Entah ada apa dengan aku dan Theta yang tiba-tiba menjadi begitu ceria hari ini. Kami jadi sering tertawa tak beralasan. Seperti siang ini, kami duduk dibangku kantin paling belakang sambil sibuk dengan ponsel masing-masing. Sama sekali tak ada dialog diantara kita berdua, yang ada hanya kikikan kecil yang sesekali ku dengar dari wanita yang sedang duduk di sampingku ini.
"Lo kenapa sih senyum-senyum sendiri?" tanya Theta yang mulai menyadari kelakuan kami berdua.
"Ngaca kali, lo juga senyum-senyum sendiri daritadi." Balasku.
Theta tersipu malu. Senyuman itu mengandung banyak makna, aku tau betul. Diletakkannya ponsel merah itu di atas meja sebelum memusatkan dirinya padaku.
"Eh, Le, lo besok ada acara nggak?"
"Ya paling ke kafe aja. Kenapa?"
"Temenin gue nonton yuk."
"Tumben amat."
Theta tersenyum malu setelahnya, tidak seperti Theta yang biasanya langsung to the point apa yang ia ingin katakan, "lah kenapa lagi nih orang senyum-senyum nggak jelas."
"Rigel yang ngajakin." Ucap Theta akhirnya yang terdengar seperti pengakuan.
"Terus ngapain lo ngajakin gue yang ada nih ya, ntar gue jadi nyamuk kalian?" Ucapku menolaknya yang malah dibalas dengan bibir Theta yang manyun.
"Ya gue nggak berani sendirian nanyi kalo dia macem-macem sama gue gimana." Kini Theta terdengar sangat berlebihan menilai Rigel.
"Udah lah ya, lo ikut aja. Gue yang bayarin deh semuanya." Lanjut Theta memaksa dan tak mengijinkan aku menolak keinginannya.
"Iya udah gue ikut..." Siapa yang bisa menolak jika terus dicecar paksaan seperti itu. Walau tak ku hiraukan paksaan Theta barusan, aku yakin ia akan melakukan apapun agar aku mau ikut dan menuruti kemauannya.
***
Duduk sambil menatap dua orang yang asik mengobrol di bangku depan mobil ini menjadi satu-satunya hal yang bisa ku lakukan saat ini. Mendengarkan Rigel dan Theta yang terus membahas semua hal yang sepertinya hanya mereka saja yang tahu, membuatku tak bisa ikut masuk ke dalamnya. Seharusnya aku tetap pada keputusan untuk tidak ikit andil dalam acara ini.
"Le, menurut lo bener gue apa Rigel?" pertanyaan itu membuatku mengalihkan pandangan dari ponsel kembali kepada mereka berdua yang kini mengharapkan jawaban dariku.
"Kalian ngomong apa aja, gue nggak ngerti.."
Rigel dan Theta saling tatap setelah itu, seperti berbicara hanya dengan bahasa mata saja.
"Pasti Alea lagi galau, makanya diem aja mpjok di belakang." Sahut Rigel.
Mulut Rigel memang kurang bisa disaring. Botol plastik bekas minuman berhasil sampai di lengannya sesaat setelah tawa keduanya memenuhi ruang mobil ini. Aku bisa melihat bagaimana bahagianya Rigel melihat senyuman di wajah Theta saat ini.
"Jangan salah, Alea ini jutru lagi bahagia banget." Kata Theta.
"Kenapa gitu?" tanya Rigel penasaran.
"Udah, nyetir aja dulu, ntar kalo nabrak, kita yang repot." Ucapku yang berhasil membuat keduanya cekikikan.
Aku masih melanjutkan menatap jalanan yang cukup ramai siang ini. Membayangkan hal-hal yang bisa ku lakukan seandainya tidak setuju untuk ikut dengan Theta sekarang. Aku pasti bisa menyantai sambil bermalas-malasan di kasur kamarku. Tempat paling nyaman di dunia.
BRAKK...
Mobil Rigel berhenti mendadak, membuatku terpental ke depan. Jantung yang tadi berdetak normal, kini berganti degupan kencang yang menyiksa dada
KAMU SEDANG MEMBACA
Ternyata, kamu.. | ✓
Casuale"Lo pernah bilang ke gue untuk nggak ninggalin lo, terus lo pikir gue bakal ngijinin lo ninggalin gue gitu aja?" Aku terdiam. Bagaimana mungkin aku bisa lupa akan sesuatu yang selalu aku takutkan setiap harinya. "Gue pernah bilang, kalo lo adalah ba...