[19]:What Do You Think, Diana?:

119 21 4
                                    

KISAH INI FIKSI SEMATA.

DIHARAPKAN KEBIJAKAN PEMBACA.

NAMUN, TIDAK MENUTUP KEMUNGKINAN TERDAPAT BEBERAPA KESAMAAN DALAM KISAH NYATA KARENA MEMANG DISENGAJA.

***

"Oh," ujar Pohan keras dengan mata lebar yang menatap layar ponselnya. "OH!" ujarnya lagi jauh lebih keras, Diana yang duduk di sebelahnya pun seketika terkejut.

"Kenapa sih?" tanya Diana sewot.

"Lo putus sama Rendra?" tanya balik Pohan yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan Diana.

Diana menaruh kasar ponselnya di atas sofa yang mereka duduki. "Hah? Gila ya lo, Tan? Gue nggak jadian sama Rendra, gimana mau putus?"

Dengan semangat, Pohan menunjukan ponselnya pada Diana. "Ada berita Rendra ketangkep basah jalan berdua sama Eva," tutur Pohan.

Berita di ponsel Pohan memperlihatkan Eva dan juga Rendra yang baru saja keluar dari sebuah restoran cepat saji. Keduanya berjalan berdampingan. Meskipun tidak ada kontak fisik yang terjalin saat mereka berjalan. Komentar dari warganet langsung bermunculan. Banyak sekali yang berspekulasi jika keduanya tengah berkencan dan akan menjadi pasangan paling diminati. Siapa yang tidak tertarik? Kedua ayah mereka bersaing di pemilu, namun masing-masing anaknya menjalin kasih.

"Oh, nice!" balas Diana tanpa ragu, menyembunyikan tanya dalam dirinya sendiri. Mungkin itu alasan Eva menanyakan mengenai kedekatan dirinya dengan Rendra tempo hari di acara pemilihan nomor urut.

"Nice?" singgung Pohan yang merasa bahwa Diana tidak benar-benar ingin mengatakan hal tersebut.

Diana memutar bola matanya. "Gue nggak suka sama dia." Namun, pernyataan Diana justru membuat Pohan mengeluarkan raut wajah menggodanya. "Muka lo nyebelin banget sumpah!"

Pohan tertawa puas, setelah tawanya mereda ia kembali bertanya. "Jadi dia nggak ngedeketin lo selama ini?"

"Iya, enggak," jawab Diana. Kedekatannya dengan Rendra di mata Diana, hanya sebatas rencana menjebak orang-orang yang ingin melukai keluarga mereka.

"Gue kira lo di-PHP-in sama dia. Awas aja ya!" ancam Pohan.

"Mau lo apain? Bokapnya tajir, hati-hati." Diana memperingatkan status Gio pada Pohan, siapa tahu Pohan lupa bahwa Gio adalah orang terkaya nomor satu di Indonesia.

"Gue gaplok pakai sendal jepit nggak dihukum kan?"

"Nggak. Paling lo dibales digaplok pakai duit."

"Ada tamu, katanya Pak Yudhis dan keluarganya datang berkunjung." Candaan Pohan dan juga Diana di ruang televisi harus terhenti ketika Ibu Negara datang. "Diana, kamu ganti pakai baju yang bagus ya. Pohan tolong kamu kawal suami saya," perintah Julia cepat.

Pohan langsung saja meraih jaket hitam yang ia sandarkan di punggung sofa. "Baik, Bu. Saya akan menuju teras."

"Ma, ngapain aku ganti baju sih? Ini baju masih bagus," protes Diana yang enggan mengganti kaus bertuliskan I LOVE HK-nya. Kaus tersebut sudah Diana pakai semenjak ia duduk di bangku SMP. Diana merasa tidak ada masalah dengan kaus ini.

Tetapi itu adalah masalah bagi Julia. "Kausnya udah belel! Warna sablonnya juga luntur!"

Mau tidak mau, Diana berlari menuju kamarnya sambil menggerutu. Lagi pula ini hari Sabtu pagi. Kenapa Yudhis harus datang di hari santai seperti ini?

Diana memilih celana jeans, kemeja tebal dan rambutnya dibiarkan terurai lepas. Terakhir, sepatu sandal berwarna hitam menjadi penutupnya. Saat Diana menyusul Julia ke ruang tamu, ternyata di sana ada Eva dan juga ibunya, tanpa kehadiran bungsu keluarga Yudhis. Diana mengira hanya Yudhis dan istrinya saja yang datang.

The President's SaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang