• QnA •

4.6K 170 41
                                    

Halo! Apa kabar semuanya? =)

Kalau aku, alhamdulillah, sehat. Alhamdulillah-nya lagi, aku bisa menepati janjiku buat balik lagi ke lapak ini. Ada yang nungguin nggak, sih? Wkwk.

Maaf ya, lama. Maklum, kusudah disibukkan kembali sama kegiatan kampus dan serentetan tugas kuliah yang ya ... gitulah pokoknya.

Oh ya, seperti yang aku bilang di chapter sebelumnya; aku bakal jawab pertanyaan-pertanyaan kalian di chapter terpisah a.k.a di chapter ini.

Who's so excited? Ya, meskipun yang nanya nggak seberapa, sih. Wkwk.

Oke, tanpa perlu berlama-lama lagi, kita mulai aja ya, sesi tanya-jawabnya. Yuk, mari!

Q: Kenapa Kakak menulis Ruang Diksi ini?

A: Oke, mungkin ini bakalan panjang, tapi semoga ceritaku nggak membosankan, ya!

Jadi, gini. Awalnya, aku cuma iseng-iseng aja nulis semacam quotes dan puisi gitu di memo hape. Iya, iseng. Bisa tentang apa aja, kapan aja dan lagi di mana aja. Pokoknya, hal-hal yang saat itu menyita pikiranku dan bikin jariku gatel buat nulis; ya, aku tulis. Apalagi kalau misalnya sesuatu itu berkenaan dengan apa yang sedang aku rasakan. Kadang, aku juga suka nulis untuk memotivasi diri sendiri di saat aku butuh dorongan.

Entahlah, aku juga nggak ngerti itu terjadi sejak kapan; yang jelas, sejak SD—sekitar kelas 5 kalau nggak salah—aku udah mulai suka nulis diary gitu ceritanya hahaha. Duh, jadi malu. Tapi, mungkin dari situ aku jadi keterusan nulis dan ngerasa nyaman. Malah kayak jadi kebutuhan gitu sampai sekarang.

Menulis masih jadi salah satu cara favoritku untuk meringankan beban. Gimana ya, buat aku pribadi, menulis itu bisa bikin perasaan jadi lega, sih. Malah lebih lega ketimbang cerita ke orang lain, karena menurutku, nggak semua orang bisa menjadi pendengar yang baik dan nggak ada satu pun dari mereka yang bisa sepenuhnya mengerti aku selain Tuhan dan diriku sendiri.

Okay, back to the topic!

Setelah sekian lama aku cuma nyimpan tulisan-tulisanku di memo hape, entah ada angin apa, tiba-tiba aja aku pengin membaginya ke orang lain. Aku pengin ada yang menikmatinya juga selain diriku sendiri. Bukannya pengin eksis atau gimana ya, cuma ... aku kayak merasa terlalu sayang aja gitu kalau tulisanku—yang meskipun terbilang sangat biasa itu—dibiarkan terus terkungkung di dalam sana.

Sampai akhirnya, pas WhatsApp ngeluarin fitur 'story' kayak Instagram gitu, aku mulai tertarik untuk mem-posting tulisanku di sana. Awalnya iseng-iseng juga. Tapi ternyata, respons yang aku terima cukup menggembirakan. Teman-temanku banyak yang suka, bahkan ada yang me-repost-nya di medsos mereka.

Oh, ya. Sebelum WhatsApp ngeluarin fitur 'story' pun, aku sebenarnya pernah iseng-iseng juga posting tulisan di Twitter dan Instagram pribadiku. Cuma ya, responsnya tetap nggak seramai di WhatsApp, sih. Tbh, aku bahkan pernah sampai ditagih lewat chat sama beberapa temanku kalau dalam sehari nggak update tulisan di WhatsApp's story wkwk.

Tapi, karena sistem tampilan story cuma bertahan selama 24 jam, aku jadi mikir-mikir lagi gimana caranya supaya tulisanku tetap bisa dibaca setiap saat. Trus, berkat banyaknya energi positif yang aku terima juga, akhirnya aku mulai terpikir untuk mengabadikan tulisan-tulisanku itu ke aplikasi media sosial yang nggak punya masa kadaluarsa, Wattpad salah satunya.

Tapi, bukan berarti prosesnya secepat itu. Sebelum Ruang Diksi lahir ke Wattpad, dia justru lebih dulu lahir di medsos lain.

Singkat cerita, waktu itu aku milih Instagram sebagai medsos yang akan aku jadikan semacam museum buat tulisan-tulisanku itu. Username-nya; @galeridiksi. Ada yang tahu atau bahkan sempat follow? Wkwk, nggak ya, kayaknya. Btw, alasanku milih Instagram, karena ya, menurutku kelihatan paling pas aja dijadiin medsos buat posting kata-kata (fyi, aku nggak pernah main Tumblr soalnya). Meskipun rada pe-er juga, sih, karena kudu ngedit background sama font-nya dulu sebelum di-post.

Ruang Diksi [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang