Liburan kali ini terasa seperti libur Sabtu dan Minggu. Tidak ada yang istimewa. Pagi hari aku menemani di restoran, lalu sorenya kerja di kafe. Tak ada masalah sebenarnya, setiap hari bertemu dengan teman-teman dan pengunjung kafe yang bisa mebghiburku.
Sejak masa liburan pengunjung kafe meningkat, bisa dua kali lipat dari biasanya. Biasa suasana seperti ini hanya kami temui saat weekend saja, tapi sekarang bisa setiap hari. Sarah saja mengeluh kuwalahan melayani pengunjung yang terus berdatangan. Membuatnya tak sempat beristirahat.
"Bim bisa minta tolong ambilin paper roll di belakang?" pintaku pada Bima setelah mengantarkan satu pesanan di meja nomor lima.
Paper roll ini biasanya bisa bertahan dua sampai tiga hari, tapi sejak liburan ini, satu gulung bisa habis dalam sehari. What amazing?!
"Pesen menu paling laris, satu ya.."
Langit berdiri di depan meja kasir dengan senyum lebar yang membuatnya terlihat mempesona.
"Lihat siapa yang dateng."
Theta ikut menoleh begitu suaraku berhasil ia dengar. Senyuman manis di sambut tak kalah manis oleh senyuman Langit.
"The, choco maciato satu ya buat Langit." Ucapku setelah itu.
Langit duduk di kursi tepat di depan mesin kopi Theta, memperhatikan setiap gerakan Theta yang lihai membuat menu yang memang favorit di sini. Entah sudah berapa ratus cangkir yang dibuat oleh Theta, melihat banyak sekali penggemar minuman itu.
"Kalian nanti malem ada acara apa?" tanya Langit setelah Theta memberikan pesanannya, kepulan asap masih teihat di atas cangkir itu.
"Kalo kafe tutup ya kita pulang." Jawab Theta.
"Nonton yuk, ada film horor baru yang katanya bagus." Ucap Langit.
"Emang lo berani?" Langit berdecak kesal mendengarku.
"Makanya ayo nonton, biar lo tau kalo gue bukan penakut." Bantah Langit.
Walau aku dan Theta baru mengenal Langut lebih dekt, tapi bawaannya yang terbuka dengan orangnlain membuat kami nyaman dengannya. Tak ada rasa canggung berlebihan, dia pandai membawa suasana menjadi lebih menyenangkan.
"Bim, ikut yuk." Kata Theta pada Bima yang datang dengan paper roll pesananku tadi.
"Kenalin dulu dong, ini Langit, temen kampus kita berdua." Sahutku memperkenalkan keduanya yang langsung diikuti jabat tangan mereka. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Bima melihat Langit, hany baru saja berkenalan.
"Gimana, Bim?" tanya Theta lagi.
"Boleh." Jawab Bima mantap.
"Tapi habis kita selesai kerja ya," kataku pada Langit.
Langit mengacungkan jempolnya, lalu menyuruput pelan kopi yang sudah setengah dingin itu.
***
Langit benar-benar datang ketika setelah kami menutup kafe, aku kira dia akan mengundur esok hari karena tidak ada kabar lanjutan setelah ia pulang sore tadi.
"Udah selesai, kan?" kata Langit.
"Nanti lo sama Theta duluan aja beli tiket, nanti gue sama Bima nyusul habis nutuo kafe." Jawabku.
"Tapi jangan lama-lama yaa." Ucap Theta, ia langsung beranjak mengambil tasnya di loker. Langit dan Theta berangkat terlebih dahulu, karena jarak bioskop lumayan jauh. Dan waktu yang semakin larut.
"Kalian berangkat aja, biar Mas Adi yang tutup kafenya." Rupanya gerak cepat kami ditangkap oleh Mas Adi yang tadi sedang memeriksa pemasukan.
"Nggak papa, Mas, kita seleseiin aja." Ujarku yang mempercepat gerakan menyapu agar cepat selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ternyata, kamu.. | ✓
Random"Lo pernah bilang ke gue untuk nggak ninggalin lo, terus lo pikir gue bakal ngijinin lo ninggalin gue gitu aja?" Aku terdiam. Bagaimana mungkin aku bisa lupa akan sesuatu yang selalu aku takutkan setiap harinya. "Gue pernah bilang, kalo lo adalah ba...