Hari kedua

13 3 0
                                    

"Apa yang kamu pikirkan Shera?! Kita belum sampai tiga hari lalu sekarang kamu ingin menyerah? Apa kamu masih kesal dengan kejadian tadi, baiklah aku minta maaf" tutur Mahesa yang sekali lagi membuat semua orang disana memiliki tanda tanya yang besar di kepala mereka

"lanjutkan tiga hari kita, aku menerimamu. Jika aku semakin nyaman tentang hubungan ini aku akan melanjutkannya, cepat sembuh. Aku pamit pulang lebih baik aku tidak ada di saat omamu berbicara" tambah pria itu tetapi ucapannya hanya melalui bisikan di kuping Shera.

"Kamu benar janji padaku kan, semuanya tidak bohongkan Mahesa?! Besok aku akan kekantormu lagi" balas Shera tersenyum bahagia karena bisikkan Mahesa sedangkan sang lelaki itu hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Jadi kamu sudah sering kekantor Mahesa?" Tanya Hesti yang membuat Shera menggigit bibir bawahnya bingung.

"Sudahlah ayo pa, ma, kita pulang kalian harus istirahat besok aku juga akan menghadiri rapat" kata Mahesa mengalihkan pembicaraan secepat mungkin.

"Baiklah, kalau begitu kami pamit Ren, Li, Sher,  dan tante. Cepat sembuh nak." Pamit Satyo pada keluarga Diwangka.

^^^^

Hari ini Shera masih tetap di rawat, semalam ketika Mahesa pergi pamit meninggalkannya. Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk di hp milik wanita itu, pesan siapa lagi kalau bukan pesan dari Mahesa.

Mahesa
jangan pergi kekantorku besok
aku akan kesana selesai rapat.

Shera sempat kebingungan mengapa nomor ponsel pria itu sudah ada di hpnya, namun ketika ia pikirkan lagi mungkin saja Mahesa yang menyimpannya karena ponselnya tak pernah menggunakam password.

Pagi ini ia belum makan, keluarganya semua sudah pergi kembali ke mansion karena mengerjakan urusan masing-masing. Dengan rasa bosan yang terus menghampiri akhirnya ia mencoba menghubungi Mahesa melalui satu aplikasi Video call.

Mahesa POV

Sekarang sudah pukul 10 pagi baru saja rapat yang aku datangi selesai dengan baik. Aku juga berhasil membuat kolega bisnis menjadi tertarik untuk bekerjasama dengan RR.corp, baru sempat masuk kedalam ruangan ponselku tiba-tiba saja bergetar.

Shera, tertulis jelas namanya di layar ponselku. Aku segera mengangkatnya dan terlihatlah wajah  cantik yang begitu pucat, aku tau ia begitu tak bisa diam tapi melihat Shera seperti ini rasanya aku tak ingin membuatnya sakit.

"Pagi" katanya dengan nada yang memaksa untuk ceriah.

"Pagi, bagaimana sekarang keadaanmu? Sudah lumayan baik atau bagaimana?" Tanyaku padanya

"Sudah lumaya baik, kamu jadi kemari atau nggak? Apa aku saja yang kesana? disini terlalu sepi tak ada yang menemaniku"  balas Shera sambil memperlihatkan isi ruangan tempat ia di rawat.

"Jadi, aku baru keluar dari ruang rapat tunggu di situ sebentar. Kamu mau aku beliin apa?" Entah kenapa saat ku tanyakan reaksinya menunjukan kebiasaannya ketika sedang kebingungan.

Meski baru beberapa hari aku mengenalnya satu kebiasaannya yang ku tau, ia pasti akan menggigit bibir bawahnya sambil menatap entah kemana ketika sedang bingung. Aku rasa ada sesuatu yang di sembunyikan dengan segara aku berjalan masih tetap melihat layar ponsel yang terdapat wajah cantiknya.

"Ada apa, kenapa gak jawab? Kamu bingung? apa buah aja atau gimana?" Tanyaku sekali lagi dengan pelan ia, berkata sangat berhati-berhati.

"Boleh beliin bubur ayam? Aku belum makan dari tadi sih, boleh gak?" Seketika suara itupun membuatku terhenti, wanita ini sangat suka membuatku kesal.

Bagaimana bisa ia sangat tidak menjaga dirinya, aku saja yang pagi tadi hanya memakan salad buah pun masih lebih baik dari pada dia yang tak makan sama sekali.

Author POV

"Yasudah aku beliin tunggu di sana, matikanlah aku ingin menjalankan mobil sekarang" kata Mahesa masih menahan kekesalannya.

^^^^

Kini Mahesa sudah sampai di ruangan rawat inap Shera, sambil membawa sebungkus bubur ayam yang di belinya di dekat rumah sakit milik keluarganya itu.

Shera yang melihat plastik putih dengan wadah yang terbungkus begitu sangat tau, bahwa itu adalah bubur ayam pesanannya. Kini Shera yang posisinya terduduk sambil bersandar di kepala kasur tersebut, meminta Mahesa segera mungkin memberikan bubur itu untuknya.

"Thank you, aku sudah sangat lapar akhirnya pesananku datang juga" perkataan Shera semakin membuat pria tampan itu semakin kesal hingga kembali memarahi Shera.

"Kenapa kamu belum makan?! Aku bingung kamu mau sembuh atau enggak? Kenapa makanan dari rumah sakit gak di makan Shera, aku ngasih tau gini biar kamu tau harus jaga kesehatan!"

"Rasanya hambar, aku tidak suka. Aku ingin bubur ayam"

"Biar aku yang suap, kalau kamu makan sendiri aku pastiin gak bakal habis. Kenapa gak suruh adik kamu atau siapa untuk membelikan bubur dulu sebelum pergi? Kalau gini yang ada kamu tambah sakit, kamu itu denger aku ngomong apa enggak? Gimana kalau kita nikah aku yang tidak terbiasa sarapan, kamu yang males sarapan. Kalau gitu sakit serumah siapa yang mau urus!!" Ucapan Mahesa seakan benar dan masuk hingga ke hati wanita itu, Shera diam masih dengan kepala tertunduk.

Pikirnya 'Mahesa benar, aku tidak bisa merawat diri bagaimana aku merawat keluargaku nanti'

"Maaf" ucapnya dengan nada lirih, kali ini air matanya juga ikut turun. Ia merasa tidak pantas untuk hidup berumah tangga bersama Mahesa maupun pria lain, karena kebiasaannya itu.

"Akk--ku memang tidak becus, sangat jelas mungkin lebih baik aku menyerah tentang kita" kini Shera benar-benar sedih, air matanya juga mengalir tanpa henti. Pikirnya semua ini berawal dari sang Oma, nada suara Shera yang sesegukan membuat Mahesa memijat pelipisnya.

"Sudah diam lah, aku minta maaf. Jangan menangis lagi" ucap Mahesa sambil memeluk wanita itu di dekapannya.

"Hiks... hiks... tapi kamu ngomong bener kok, lebih banyak wanita yang lebih baik mengurusmu dari pada aku." balasnya yang kini memeluk pinggang pria itu dengan erat.

Mahesa mengelus rambut Shera dengan lembut ia pun masih tetap setia mendekap wanita cantik itu, sesekali pria tersebut juga mencoba menghapus air mata Shera.

"Kan aku sudah minta maaf, kamu jangan nangis lagi. Sekarang aku suapin yah biar cepet sembuh, maukan?" Kata Mahesa dengan begitu lembut.

Sambil memakan bubur yang terus di suapi oleh Mahesa, Shera masih tetap mendapatkan sedikit nasehat dari pria tampan yang lebih dewasa darinya itu. Entah kenapa mungkin karena kedewasaannya sampai ia tidak begitu suka dengan kebiasaan Shera, walaupun belum ada status di antara kedua orang itu tetapi Mahesa sudah memikirkan matang-matang soal keberlangsungan hidupnya.

Maka dari itu ia akan segera melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius walaupun tidak ada proses berpacaran. Shera mungkin wanita yang manja tetapi terkadang sikap dan perilakunya bisa menjadi lebih dewasa darinya, wanita itupun sudah banyak mengetahui tentang dirinya.

Kini tersisa satu suapan lagi, Mahesa dengan sabarnya menyuapi wanita yang tengah duduk di kasur sambil bersandar.

"Lain kali jangan seperti ini, aku bukan bermaksud untuk marah sama kamu. Tapi itu bentuk kalau aku benar-benar khawatir" ucap Mahesa untuk terakhir kalinya kemudian menyuapi Shera lagi, sedangkan wanita yang di suapi itu sedari tadi mengangguk mengiyakan.

"Aku ketoilet sebentar, kamu bisa minum obat sendiri kan?"

"Iya"

Selamat membaca cerita pertamaku, semoga kalian suka.

Jangan lupa vote, comment dan share ke teman kalian yah:v

Because Of Grandma!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang