27

123 9 0
                                    

Kemarahanku tak banyak merubah keadaan rumah, mama tetap menjadi mama dan papa pun begitu, semua berjalan seperti biasa. Aku cukup lelah menghadapi kedua orang tuaku, sekeras apapun aku memberontak untuk menuntut perhatian, tak akan pernah berhasil.

"Hei, birthday girl.."

Awan berjalan mendekatiku sambil membawa sebuah kotak cukup besar. Senyum manisnya menulariku, sudah cukup lama kami tak berjumpa, hanya bersapa lewat ponsel yang katanya sampai membuat dirinya gila.

"Ulang tahunnya udah lewat seminggu, by the way." Kataku menyambut kedatangannya.

"Can I get a hug?" ucapnya.

Awan merentangkan tangannya menawarkan tubuhnya untuk ku peluk, senyum nakalnya membuatku tak dapat menolak. Aku bangkit lalu masuk dalam pelukan Awan. Erat dekapannya seolah mengatakan besarnya rindu padaku.

"Aku seneng banget bisa ketemu kamu.." katanya.

Setelah puas memelukku, kami kembali duduk di meja yang sudah aku duduki sebelumnya.

"Ini buat kamu, ini pertama kalinya aku beli kado sampe nggak bisa tidur." Kata Awan setelah menyeruput kopinya.

"Oh ya," aku terkekeh mendengar pernyataan tersebut.

Wajah Awan tiba-tiba serius, dalam memperhatikan diriku.

"Kamu kok kurusan?" tanya Awan.

"Masak sih?" jawabku.

Awan menyentuh pipiku, tepatnya di tulang pipiku.

"Terakhir ketemu, pipi kamu masih kayak bapao." Ujar Awan yang membuatku berkedik.

"Bagus kan, cowok kan seneng kalo pasangannya langsing." Kataku.

Awan mengangkat alisnya, menatapku penuh makna yang mebuatku kikuk setelahnya , "oh jadi kita pasangan nih ceritanya?" tanya Awan.

"Jangan grogi gitu dong mukanya.." tambahnya.

Pipiku semakin panas ketika Awan menyadari diriku yang kikuk mendengar pertanyaannya. Kalimat tadi keluar begitu saja, aku pun tak tau asalnya dari mana.

"Birthday party himpunan weekend ini dateng nggak?" tanya Awan mengalihkan pembicaraan.

"Kayaknya enggak, soalnya ada jadwal ke rumah sakit. Kamu dateng?" jawabku.

"Yap, anak-anak dateng dan maksa aku buat dateng." Jelasnya.

Aku mengangguk mengerti setelah ini. Diriku yang seolah kahabisan kata-kata setiap kali bertatap muka dengan Awan, matanya seolah menarik semua otot waras yang ada di kepalaku.

"Ale, kamu baik-baik aja, kan?" tanya Awan.

Suaranya begitu serius kali ini, matanya pun sama.

"Kalo aku sakit, kamu pasti udah tau.." jawabku.

Awan tak pernah memaksaku menceritakan apa yang sedang aku pikirkan, walaupun mungkin ia bisa merasakan hal ganjil dari wajahku.

"Kamu tau kan aku sayang sama kamu, aku nggak mau kamu kenapa-napa." Katanya.

Kalimat tersebut tiba-tiba mengingatkan aku pada Rigel, dan semua hal yang terjadi kemarin. Rigel adalah satu-satunya orang yang bisa membuatku setenang ini, bahkan Theta tidak bisa membuatku setenang itu. Kadang aku bingung kenapa bisa seperti itu.

"Ale, mau aku anter pulang?" tanya Awan.

"Nggak usah, aku dijemput kok. Kamu ada kelas kan habis ini, aku nggak mau kamu telat." Jawabku.

Ternyata, kamu.. | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang