[17]:Worry:

141 31 9
                                    

KISAH INI FIKSI SEMATA.

DIHARAPKAN KEBIJAKAN PEMBACA.

NAMUN, TIDAK MENUTUP KEMUNGKINAN TERDAPAT BEBERAPA KESAMAAN DALAM KISAH NYATA KARENA MEMANG DISENGAJA.

***

"Hah? Cari mati lo sama media. Nanti media buat kabar yang enggak-enggak gimana?" bentak Pohan kepada anak majikannya yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. "Keluarga presiden tidak datang bersama, Apakah yang terjadi?" Pohan bermonolog di luar toilet tetapi ia tidak menyangka Diana akan menimpali.

"Diketahui, putri presiden sedang mengalami sembelit hebat setelah memakan mie pedas di sebuah restoran," sambung Diana bak ia sedang membaca berita terpanas hari ini.

"Kini pemilik restoran sedang tidak dapat diwawancarai karena mengaku mendapat ancaman dari berbagai pihak. Usaha restorannya terancam bangkrut akibat membuat mie yang menyebabkan putri presiden sembelit."

"Makin mirip Erik lo, Tan," ledek Diana yang membuat gelak tawa dari Pohan.

"Itu bocah yang ngikutin gue," balas Pohan tidak terima. Biar bagaimana pun, Erik adalah adik kelasnya ketika mereka berada di sekolah intelgen.

"Diana! Kita berangkat sekarang!" Pohan tidak dapat mengulur waktu lagi untuk Diana, Ibu Negara sudah tidak bisa memberikan toleransi. Suara ibunya terasa sangat dekat dan Pohan tidak lagi berbicara, itu pertanda jika dia ibunya kini sedang berdiri di depan toilet.

Diana berdecak, ia tidak akan bisa tenang jika Rendra belum membalas pesannya. "Tapi, Ma—"

"Sekarang Diana! Nanti kamu terusin di sana. Udah besar masa nggak bisa nahan," potong Julia. "Lagian salah kamu makan pedes tadi malem."

Sebenarnya itu hanya akal-akalan Diana saja. Ia memesan seporsi mie pedas lalu berpura-pura terlihat kepedasan di depan orangtuanya. Padahal Diana sangat menyukai pedas. Esoknya Diana pura-pura kesakitan sembari berdoa dirinya tidak terkena kutukan aktingnya sendiri.

Rencana Diana adalah ia akan membiarkan kedua orangtuanya pergi dahulu dengan alasan Diana tidak bisa menahan lagi sakit perutnya. Lalu ketika kedua orangtuanya pergi, Diana akan menyusul sembari mengambil jalan lain. Jalan yang ia ambil merupakan perkiraan jalan yang dilalui Rendra serta keluarganya untuk menuju hotel. Tapi Diana pun berharap cemas, hanya sedikit kemungkinan dirinya bertemu Rendra di tengah jalan. Masalahnya, Diana tidak tahu kapan dan di mana penembak tersebut akan menembaki Pak Gio. Apakah di tengah jalan? Saat di dalam hotel? Atau justru di rumah Gio?

"Diana Davidson!" Julia menggedor keras pintu kamar mandi dan pada akhirnya Diana menyerah.

"Mama Julia Subagja." Diana membanjur toilet lalu mencuci tangan sebelum akhirnya membuka pintu toilet. "Ayo!" ajaknya yang mendapatkan tatapan tajam dari ibunya.

Pohan membiarkan Julia dan Diana berjalan lebih dahulu, sementara dirinya berada di belakang. "Dikutip dari keterangan Julia, bahwa Diana sangat suka membawa ponsel ke kamar mandi. Itu yang membuat Julia curiga bahwa Diana malam itu tidak benar-benar sembelit," bisik Pohan melanjutkan candaannya.

Diana menyikut pelan perut Pohan. "Jangan diterusin!"

Begitu melihat tiga perempuan keluar dari Istana Presiden, David pun mengembuskan napas lega. "Oke, kita jalan," ucapnya yang kemudian masuk mobil terlebih dahulu.

Pohan bertugas menyetir dan David duduk di sebelah kursi pengemudi. Sedangkan Diana dan Julia duduk di kursi belakang. Tidak lupa, ada tiga mobil paspampres di belakang dan satu mobil paspampres di depan mobil mereka. Mobil-mobil tersebut meninggalkan Istana Presiden secara serempak.

The President's SaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang