|12|:Undercover:

326 70 27
                                    

KISAH INI FIKSI SEMATA, BERSUMBER DARI IMAJINAJIS.
DIHARAPKAN KEBIJAKAN PEMBACA.

NAMUN, TYDACK MENUTUP KEMUNGKINAN TERDAPAT BEBERAPA KESAMAAN DALAM KISAH NYATA KARENA MEMANG DISENGAJA.

***

"Lo nyari apa sampai nyosor di bawah?" Rendra memindahkan tangan Diana yang tidak sengaja menyenggol porseling gigi. "Ini tangan ngapain lagi, ah! Mau ikut nyetir?!"

"Gue jatuh gara-gara lo!" Satu pukulan mendarat di ubun-ubun Rendra.

"Pukul aja terus kalau lo udah bosen hidup jadi anak presiden," seloroh Rendra yang sama sekali tidak mengalihkan sedikit pun tatapannya dari jalanan.

Diana melihat perkembangan dua mobil yang mengejarnya. Rupanya, jarak yang dibuat Rendra cukup jauh. Tidak seperti tadi. Diana juga mulai beradaptasi dengan cara menyetir Rendra. Perlahan rasa mualnya berangsur-angsur berkurang. Tergantikan oleh ide-ide gila yang muncul di otaknya tentang bagaimana cara agar dua mobil hitam yang mengikutinya bisa terbakar tiba-tiba. Diana terlalu fokus berpikir sampai tidak menyadari bahwa dua mobil tersebut telah hilang dari radius belakang.

"Mereka udah ketinggalan jauh." Kalimat Rendra membuat Diana langsung bangkit dan menengok ke belakang.

Napas panjang pun keluar dari mulut Diana. "Akhirnya...."

Kecepatan yang dipacu Rendra semakin lama semakin berkurang. Ia memberhentikan mobilnya di pinggir jalan raya dengan kondisi ramai lancar. Mendadak, Rendra membuka seragamnya dilanjut membuka kaus putih polos yang ia pakai sebagai dalaman. Sewaktu Rendra hendak membuka ritsleting celana seragamnya Diana mencegahnya buru-buru.

"Apa-apaan lo tiba-tiba buka baju nggak jelas, maksudnya apa?" kata Diana yang setengah menutup wajahnya.

Rendra tidak memperdulikan Diana, ia kembali melanjutkan membuka celananya. "Lo nggak nanya, ya gue nggak ngejelasin."

Melihat laki-laki bertelanjang dada bukan hal tabu bagi Diana. Teman laki-laki di kelasnya kerap melakukan hal yang sama setiap selesai pelajaran olahraga dan membuat kelas dipenuhi bau keringat. Tetapi entah mengapa, Diana justru malu sendiri. Ia menutup matanya rapat-rapat dan wajahnya memanas.

"Gue clear. Sekarang ganti lo," ucap Rendra dan seketika Diana melotot. Untunglah, Rendra telah mengenakan kembali celana dan kaus putih oblongnya sehingga Diana dapat bebas memelototinya.

"Kenapa gue harus buka baju juga?" Diana merangkul tubuhnya sendiri erat-erat.

"Gue ngira, mereka masang alat pelacak di badan kita," tutur Rendra. "Lo nggak curiga, mereka udah ketabrak dan kejebak macet. Jelas mereka kehilangan jejak, mana mungkin bisa secepet itu nemuin kita?"

Hipotesa Rendra masuk akal bagi Diana. Tapi ia masih merangkul tubuhnya, bahkan lebih erat dari sebelumnya. "Tapi mereka sekarang udah nggak ngejar kita lagi. Mungkin mereka nggak ngejar karena kehilangan jejak buat yang kedua kalinya."

Rendra memutar bola matanya malas. "Perhatiin lingkungan sekitar lo! Lalu lintas yang tadi kita lewatin tergolong sepi di sekitar daerah mini market. Bukannya justru itu kesempatan bagus buat mereka nangkep kita dibandingkan sama pengejaran di awal? Tapi justru mereka malah nggak bisa ngejar."

"Bisa aja mobil mereka bermasalah di tengah jalan."

Mata Rendra menatap lurus ke arah Diana. Seperti mengirimkan sebuah sinyal intimidasi. "Mobil yang mereka tumpangin, itu mereknya Thunder dibuat di Inggris dan WBM turun tangan ambil bagian. Tampangnya aja kayak mobil keluarga biasa, tapi mesinnya hampir setara Aston Martin yang punya mode mobil balap. Dibandingin mobil ini, mobil mereka jelas menang urusan kecepatan, tapi sayangnya mereka nggak bisa gunain secara maksimal fasilitas di mobil mereka," jelas Rendra panjang lebar sambil mengenakan lagi seragamnya.

The President's SaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang