"BANGSAT!"
Umpat cowok yang tahun ini genap berumur tujuh belas tahun, dia kembali mengacak-acaki rambutnya gusar. Dia benar-benar benci situasi seperti ini. Telepon genggam yang baru saja digunakan pun dibantingnya asal.
Lagi. Dihelanya nafas berat sembari melirik ke kertas yang berada di kursi penumpang mobil sedan miliknya, tampak nilai 90 dalam mata pelajaran Fisika. Nilai yang sangat baik mendekati sempurna, bahkan merupakan nilai yang diangankan teman-teman sekelas.
Seharusnya dia bersyukur bahkan jika perlu berbangga. Namun yang dilakukan malah sebaliknya, tentu saja karena dia sudah merasa kalah. Untuk kesekian kalinya, cewek yang dianggapnya kutu buku polos nan tak tahu apapun itu mendapat lagi nilai sempurna melebihi nilai yang didapatnya.
Tadi baru saja ditelpon papanya, sang empunya yayasan SMA Kartawijaya. Dia ingin sekali menyingkirkan cewek itu karena obsesi besarnya menjadi yang pertama. Dia harus selalu berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, ibarat putera mahkota yang ingin selalu dinomor satukan. Namun nahas seribu nahas, sang ayahanda raja yang biasa selalu menuruti apa yang diinginkan malah memilih untuk memertahankan cewek itu karena memberi banyak kontribusi terhadap SMA Kartawijaya, terutama dalam cerdas cermat tingkat provinsi yang berujung menghasilkan banyak piala juga bermacam sertifikat.
Dia benar-benar geram. Untuk pertama kalinya sang ayahanda raja tidak mengikuti keinginan egois sang putera mahkota, dan semua itu lebih diperburuk lagi dengan teleponnya yang kembali berdering setelah dibantingnya.
Deg! Salsa?
Diangkatnya dengan buru-buru telepon genggam itu lalu mulai terdengar suara pacarnya yang meminta mengakhiri hubungan dengan halus, bahkan tanpa basa-basi atau sekedar sapaan halo.
"Apa?! Gak bisa, Sal! Aku gak bisa! Aku gak bisa hidup tanpa kamu!"
"Maaf, Fan. Aku gak suka cowok egois! Udah ngambekan mulu, gak mau ngalah, sekalinya diputusin malah gak boleh!"
Cowok itu menggeleng kepalanya kasar ke kiri dan ke kanan walau tahu orang yang ada di seberang takkan melihatnya, namun semua itu diperjelas dengan lisan, "Gak! Gak bisa! Gak boleh! Lo tuh milik gue! Lo tuh punya gue, Salsa!"
"Heh, cowok gila! Lo pikir lo siapa, hah?! Udah ya, gue udah mutusin lo. Mulai sekarang jangan ganggu hidup gue lagi, bye!"
Setelah itu dengan santai dan tanpa ragu, telepon ditutup sepihak. Amarah dan kebencian makin tertanam dalam dirinya karena situasi yang menekannya. Hal itu membuatnya langsung mengacaki dashboard sedannya, tak peduli lagi bahwa kendaraan beroda empat itu kini bak kapal pecah. Berbagai makian demi makian kembali diumpatkan. Lidahnya memang sangat lancar dan lihai mengucap kata kasar.
"Sialan! Brengsek! Cewek gak tau diri! Bangsaaaat!"
Panas. Rasanya panas sekali. Hatinya benar-benar panas. Membuatnya hampir kehilangan kendali. Dipegangi kepalanya depresi sembari terus memaki keadaan yang menekannya.
Setelahnya puas memaki ria, akhirnya ditancapkan penuh emosi kunci mobil malang itu ke dalam lubang kunci lalu diinjaknya pedal gas dengan kalang kabut. Sedan hitam miliknya perlahan mulai melintasi jalanan ramai kota Jakarta Barat. Ditancapnya lagi gas itu lebih dalam, membuat dirinya jadi mirip seperti salah satu pembalap di televisi. Diputarnya volume tape mobil lebih keras hingga suara dentuman bass mulai memekikkan telinga, namun dia justru malah menyukainya. Memang, lagu rock dan metal lengkap dengan scream juga howl selalu menjadi sahabat setianya.
Walaupun dia sedang mengemudi namun pemikirannya malah terbang kemana-mana, terbawa akan suasana yang memuakkan lagi menyebalkan. Hingga akhirnya tanpa sadar, saat dia melewati jalanan yang cukup sepi...
Ckiiit! Gdubrak!
Sedannya hampir saja terhempas ke depan lantaran diinjaknya rem secara mendadak tanpa aba-aba. Seketika keringat dingin mulai bergulir di sekujur tubuhnya. Dadanya pun ikut berdebar kencang. Dia tahu perasaan macam apa ini. Inilah yang dinamakan panik. Ya, tentu saja. Barusan itu?! Suara orang tertabrak, kan?! Karenanya, kan?
Bodohnya dia tak berani untuk keluar dari sedannya sekedar untuk memeriksa tubuh orang yang tanpa sengaja ditabraknya itu. Nafasnya tercekal. Dia takut. Sungguh takut. Mulai terbayangkan dalam pikirannya, sebuah halusinasi dimana dia tak bisa menyelesaikan masa pendidikan putih abu-abu karena harus mendekam dalam sel bersama kumpulan narapidana lainnya. Itulah akibat yang harus didapatnya karena mengebut asal tanpa memerhatikan jalanan karena terbawa emosi sesaat.
Takut. Takut. Takut sekali. Dengan gelap mata penuh kekalutan, diputar lagi kemudi sedannya lantas diinjaknya pedal gas dengan cepat. Meninggalkan tanpa dosa (entah siapa) orang yang ditabraknya itu.
🗿
KAMU SEDANG MEMBACA
1US - Binar Rapuh✔
Ficción General[ONE UNIVERSE STORY SERIES] WARNING! KATA KASAR BERTEBARAN! JANGAN DITIRU! BACALAH CERITA INI DENGAN BIJAK! - Alfan from Bawel vs Noob Ini adalah cerita tentang si egois Alfan dan sang binar Philia. Alfan, cowok bak putera raja karena segala keingin...