"Apa sih!" Rara berontak selepas Revy membawanya keluar kafe.
"Lo kebiasaan tau gak sih! suka muncul dimana mana" Protes Rara.
Revy hanya memutarkan bola matanya malas.
"Kamera gue" Ujar Revy sambil mengulurkan telapak tangannya. Gadis itu hanya diam memicingkan tatapannya. "Gila lo! lo bener bener nuduh gue ambil kamera lo?" Tanya Rara.
"Gue udah bilang, kalau kamera gue hilang itu lo yang ambil karena cuma lo yang ada dan liat gue masukin kamera gue ke loker" Ucap Revy datar.
"Tapi itu gak bisa disebut bukti" Pembelaan Rara. "Lagian gue keluar dari ruangan itu sebelum lo pergi kan" Sambungnya.
"Terus kalau bukan lo siapa lagi?"
"Gue jujur banget nih ya, dengan rasa kemanusiaan gue terhadap lo, Gue sama sekali gak ambil kamera lo! bahkan gue sentuh aja enggak" Rara kembali membela dirinya.
"Gue juga ga nuduh lo ya! habisnya segala kemungkinan siapa yang ambil kamera gue itu mengarah ke lo" Revy meremas puncak kepalanya gelisah. Rara yang melihat itu hanya diam dan ikut heran.
"Oke!"
"Gue tau cuma ada gue dan lo tadi di ruangan yang sama, tapi setelah gue pergi dari ruangan itu gue bener bener gak balik lagi. Lo bisa tanya temen temen gue atau bahkan lo tanya temen lo Ridho kalau gue bener bener gak pergi sedetik pun dari mereka. Jadi, gimana caranya gue ambil kamera lo? Gue gak punya ilmu membelah diri" Ujar Rara.
"Lagian kan yang terakhir disekolah itu cuma lo" Sambung Rara.
"Tetep aja ya pembelaan lo itu ga bikin tuduhan gue terhadap lo jadi menghilang" Ucap Revy dengan kekeh.
"Ya terus? Gue juga gak mau tanggung jawab terhadap hal yang sama sekali gak gue lakuin" Ucap Rara.
"Kalau gue yakinnya lo yang ambil gimana? lo bisa melakukan pembelaan apa lagi selain cuma ngomong ngomong doang ngebela diri lo sendiri" Ucap Revy dengan datar.
Baru saja ingin mengatakan sesuatu Rara dibuat terhenti ketika Gibran dan Mira keluar dari kafe dengan berjalan beriringan dengan begitu dekat. Gibran memadangi Rara dengan tatapannya yang seperti biasa dalam. Sedangkan Mira tidak menghiruan siapapun sama sekali.
"Apa, bisa cepet nggak sih! apa pembelaan lo?" Revy bertanya dengan nada sebal.
"ARGGGHH"
"SIAPA SIH NAMA LO?!"
"RIBET BANGET!!!"
Rara keluarkan segala kekesalannya. Memasang wajah sebal hanya membuatnya semakin ingin memukul pria yang kini dihadapannya. Revy hanya mengangkat satu alisnya sebagai tanda bahwa yang dilakukan Rara adalah hal yang cuma cuma dan aneh.
"Revy" Ujar Revy setelah puas membuat Rara tersipu malu seusai teriak sebal.
Rara menarik dan membuang napasnya perlahan sebagai tanda kepasrahannya. "Oke Revy, Bukan gue yang ambil kamera lo. Dan sebagai buktinya kalau emang gue gak bersalah gue akan buktiin ke lo siapa yang ambil kamera lo, Gimana?" Rara memberikan penawarannya.
"Oke, gue kasih lo waktu sebulan buat cari kamera gue dan kasih tau gue siapa yang ambil berserta bukti buktinya" Ujar Revy.
"Gue cukup berbakat dalam melacak dan mencari bukti, kira-kira kalau gue berhasil gue dapat apa dari lo?" Kepercayaan diri Rara kembali hadir.
"What ever you want" Ujar Revy tak kalah percaya diri. Dua dua nya sama sama tak ingin mengalah. "Tapi inget, masalah ini cuma kita berdua yang tau" Sambung Revy.
"Dan jangan lupa, gak boleh curang dengan beli kamera baru terus lo manipulasi bukti" Ucap Revy sebelum kembali pergi meninggalkan Rara.
"Bener bener nambah masalah" Keluh Rara Pada dirinya sendiri.
Siapa yang menduga masalah ini benar benar terjadi? Sesuatu terus terjadi memperkeruh suasana keduanya. Rara yang sama sekali merasa tidak bersalah, lalu Revy juga yang merasa jadi korban dan terus kekeh ingin tahu pelakunya. Ah, ini sesuatu yang Rara sukai. Menyelidiki dan mencari bukti, seperti cita citanya dahulu ingin menjadi seorang detektif. Namun hanya saja ia mendapatkan patrner yang tidak ia impikan.
Malam berlalu, menyisakan beberapa tumpukan buku dan kertas kertas yang berserakan, lampu belajar yang masih memancarkan cahayanya diatas meja itu membuat suasana kamar terlihat lebih cerah.
Revy terbangun, melepas pena yang sedari tidur terjebak diantara jemarinya. Ia menyambut sinar matahari dengan membuka gorden berwarna coklat muda itu, Pria produktif walau pada waktu tertentu saja.
Pria itu berjalan menghampiri meja yang terlihat kacau karena kertas yang berserakan. Revy mematikan lampu belajar dan menyusun kembali buku-bukunya. Lalu pria itu kembali duduk pada tepian kasur yang dihiasi lampu kuning langsat.
Tok tok tok!
Revy segera kembali tertidur walau hanya berpura-pura.
Seseorang membuka pintu kamar Revy.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Re)toris [SEDANG DALAM REVISI]
Teen FictionSatu hal yang ingin aku lakukan, Mengajarimu bagaimana cara merespon cerita orang dengan baik.