Aku sempat berkelahi dengan pikiranku sendiri
Mengapa bisa mereka yang hidup berkecukupan seolah lupa untuk memahami?
Maksudku, mereka seperti enggan untuk berkaca pada apa yang telah Tuhan beri. Mereka terlalu manja menjalani hari
Padahal, bukankah kita sama-sama terlahir dengan akal dan juga hati?
Lalu, mengapa mereka masih bersikap seperti anak ayam yang selalu mengikuti induknya ke manapun ia pergi?
Mengapa juga mereka bersikap seperti bayi yang tak bisa makan tanpa disuapi?
Lebih sarkas lagi, mengapa mereka tega menggantungkan sesuatu pada orang lain yang kehidupannya jauh di bawahnya saat ini?
Apa mereka tidak lagi memiliki nurani? Apa mereka tidak malu merepotkan orang lain tanpa henti?
Oh, ayolah. Kita memang makhluk sosial, tetapi bukan berarti kita bisa menyusahkan orang lain hingga membuatnya kesal
Bukankah lebih baik jika kita belajar mengasah akal? Jangan justru menjadi beban, hanya karena terlalu sering mengandalkan
Cobalah berusaha sampai kita benar-benar membutuhkan pertolongan
Maaf bila ada yang terluka
Di sini, aku sama sekali tidak menghakimi sesiapa. Aku hanya mengutarakan apa-apa yang mengganjal dalam dada
Berkat konspirasi kecil yang dipertontonkan oleh semesta, kini aku mengerti dengan sendirinya
Bahwa kecukupan duniawi, tidak selamanya sebanding dengan isi kepala. Bahwa keberadaan materi, tidak selalu sepadan dengan kekuatan jiwa
Jadi, mulai detik ini, aku tidak akan lagi bertanya, "Mengapa?"
Sebab ternyata, memang seperti itulah keadilan Tuhan bekerja.
***
Tangerang, 2018
-hafnikharisma-
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Diksi [Completed]
Puisi#1 - Puisi (2 November 2018) Ini adalah kumpulan diksi yang membutuhkan ruang untuk abadi. Ketika membacanya nanti, mungkin ada banyak hal yang akan kau jumpai. Entah itu perasaan geli, nyeri sampai ke ulu hati, atau bahkan motivasi yang-kuharap-mam...