|11|:Once Again:

304 76 16
                                    

KISAH INI FIKSI SEMATA, BERSUMBER DARI IMAJINAJIS. 
DIHARAPKAN KEBIJAKAN PEMBACA.

NAMUN, TYDACK MENUTUP KEMUNGKINAN TERDAPAT BEBERAPA KESAMAAN DALAM KISAH NYATA KARENA MEMANG DISENGAJA.

***

Diana tidak bisa berhenti. Ia sudah masuk terlalu dalam pada kasus ini. Walaupun ia putri presiden yang bisa menyuruh siapa pun dan yang menerima titah Diana akan melakukan dengan senang hati, Diana tidak ingin melakukannya. Sekarang yang ia percayai hanya dirinya sendiri.

Melaporkan Tarendra kepada pihak berwajib bukan cara terbaik menyelesaikan masalah. Terlebih pihak berwajib itu Wijaya yang tempo hari ia lihat cukup dekat dengan Sugeng alias rekan Saipul—dalang dibalik penculikan Eva. Bila ia melaporkan Tarendra, citra Gio akan buruk di masyarakat. Padahal baru saja ia mempercayai Gio untuk mengalahkan ayahnya. 

Diana sudah belajar dari kejadian penculikan Eva. David dan Gio dijadikan topik berita burung. Meskipun segenap hati ia ingin Tarendra merasakan jeruji besi. Salah satu anak calon presiden membuat masalah di saat seharusnya ia menjaga nama baik keluarga. Bukankah terlalu mencolok? Apa yang dikatakan rakyat Indonesia?

Agar menimalisir status mencolok itu, Diana nekat menaiki kereta menuju Jakarta di hari sekolahnya. Lagi-lagi, Diana berbohong pada Pohan dan mengatakan ia ingin berlatih memanah sepulang sekolah. Meninggalkan tas sekolahnya di kelas ketika waktu pelajaran ketiga, Diana berangkat ke stasiun Bogor dengan memanjat pagar sekolah bagian belakang. Ini pertama kalinya ia bolos selama hampir dua belas tahun bersekolah.

Selama di perjalanan, Diana menerung. Apa yang ia lakukan ini benar? Pertanyaan itu terulang terus menerus, bagai musik yang menemani perjalanannya hingga sampai ke tujuan.

Ambrastha Internasional School adalah SMA Tarendra. Mencari biodata keluarga Gio sangatlah mudah. Indonesia senang mengulik tentang Gio semenjak videonya memberikan uang lima juta pada anak yang mencoret-coret mobilnya viral di dunia maya.

Bel sekolah berbunyi. Itu adalah suara yang ditunggu Diana semenjak ia tiba setengah jam yang lalu. Diana memasuki area sekolah dengan percaya diri. Murid-murid hanya melewatinya tanpa perasaan ingin tahu. Masker seharga dua ribu menutupi sebagian wajahnya. Diana menunggu di tempat parkir sekolah yang didominasi oleh mobil.

Yang dicaripun datang. Diana cepat-cepat menghampiri Tarendra yang sibuk mengetik sesuatu di ponselnya sambil terus berjalan.

"Tarendra," panggil Diana seraya menggenggam erat lengannya. "Bisa bicara sebentar?" Diana menatap tajam Tarendra seolah tatapannya berucap, "kita harus bicara".

"Lo siapa?" tanya balik Tarendra yang terpaksa mengantongi handphone-nya. Diana menurunkan sekilas maskernya dan mata Tarendra membulat. "Ngapain nemuin gue?"

"Jangan di sini, soalnya gue harus ngomong banyak sama lo." Secara paksa Diana menggeret Rendra menuju gerbang sekolah.

"Gue nggak ada waktu," tolak Tarendra tetapi ia masih pasrah mengikuti langkah Diana.

"Kalau gitu, gue juga nggak mau basa-basi." Diana mendorong Rendra dengan kasar hingga badannya membentur sisi pagar sekolah. Beberapa murid sempat melirik refleks, namun mereka menganggap itu bukan hal serius. "Lo... orang yang nyulik Eva kan?" tembak Diana langsung.

"Nyulik Eva?" Rendra memiringkan kepalanya seakan tidak mengerti apa yang dikatakan Diana.

"Gue punya bukti lo yang nyulik Eva," ucap Diana. "Gue harap lo berhenti buat masalah. Lo udah seharusnya berpikir dewasa. Buat menjatuhkan ayah lo, masih banyak cara lain yang bisa lo ambil, tapi bukan nyulik orang yang nggak bersalah. Lo nggak mikir keadaan Eva yang sekarang masih trauma."

The President's SaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang