Malam memang begitu larut. Tapi kantuk tidak juga datang.
Kepalaku terasa pening karena berpikir akan banyak hal yang membuat perasaanku merasa terombang-ambing. Senyum, kesal, marah, tangis, bisa saja datang di waktu yang bersamaan.
Tapi, begitu aku mengetahui sebuah fakta dan berujung pada rasa kecewa yang besar, aku bertanya-tanya, "kemana saja aku selama ini?"
Marah, itu yang aku rasakan. Meski jam menunjukkan pukul dua dini hari, aku ingin menangis kencang, berteriak dengan lantang, atau menghentakkan barang agar amarahku terlampiaskan. Itu semua berakhir dengan tindakanku yang diam, mata entah apa yang di tatap, tapi perasaan yang terasa sesak.
Berbagai penyesalan aku rasakan karena aku terlalu takut mencoba.
Rasanya, aku ingin mundur, lalu mengambil langkah lain.
Lagi-lagi, aku ragu.
Apa jika aku mengambil langkah lain, itu akan berhasil?
Beberapa menit lalu, aku teringat akan ucapan seseorang, "selesaikan apa yang telah kamu mulai."
Aku berpikir lagi.
Pada titik ini, aku hanya perlu memperbaiki lalu bertindak lebih baik lagi.
Tetapi, aku tetap menangis. Dengan perasaan menyeruak dalam dada, tanpa air mata, tanpa suara.
"Maaf. Maaf. Maaf."

KAMU SEDANG MEMBACA
Unspelled Words
Short StoryIni hanyalah buku berisi kata-kata yang sulit kamu ucapkan dengan lantang. Tak terbatas. Update suka-suka. Copyright (c) by alda alia