29

122 9 0
                                    

Banyak orang bilang kita harus mengikuti kata hati, karena dari sana kejujuran berasal. Sampai sekarang aku masih ada dalam  keraguan menjalin hubungan 'rahasia' dengan Awan, walaupun mungkin tak dirasakan olehnya. Semakin lama aku semakin ragu semakin merasa salah.

Awan
Ke KopaKopi sekarang, mau ngobrol.

Pesan terakhir yang terus ku baca sepanjang perjalanan ke kafe. Kini kami tak perlu lagi bertanya 'ada apa' setiap ada yang ingin bertemu, kami simpulkan jika itu kewajaran yang biasa disebut rindu.

"Hei.." sapaku pada Awan yang sudah duduk di bangku biasa kami duduki setiap kali kemari.

"Hei.." sapanya pelan.

Wajah Awan tidak seperti biasanya, lesu dan tidak bersemangat.

"Sakit?" tanyaku.

Awan hanya diam, menatapku sejenak lalu menarik nafas panjang.

"Kenapa nggak bilang kalo Rigel itu pacar kamu?" tanya Awan.

Diam sejenak berusaha memproses apa yang baru saja aku dengar. Aku tidak pernah sekali pun menceritakan tentang Rigel kepada Awan.

"Tau dari mana?" tanyaku balik.

Awan mengusap wajahnya kasar, kekecewaan memenuhi dirinya saat ini.

"Temen aku namanya Dinda yang kebetulan juga temen SMP Rigel, dia cerita kalo kalian udah lama pacaran. Kenapa nggak bilang dari awal?" jelasku.

Dunia kami sempit sekali ternyata, aku tak menyangka jika Awan akan mengenal Dinda dan menceritakan rahasia yang bahkan sudah aku dan Rigel tumpuk.

"Aku bisa jelasin semuanya.." kataku.

"Jelasin.."

Dengan berat hati aku akhirnya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi saat itu. Aku tau ini adalah pelanggaran besar untuk persahabatanku dengan Rigel. Tapi mungkin ini akan berhasil memperbaiki hubunganku dengan Awan. Bukan hal yang mudah menceritakan kembali hal ini, aku dan Rigel sudah sepakat untuk merahasiakan apapun, karena sesungguhnya kami tak pernah bereskpektasi kejadian seperti ini akan terjadi.

"Apa yang udah kamu tau jangan kasih tau ke siapapun.." ucapku setelah menyelesaikan cerita.

Awan hanya diam, hanya sesekali menatapku dengan tatapan misterius yang sulit sekali aku artikan.

"Jadi intinya kamu bantuin Rigel kasih pelajaran ke Dinda karena dia udah mainin perasaan Rigel?" ulang Awan.

Aku mengangguk untuk membenarkan ucapannya, mungkin membingungankan bagi Awan mencerna kalimatku, atau bahkan tak percaya. Wajar jika ia tak mudah percaya, hal yang aku dan Rigel lakukan memang terlalu konyol untuk diterima.

"Kapan-kapan aku kenalin kamu ke Rigel, biar dia bisa cerita apa yang sebenarnya terjadi." Katanku.

"Nggak perlu, aku percaya kok." Jawabnya.

Ku kerutkan dahi saat ia menolak untuk ku kenalkan pada Rigel. Beberapa waktu yang lalu aku sudah ingin mengenalkan Awan pada Rigel dan mengaku tentang ubungan rahasia yang sudah mulai ku bangun dengan Awan selama ini. Takut jika Rigel tidak menyetujui keputusanku adalah alasan paling besar.

"Marah ya.."

Awan meraih tanganku seolah sedang meminta maaf atas apa yang terjadi.

"Tadinya aku kesel banget. Aku tau kalo kalian deket dan nggak masalah dengan itu." Jawabnya.

"Ya udah kalo gitu, mau anter aku ke kafe? Aku kerja pagi hari ini." Ujarku.

Satu anggukan dari Awan membuat kami segera beranjak dari KopaKopi menuju ke tempat kerjaku. Tak mengira jika menjelaskan kepada Awan akan semudah ini.

Ternyata, kamu.. | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang