usianya 14 tahun. Ranti naksir teman les bahasa inggrisnya dan selalu terbayang tentang anak laki-laki itu siang dan malam.

Siapa sih yang tidak suka saat mengalami crush? Ranti pun dulu amat menikmatinya. Setiap hari rasanya penuh semangat, jantungnya berdebar dan dia tidak bisa berhenti tersenyum ketika mengingat crush-nya itu.

Momen les pun menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu. Ranti jadi bisa bertemu crush-nya dan merasa jadi orang paling bahagia di dunia. Ranti pun melakukan pendekatan dan merasa sangat bahagia tiap bisa mengobrol di kelas maupun lewat chat.

Suatu hari Ranti terbangun dari tidurnya dan perasaan menggebu-gebu itu hilang begitu saja. Semakin Ranti coba merasakannya lagi, semakin bingung Ranti akan dirinya yang sempat-sempatnya terobsesi pada anak itu.

Mereka tidak punya ketertarikan di bidang yang sama juga tidak cocok saat mengobrol. Ranti seperti baru sadar kalau sebelumnya ia hanya sering mengiyakan crush-nya sementara dia sendiri tidak paham topik apa yang sedang diperbincangkan. Ranti hanya ingat bahwa dia merasa sangat senang setiap kali dia mengobrol dengan anak itu, perasaan yang tiba-tiba tidak pernah muncul lagi.

Saat Ranti menjauhi crush-nya, anak laki-laki itu malah berusaha mendekati Ranti lagi. Dia sudah terlanjur nyaman, kalau tidak terlanjur sayang. Lama-lama Ranti merasa risih sehingga ia memutuskan pindah jadwal les agar tidak perlu lagi saling bertemu. Ranti merasa bersalah, dalam hati ia berjanji untuk tidak terburu-buru mendekati orang yang dia taksir lagi.

Hal yang sama terjadi lagi tahun depannya. Ranti didekati teman sekolah yang ia suka. Ranti tidak menolak pendekatan itu. Ia menikmati setiap perlakuan dan perhatian temannya itu. Malahan, Ranti sesekali membalas dengan menggoda ringan. Ranti kembali merasakan perasaan menyenangkan dimana hari-harinya seperti penuh warna, apalagi saat berada di dekat teman yang ditaksirnya.

Setelah beberapa waktu, perasaan Ranti hilang. Lagi. Ia bertemu temannya itu dan warna-warna yang sempat membuat harinya indah sudah tidak ada. Ranti menolak didekati lagi, setelah sempat memberi harapan. Tentu kali ini pun Ranti kembali diliputi rasa bersalah.

Kedua kejadian itu sangat membekas di hati Ranti. Kasmaran memang menyenangkan, tapi saat rasanya hilang semua seperti berantakan. Ranti takut terbiasa menjadi seseorang yang sering mempermainkan perasaan orang lain. Oleh karena itu dia bertekad saat SMA nanti naksir-naksiran sama cowo akan menjadi prioritas terakhirnya dan menutup hatinya sampai benar-benar yakin kalau dia berhadapan dengan orang yang tepat.

Berlebihan? Begitulah Ranti. Di balik pesonanya, dia sebenarnya begitu kaku dan mudah panik. Apalagi dalam hal yang tidak ia pahami seperti urusan hati. Baginya perasaan itu seperti membodohinya. Ranti tidak suka dibodohi, apalagi oleh diri sendiri. Ditambah tidak adanya teman maupun sahabat dekat yang dia rasa nyaman untuk membicarakan perasaan, Ranti pun semakin larut dalam ketakutannya terhadap perasaan crushing.

Saat SMA, Ranti dikenal sebagai salah satu siswa yang serius belajar dan berorganisasi. Bagaimana tidak, setiap Ranti tertarik pada cowo, dia akan mengalihkan seluruh fokusnya pada pelajaran dan kegiatan OSIS. Hanya Salsa dan Alva, dua sahabat terdekatnya di SMA yang tahu betapa asyiknya berteman dekat dengan Ranti.

Salsa dan Alva adalah dua makhluk yang perannya besar sekali bagi keseimbangan hidup Ranti. Kalau Ranti terlalu kaku dan paranoid ketika berurusan dengan cinta, mereka berdua justru kelewat santai dan luwes. Karena mereka juga kehidupan sosial Ranti tidak begitu kering kerontang.

Salsa dan Alva menyimpan kekhawatiran terhadap cara Ranti memandang cinta. Mereka prihatin akan hidup Ranti, remaja berprestasi yang love-less dan pacar-less. Mereka tahu Ranti berkali-kali naksir cowo tapi malah berusaha memendam perasaan itu. Mereka bertekad untuk menyembuhkan Ranti dari trauma pendekatan sekaligus menghilangkan kutukan yang menurut mereka hanya ada di kepala Ranti.

Crushing CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang