Malam itu, setelah seharian terlarut dalam pikiran yang berkecamuk, Karina memutuskan untuk menghubungi Winona. Tadi siang, Winona sempat mengirim pesan menanyakan kabarnya, namun Karina tak merasa siap untuk bercerita. Sekarang, setelah melihat Hesa bersama Yuna dan merasa hatinya semakin hancur, Karina tahu, ia butuh teman untuk curhat.
Pukul sembilan malam, Karina akhirnya membuka aplikasi pesan dan mengirimkan pesan singkat kepada Winona, "Win, ada yang mau aku ceritain. Bisa ketemuan?"
Tak lama kemudian, balasan dari Winona masuk, "Ih, bisa bangett! Kamu dimana? Aku sama Segan di kafe deket kampus. Mau gabung?"
Segan adalah pacar Winona, yang sudah beberapa bulan ini mereka jalani. Segan adalah senior mereka, tapi sangat baik dan bisa dibilang cukup bijak. Karina tahu kalau Segan punya banyak pengalaman dalam hal hubungan, dan terkadang, masukan dari Segan bisa memberikan pandangan baru yang jarang dia pikirkan.
Tanpa berpikir panjang, Karina langsung mengiyakan ajakan Winona. "Oke, aku jalan sekarang. Kayaknya aku perlu banget teman curhat."
Setibanya di kafe, Karina melihat Winona dan Segan duduk di meja pojok. Winona tersenyum begitu melihat Karina datang, sementara Segan hanya mengangguk santai, memberi isyarat bahwa mereka sudah menunggu. Setelah duduk, Karina langsung membuka percakapan.
“Aku baru aja ngeliat Hesa sama Yuna,” kata Karina tanpa basa-basi. “Mereka... mereka mesra banget, Win. Aku nggak ngerti lagi, kenapa Hesa bisa ngelakuin itu ke aku.”
Winona langsung menatap Karina dengan penuh perhatian. Segan yang duduk di sebelah Winona, menatap Karina, memberi kesempatan untuk curhat. Suasana kafe yang cukup sepi membuat Karina merasa lebih nyaman untuk mengungkapkan semuanya.
“Jadi Hesa ngapain sama Yuna?” tanya Winona, sedikit mengerutkan kening.
“Dia boncengin Yuna, kayak pasangan aja gitu, bahkan kayak gak ada canggungnya waktu Yuna meluk dia, seakan udah terbiasa... Aku nggak ngerti. Aku merasa kayak dipermainkan. Gimana ya, aku udah coba nerima kenyataan kalau kita udah putus, tapi kenapa aku merasa dia masih nggak jelas gitu?” Karina menghela napas panjang, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku kecewa banget.”
Segan yang sedari tadi mendengarkan dengan seksama, akhirnya membuka suara. “Karina, kadang orang itu nggak sadar, mereka bisa bikin orang lain merasa nggak dihargai, apalagi kalau mereka terlalu egois atau nggak mikirin perasaan orang lain. Hesa mungkin nggak tau gimana perasaan lo sekarang, atau mungkin dia udah move on lebih cepat dari yang lo pikirkan. Tapi masalahnya, lo nggak bisa nungguin orang yang nggak ngasih perhatian ke lo.”
Karina menundukkan kepala, seolah kata-kata Segan benar-benar menyentuhnya. "Tapi, Ka Segan... Aku nggak bisa begitu aja lupa sama Hesa. Kita udah banyak banget bareng, banyak kenangan, dan rasanya sakit banget kalau ngeliat dia sekarang sama orang lain. Aku masih merasa punya harapan, meskipun dia kayak nggak peduli."
Segan tersenyum kecil, namun senyum itu penuh makna. “Gue ngerti kok. Tapi lo harus ngerti juga, Karina, kadang perasaan kita itu ngebuat kita terjebak. Kita ngerasa ingin mempertahankan sesuatu yang mungkin udah nggak bisa lagi dipertahankan. Waktu itu penting, tapi lebih penting lagi buat lo ngeliat ke depan, dan ngasih kesempatan buat orang yang emang bener-bener bisa ngertiin lo.”
Winona menambahkan, “Dan kamu punya orang yang selalu ada buat kamu, Jeno. Dia tuh orang yang ngerti banget sama kamu, kayaknya dia juga nggak akan bikin kamu merasa sendirian atau kecewa lagi. Kamu nggak bisa terjebak sama perasaan yang cuma bikin kamu sakit. Kamu punya pilihan.”
Karina terdiam mendengar kedua teman dekatnya memberikan saran. Dia merasa sedikit lega, meskipun masih ada kebingungannya. “Tapi aku nggak bisa lupain Hesa gitu aja.”
Segan tersenyum lebih lebar. “Karina, lo nggak harus langsung melupakan. Saat ini, cuma perlu ngasih ruang buat diri lo sendiri. Jangan sampe lo terjebak dalam perasaan yang nggak sehat. Gue yakin lo tahu, lo lebih pantas dapetin yang lebih baik.”
Karina menundukkan kepala, berpikir sejenak. Segan dan Winona benar. Mungkin selama ini dia terlalu fokus pada Hesa dan masa lalu mereka, sampai lupa kalau dia berhak mendapatkan kebahagiaan yang lebih. Kebahagiaan yang bukan datang dari seseorang yang nggak bisa memberikan yang terbaik untuknya.
“Aku ngerti, Ka Segan... Winona,” kata Karina dengan suara pelan. “Tapi... gimana ya caranya aku ngelepasin perasaan ini?”
Winona menyengir. “Itu proses, Rin. Kamu nggak akan langsung lupa, tapi kamu bisa mulai merelakan. Dan ingat, aku sama Segan selalu ada buat kamu.”
Segan menambahkan, “Betul. Dan gue rasa, Jeno itu juga udah ngasih lo banyak perhatian. Jangan lupa, lo punya orang yang peduli sama lo. Kalau lo ngerasa nyaman, kenapa nggak lo kasih kesempatan buat Jeno?”
Karina merasa sedikit lebih ringan setelah mendengarkan saran dari Winona dan Segan. Meskipun hatinya masih terbebani oleh perasaan terhadap Hesa, dia tahu sekarang dia harus memberi ruang untuk dirinya sendiri. Mungkin inilah saatnya untuk mencoba membuka hati lagi, dan mungkin Jeno adalah orang yang bisa membantunya melalui semua ini.
“Makasih, guys,” Karina akhirnya berkata sambil tersenyum kecil. “Aku rasa aku butuh waktu buat mikirin semua ini.”
Winona dan Segan saling bertukar pandang, lalu tersenyum. Mereka tahu Karina akan bisa melewati ini semua, asal dia tidak melupakan apa yang pantas dia dapatkan.
Malam itu, Karina merasa sedikit lebih tenang. Setiap keputusan memang membutuhkan waktu, dan dia tidak perlu terburu-buru. Yang penting, dia tahu kini ada teman yang selalu mendukungnya, dan orang-orang yang peduli dengan kebahagiaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Grab dan Rute Cinta • Jeno & Karina
Novela JuvenilKarina merasa diabaikan oleh pacarnya, Hesa, yang lebih memilih latihan band daripada mengantarnya pulang. Saat memesan Grab, ia bertemu dengan Jeno, seorang driver santai yang berhasil menghiburnya. Namun, segalanya berubah saat Karina mengetahui...