Kawan baru

262 96 57
                                    

Vote komen dong, hehehe....!

************************************

Atta masuk kedalam ruangan perpustakaan sendirian dengan raut muka yang masih bingung. Bingung dengan sikap Ara yang pergi meninggalkannya begitu saja.

“Assalamualaikum…!” ucap Atta sopan.

Hanya sebagian siswa yang menyahut salamnya, sebagian lagi tetap fokus dengan buku yang ia baca. Atta sedikit heran dengan maksud Bu Hilda menyuruhnya datang kesini, dimana ruang ini di pakai untuk membaca dan tidak boleh meribut.

Mungkin Bu Hilda belum tau kalau aslinya Atta itu cowok yang peribut.

Disini Atta bisa menghitung berapa banyak siswa kutu buku di sekolah ini. Hari ini masih pagi, masih menunjukan pukul 07:25 WIB. tapi beberapa siswa sudah berada di perpustakaan untuk membaca buku pelajaran.

Di sekolah Atta yang dulu ia tidak pernah melihat siswa yang datang pagi-pagi seperti ini hanya untuk membaca, jikapun ada itupun sudah waktu istirahat dan isinya paling banyak hanya mencapai lima orang saja.

Atta terseyum tipis, di sudut kanan dari tempat berdirinya saat ini sudah ada Ara yang fokus dengan arahan dari Bu Hilda. Sedangkan Gea dan Vero sendiri masih belum terlihat batang hidungnya.

“Ibuk manggil saya?” tanya Atta sopan.

Bu Hilda mengangguk seraya tersenyum tipis. “Iyaa Ganteng. Duduk sini.”

Atta hanya menurut dengan apa yang di suruh Bu Hilda. Sedangkan Ara, perempuan itu mencoba menahan tawanya melihat ekspresi Atta yang berubah kikuk.

“Kalau mau ketawa-ketawa aja.” Sindir Atta dingin.

Ara mengangkat satu alisnya. “Lo ge-er amat sih jadi cowok.” cerca Ara. “Itu lihat si Dian. Lipstiknya tebal banget, ya tuhan…!” Atta menoleh, mencari seseorang yang bernama Dian, tapi tidak ia temui, jadi Atta hanya diam dan fokus pada buku yang ada di hadapan Ara.

Dasar lelaki bodoh, mau aja di tipu. Ara membatin.

Ara menatap Atta dengan tajam. Pria dengan bentuk rahang sempurna itu sedang fokus pada buku di depannya, mungkin Atta tak menyadari kalau Ara sudah lama menatap wajahnya yang tampan itu.

“Ibu keluar sebentar. Kalian bakalan ibu izinkan untuk pembelajaran hari ini.”

Bu Hilda berdiri dari duduknya, meninggalkan Atta yang masih fokus membaca buku dan Ara yang tengah lupa akan dunia karena wajah tampan Atta.

Lembar demi Lembaran terus di buka oleh Atta, tapi lelaki itu masih tidak menyadari Ara yang masih bernafas itu terus saja menatap dirinya, tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.

“Kalau liat gue jangan lama lama kayak gini. Malu.” Atta menoleh. Membuat Ara sedikit kaget dan malu sendiri. “Lo suka sama gue kan?”

Sumpah ini adalah mimpi buruk bagi Ara. Ia sangat malu dengan dirinya saat ini. Kenapa Atta bisa tau kalau Ara menatapnya sedari tadi? Bukannya ia tadi fokus dengan buku saja?

“Ng…Ngak, Gue ngak liat lo.” Elak Ara.

“Lalu?”

“Gu…Guee.. Gue baca buku lah. Terhalang aja sama wajah lo.”

Atta tertawa pelan. Itu adalah sebuah alasan yang tak masuk akal. Pasalnya wajah Ara itu bukan lurus menatap kearah buku, tapi dalam posisi Serong, mentap dirinya.

“Kok pipi lo merah?” Bohong Atta.

Dengan wajah panik Ara menutup kedua pipinya dengan telapak tangannya. Hal itu membuat Atta tertawa ngakak. Hingga semua orang yang berada di perpustakaan menatapnya tajam.

ARASANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang